Sukrosa merupakan senyawa kimia yang termasuk dalam
golo- ngan karbohidrat, memiliki
rasa manis, berwarna putih, bersifat anhid- rous dan
kelarutannya dalam air mencapai 67,7% pada suhu 20°C (w/w).
Komponen terbesar yang digunakan dalam industri konfeksioneri adalah gula pasir (sukrosa). Sukrosa adalah disakarida yang apabila
dihidrolisis berubah menjadi dua molekul monosakarida yaitu
glukosa dan fruktosa. Secara komersial gula yang banyak
diperdagangkan dibu- at dari bahan baku tebu atau bit.
Sampai saat ini sukrosa merupakan bahan utama yang paling
banyak digunakan untuk pembuatan candy, meskipun
belakangan telah banyak dikembangkan candy jenis “sugar free”,
yang dipandang memiliki efek lebih baik untuk kesehatan (obesi- tas, diabetes, gigi).
Gula yang paling banyak digunakan adalah gula rafinasi,
yang mengacu pada standar Masyarakat
Ekonomi Eropa dan ICUMSA (Inter- national Commission for
Uniform Methods of Sugar Analysis). Sifat-sifat gula yang
penting diketahui karena sangat vital dalam mempengaruhi proses
pembuatan candy adalah: inversi, titik didih gula, dan tingkat kelarutan gula.
Sukrosa memiliki peranan penting dalam teknologi pangan
karena fungsinya yang beraneka
ragam, yaitu sebagai pemanis, pembentuk tekstur,
pengawet, pembentuk citarasa, sebagai substrat bagi mikroba dalam proses fermentasi, bahan pengisi dan pelarut. Penggunaan suk-
rosa dalam pembuatan hard candy umumnya sebanyak 50 – 70% da
berat total. Gula dengan kemurnian
yang tinggi dan kadar abu yang rendah baik untuk hard candy (permen jernih).
Kandungan kadar abu yang tinggi akan mengakibatkan peningkatan inversi,
pewarnaan dan penembusan selama pemasakan sehingga memperbanyak gelembung udara
yang terperangkap dalam massa gula. Selain peningkatan kadar sukrosa akan
meningkatkan kekentalan.
Dalam pembuatan hard candy dapat
digunakan sukrosa dalam bentuk granular dan cair. Gula dengan tingkat kemurnian
yang tinggi dan kadar abu yang rendah sangat dibutuhkan agar dihasilkan permen
yang jernih. Kandungan abu yang tinggi akan menyebabkan pening- katan inversi,
pewarnaan dan penembusan selama pemasakan sehing- ga memperbanyak gelembung
udara yang terperangkap dalam massa gula. Sukrosa yang digunakan dalam
pembuatan permen sebaiknya memiliki kemurnian yang tinggi dan rendah kadar abunya.
Garam-ga- ram mineral dapat mempengaruhi proses pembuatan permen sehingga
menentukan kualitas dan umur simpan permen yang dihasilkan. Kadar abu sukrosa
umumnya berkisar 0,013%.
Semakin tinggi suhu pemanasan
sukrosa dalam air, maka se- makin tinggi pula persentase gula invert yang dapat
dibentuk. Pada suhu 20°C misalnya dapat dibentuk 72 % gula invert dan pada suhu
30 °C terbentuk hampir 80% gula invert. Gula invert dengan jumlah yang terlalu
banyak mengakibatkan terjadinya extra heating sehingga dapat merusak flavor dan
warna. Selain itu gula invert yang berlebihan meng- hasilkan lengket atau
bahkan produk tidak dapat mengeras.
Hal yang perlu diperhatikan dalam
penggunaan sukrosa sebagai bahan utama pembuatan permen adalah kelarutannya.
Permen yang menggunakan sukrosa murni mudah mengalami kristalisasi. Pada suhu
20°C hanya 66,7% sukrosa murni yang dapat larut. Bila larutan sukrosa 80%
dimasak hingga 109,6°C dan kemudian didinginkan hingga 20°C, maka 66,7% sukrosa
akan terlarut dan 13,3% terdispersi. Bagian sukro- sa yang terdispersi ini akan
menyebabkan kristalisasi pada produk akhir. Oleh karena itu perlu digunakan
bahan lain untuk meningkatkan kelarutan dan menghambat kristalisasi, misalnya
sirup glukosa dan gula invert. Gula invert yang berlebihan mengakibatkan produk
menjadi lengket dan tidak dapat mengeras. Penambahan gula invert yang ba- nyak
akan mengakibatkan terjadinya ektra heating sehingga merusak flavor dan warna
Definisi Gula
Gula pasir diperoleh
dari tebu. Di beberapa negara dihasilkan dari bit gula.Gula pasir adalah 99%
sakarose murni. Sakarose adalah istilah untuk gula tebu atau bit gula
yang telah dibersihkan. Bila dilihat secara kimia, gula dibagi menjadi 2 jenis,
yaitu:
- Gula sederhana, seperti: glukose atau dextrose, fruktose dan galaktose.
- Gula majemuk, seperti: sakarose, maltose, laktose, dll.
- Hydrolysis: Gula majemuk seperti sakarose dipecah menjadi bagian-bagian gula oleh enzym yang khas atau asam. Maltose dan sakarose dicairkan berturut-turut oleh enzym-enzym maltose dan invertase. Kedua enzym ini terdapat dalam ragi roti.
- Yeast Fermentation (peragian oleh ragi): Glukose, fruktose, sakarose, dan maltose dapat diragikan oleh ragi roti sehingga menghasilkan karbondioksida dan alkohol sebagai hasil akhir yang utama.
- Rate of Fermentation (nilai peragian): Kira-kira 2% gula yang dibubuhkan, berdasarkan tepung, dihabiskan selama dalam peragian. Gula yang masih tertinggal di dalam roti disebut gula sisa atau residual sugar.
- Sweetness dan Flavour: Karena tidak ada tes secara alam atau kimia untuk menentukan rasa manis, maka hanya dapat diukur melalui rasa. Untuk membandingkan rasa manis yang bermacam-macam itu, sakarose dijadikan sebagai dasar (standar).
- Hygroscopicity dan Hydration: Hygroscopicity adalah kemampuan suatu bahan untuk menyerap zat cair dan menahan cairan tersebut.
- Heat Susceptibility: Bila gula dipanaskan, molekul-molekul gula bersatu membentuk bahan berwarna yang disebut "karamel"
- Browning Reaction: Gula yang dilumeri bila dipanaskan dengan protein, akan bereaksi membentuk gumpalan-gumpalan berwarna gelap yang disebut melanoidin. Browning ini penting dalam menentukan warna hasil produk.
- Solubility dan Crystallization: Perbedaan kemampuan melarut dari jenis-jenis gula dapat digunakan untuk mengontrol pengkristalan dalam hasil produksi yang memerlukan jumlah gula yang lebih banyak.
- Softening: Reaksi gula mengempukkan hasil produk dengan perbaikan hasil susunan, volume, dan simetri, secara tidak langsung dianggap yang menjadi penyebab adalah kemampuan gula menