Ketika Sulaiman Menjemput Cinta
Kamis, 04 April 20130 komentar
Ketika Sulaiman Menjemput Cinta Jika Yusuf dikejar cinta (qad syaghafaha hubban) dan Musa membutuhkan cinta untuk kebangkitan kembali energi dakwahnya, maka kisah Sulaiman yang direkam secara utuh dalam 30 ayat surat an- Naml 15-44 memaparkan bahwa Sulaiman membangun kerajaan peradaban cinta hingga peradaban lain terpesona dan takluk dalam keagungan dan kebesaran dakwah Islamnya.
Dari 30 ayat itu, di akhir kisah Al-Qur’an merekam peristiwa keterpesonaan Balqis pada keagungan dakwah, kerajaan, karya peradaban, dan pribadi Sulaiman dengan ungkapannya yang terkenal: “Tuhanku,
sungguh aku telah mendzalimi diriku sendiri dan aku berserah diri bersama Sulaiman pada Allah Tuhan Semesta Alam.” (QS.An-Naml: 44).
Kesalahan dirinya diakui, karena memang selama ini ia menyembah matahari dan berlaku angkuh atas ajakan
dakwah Sulaiman dengan menghadiahi Sulaiman kekayaan yang bersifat material, sedangkan Sulaiman
menolaknya karena sifat dirinya
yang Rabbaniyah bahkan
menyatakan apa yang
diberikannya sangat kecil dengan
apa yang diberikan Allah
padanya, hingga membuatnya
marah dan bersikap tegas pada
Negara Balqis dengan
mengancamnya akan
didatangkan pada mereka
balatentara yang tidak mampu
mereka hadapi (laa qibala
lahum), yang akhirnya
menjadikan mereka harus
datang menghadap Sulaiman.
Sedangkan ungkapan ‘aku
berserah diri bersama Sulaiman
pada Allah’ menunjukkan
keterpesonaan Balqis secara
pribadi pada Sulaiman agar ia
dapat menjalankan agama
barunya (Islam) bersama
Sulaiman, tidak sendirian!
Bagaimanakah Sulaiman dapat
menjadi pribadi unggul yang
mempesonakan? Setidaknya ada
lima belas pilar yang dipaparkan
Al-Qur’an dalam surat ini.
Kelimabelas pilar itu dapat
diringkas dalam empat kategori,
yakni:
A. Modal Dasar
Pilar Pertama, tradisi
keilmuan yang kuat
Dan sesungguhnya Kami telah
memberi ilmu pada Daud dan
Sulaiman (15). Awal dari setiap
keunggulan adalah tradisi ilmiah.
Bahkan para pahlawan mukmin
sejati selalu menyenandungkan
kalimat indah ini: Bahwa di
setiap kebangkitan peradaban
selalu diawali dari kebangkitan
pengetahuan. Demikianlah al-
Qur’an merekam fakta
kebenaran itu melalui sikap
mereka terhadap karunia
berharga yang Allah berikan ini
pada mereka: “Segala puji bagi
Allah yang telah melebihkan
kami dari kebanyakan hamba-
hamba-Nya yang beriman.”
Pilar Kedua, tradisi berguru
dan pewarisan
Dan Sulaiman mewarisi
keunggulan Daud (16).
Perhatikanlah bagaimana
susunan i’rab al-Qur’an-nya,
Sulaiman menjadi fa’il atas Daud,
bukan Daud yang serta merta
menurunkan segala
kehebatannya pada Sulaiman.
Artinya Sulaiman sebagai
generasi muda lebih proaktif
untuk meningkatkan kapasitas
dirinya untuk menyamai bahkan
melebihi keunggulan generasi
sebelumnya. Semangat yang
dibangun Sulaiman inilah
menjadi contoh berharga bagi
kita sebagai generasi muda
untuk memantik tradisi berguru
pada orang-orang terbaik yang
hidup di zaman kita, bahkan
mempelajari khazanah Islam
dan bangsa-bangsa yang
ditinggalkan generasi
sebelumnya dan yang paling
mutakhir.
Pilar Ketiga, penguasaan
bahasa asing
Dan dia berkata: “Hai manusia
kami telah diberi pengertian
bahasa burung (16). Keunggulan
sebuah peradaban terletak
kemampuannya menguasai
bahasa bangsa lain. Dengannya
bargaining position dirinya dapat
meningkatkan reputasinya di
kancah pergaulan global, dan
karenanya pula ia tidak mudah
ditertawakan atau direndahkan
bangsa asing lainnya. Karena itu
pula seakan ayat ini
mengisyaratkan kita agar perlu
dirancang program pengentasan
buta bahasa asing di kalangan
umat Islam, terlebih bahasa
arab, bahasa induknya, bahasa
al-Qur’an.
Pilar Keempat, kepemilikan
asset dan sumber daya
Dan kami diberi segala sesuatu
(16). Keberadaan sumber daya
(resourches) dapat membuat diri
kita dan bangsa ini tentunya
memiliki kepercayaan diri untuk
setara dengan bangsa-bangsa
lainnya. Tradisi menjaga asset
dan sumber daya perlu
digalakkan dari mulai hal kecil
seperti program menabung
hingga kebijakan menjaga asset
bangsa agar tidak dieksploitasi
pihak asing yang membuat
negeri ini sengsara.
B. Kompetensi Dasar
Pilar Kelima, manajemenship
yang canggih
Dan dihimpun oleh Sulaiman,
tentaranya dari jin, manusia dan
burung, lalu mereka itu diatur
dengan tertib (17). Sulaiman
tidak sekedar unggul untuk
pribadinya, melainkan juga
mampu memimpin yang
lainnya. Salah satu skill
leadership itu adalah
kemampuannya mengorganisir.
Sulaiman bekerja secara
professional dan benar-benar
eksis memimpin bukan sekedar
menjabat. Terbukti ia mampu
mengorganisir anggota-
anggotanya yang berbeda-beda
potensi, tingkat kecepatan, dan
kapasitasnya dengan rapi.
Pilar Keenam, kepekaan sosial
yang tinggi
Sulaiman sebagai pemimpin,
tidak mengatur di belakang meja
dengan duduk manis betopang
dagu. Ia adalah pemimpin sejati
yang sangat peka terhadap
rakyatnya. Ia membiasakan
dirinya dan melatih bawahannya
untuk selalu ‘turba’ (turun ke
bawah) melihat kondisi riil
masyarakatnya, diriwayatkan
perjalanannya hingga ke tempat-
tempat yang tandus, “hingga
ketika mereka sampai di lembah
semut, berkatalah seekor semut,
“Wahai semut-semut! Masuklah
kalian ke sarang-sarangmu agar
kamu tidak diinjak-injak oleh
Sulaiman dan tentara-
tentaranya, sedangkan mereka
tidak menyadari.” Inilah yang
harus dilakukan bagi mereka
yang ingin unggul: mereka
adalah orang-orang yang
memiliki kepekaan sosial yang
tinggi dan mampu
memadukannya dengan kearifan
pada bahasa lokal yang dia
temui.
Pilar Ketujuh, verifikatif dan
investigatif
Mungkin kita sering mendapat
masukan dan informasi
mengenai banyak hal. Dalam
menghadapi hal seperti itu, kita
harus mampu melakukan
verifikasi dan investigasi atas
akurasi dan kebenarannya.
Begitulah yang terjadi pada
Sulaiman ketika ia mendapat
informasi dari Hud-hud yang
mengabarkan adanya kerajaan
lain yang belum tersentuh
dakwah dan mereka
menyembah matahari. Maka
Sulaiman menugaskan balik
dengan memberikan surat
ajakan agar masuk Islam dengan
menyuruh Hudhud melontarkan
surat itu yang sekaligus menguji
akurasi dan kebenaran informasi
Hudhud: Dia (Sulaiman) berkata,
“Akan kami lihat, apa kamu
benar atau termasuk yang
berdusta (27). Pergilah dengan
membawa suratku ini, lalu
jatuhkan kepada mereka,
kemudian berpalinglah dari
mereka, lalu perhatikan apa yang
mereka bicarakan (28).”
Pilar Kedelapan, kreatif dan
inovatif
Skill dasar lain yang harus
dimiliki oleh orang yang
menginginkan dirinya unggul
adalah kemampuannya untuk
kreatif dan tidak anti perubahan.
Itulah yang dilakukan oleh
Sulaiman ketika singgasana
Balqis telah dipindahkan ke
hadapan kerajaannya dengan
cara memodifikasi bentuk
kerajaannya. Dan Sulaiman
berkata, “Ubahlah untuknya
bentuk singgasananya; kita akan
melihat apakah ia (Balqis)
mengenalnya ataukah sudah
tidak mengenalnya lagi.”
Pilar Kesembilan, kemampuan
diplomasi
Sebagus apapun gagasan yang
dimiliki seseorang tidak dapat
dipahami audiens atau
stakeholder jika tidak memiliki
kemampuan komunikasi yang
baik dan mempengaruhi, baik
berupa komunikasi massa
maupun diplomasi. Terlebih jika
ia adalah seorang pemimpin,
maka kemampuan diplomasi
menjadi syarat mutlak yang
harus dikuasai. Perhatikanlah
dialog diplomatic yang dilakukan
antar dua pemimpin Negara
berikut ini:
Maka ketika dia (Balqis) datang
ditanyakanlah (kepadanya),
“Serupa inikah singgahsanamu?”
Agar ia tidak jatuh harga dirinya
karena keterpukauannya pada
kemampuan Sulaiman
menduplikasi kerajaan serupa
dengan mirip, Ia (Balqis) berkata,
“seakan-akan itulah dia.” (42).
Jawaban ini menunjukkan
keraguan dan keheranan Balqis
atas apa yang terjadi di
hadapannya. Ia tidak percaya
kalau singgahsananya yang baru
ia tinggalkan sudah ada di
lingkungan kerajaan Sulaiman.
Jika ia mengatakan “Benar itu
kerajaanku” berarti
menunjukkan kekalahannya.
Sebaliknya, jika ia menjawab “itu
bukan singgahsanaku” dia telah
berdusta, dan dia tidak kuasa
memungkiri kemiripan
singgasananya, hingga ia
melanjutkan jawabannya dengan
perkataan: “Kami telah diberikan
pengetahuan sebelumnya dan
kami adalah orang-orang yang
berserah diri (kepada
Allah).” (42)
C. Sikap Dasar
Pilar Kesepuluh, disiplin dan
ketegasan
Pribadi unggul adalah orang
yang memiliki disiplin. Ia
memiliki jadwal-jadwal yang
ditepatinya dalam waktu,
amanah, dan berbagai aktivitas
kesehariannya. Sebagaimana
Sulaiman memberikan pelajaran
berharga dalam sikap disiplin ini,
ketika semua agendanya sudah
terjadwal: Dan dia memeriksa
burung-burung, lalu berkata,
“Mengapa aku tidak melihat
Hudhud, apakah ia termasuk
yang tidak hadir?” Di samping itu
juga ia seorang yang tegas atas
perlakuan yang indisipliner jika
ada pelanggaran yang terjadi.
“Pasti akan kuhukum ia dengan
hukuman yang berat, atau
kusembelih, kecuali jika dia
datang padaku dengan alasan
yang jelas.” Dalam bahasa
manajemennya: akan aku beri
punishment atau aku pecat.
Pilar Kesebelas, loyalitas pada
misi gerakan dakwah
Sikap dasar keunggulan pribadi
seorang aktivis dan da’i adalah
ketika 24 jam kehidupannya
dalam koridor menjalankan misi
dakwah. Hal inilah yang terjadi
dalam diri Hudhud, walau ia
meninggalkan rapat koordinasi
di istana Sulaiman,
perjalanannya ke luar negeri
adalah dalam upaya perluasan
dakwah. Terbukti komitmennya
ketika ia menginformasikan
fakta-fakta yang ada dan
menganulir hal-hal yang
diagungkan itu dengan
membesarkan hanya Allah saja
yang Maha Agung.
Pilar Keduabelas,
mendahulukan musyawarah
Seorang pribadi unggul adalah
mereka yang terlibat dalam amal
jama’i dan memutuskan
persoalan-persoalannya dengan
musyawarah. Segalanya
dipertimbangkan atas dasar
mencapai kebaikan bersama,
tidak mengedepankan ego atau
semata menampilkan eksistensi
diri. Inilah yang dilakukan Ratu
Saba’ Balqis, ia
memusyawarahkan persoalan
krusial yang menyangkut
eksistensi negaranya dalam
hubungan internasional akibat
tindakan dakwah Sulaiman.
Begitu juga Sulaiman tidak serta
merta menyerang Negara yang
tidak menerima ajakan
dakwahnya, tapi
memusyawarahkannya di
lingkungan kerajaan secara
cermat dan bijak.
Pilar Ketigabelas, Rabbaniyah
Dari seluruh sikap yang
ditampilkan, hal yang paling
mendasar bagi keunggulan
pribadi seorang pemimpin
adalah sikap Rabbaniyah-nya
yang menonjol. Ia tidak
pragmatis dan bukan tipe
materialis sama sekali. Ia lebih
mengedepankan sisi Rabbaniyah
sebagai hiasan akhlak dan
perilakunya. Itulah yang
dikedepankan Sulaiman ketika ia
diberi hadiah kekayaan material
oleh Balqis, bahwa apa yang
diberikan manusia tidak
seberapa jika dibandingkan
dengan karunia yang Allah
berikan padanya.
D. Daya Dukung
Pilar Keempatbelas, kecepatan
dan teknologi yang canggih
Dalam kancah global, pribadi
unggul tidak cukup hanya
memiliki kepribadian yang
istimewa, ia perlu dilengkapi
dengan daya dukung iptek yang
tentunya akan berdampak positif
bagi perkembangan dakwah.
Sulaiman pun demikian,
perpindahan singgahsana Balqis
dari Yaman ke Palestina dalam
sekejap mata (qabla an yartadda
ilaika tharfuka—sebelum engkau
mengedipkan mata)
menunjukkan adanya daya
dukung kecepatan dan teknologi
yang canggih. Dalam sebuah
riwayat, yang menawarkan
bantuan dengan kecepatan
supersonic itu adalah manusia
juga, bukan Ifrit yang
menawarkan perpindahan
singgasana itu sebelum
Sulaiman berdiri dari tempat
duduk (qabla an taquma min
maqamika). Itu artinya sebuah
peradaban akan tercipta bukan
didasarkan pada kekuatan mistic
bantuan jin melainkan kekuatan
ilmu pengetahuan dan teknologi
serta persandaran diri pada
Allah.
Pilar Kelimabelas, staf ahli dan
pembantu yang terlatih
Daya dukung lain adalah adanya
pembantu yang terlatih. Mereka
yang mengemban amanah
besar berhak mendapatkan
bantuan yang proporsional.
Kebesaran kerajaan Sulaiman
dapat menggertak kerajaan lain
hingga merasa inferior (wa hum
shaghirun) adalah karena
didukung dengan kekuatan
pertahanan militer yang solid,
kokoh, dan terlatih dalam
sebuah Negara.
Begitulah Sulaiman, Balqis
datang tanpa dijemput. Ia
terpesona oleh kebesaran
dakwah dan kerajaan
Rabbaniyyah-nya yang dibangun
Sulaiman. Mengapa Sulaiman
menjemput masa depan seperti
itu? Tiada lain karena ia telah
menyiapkan dirinya dengan
berbagai unsur keunggulan
dalam diri dan kompetensi
organisasi kerajaannya yang
teruji secara lintas peradaban.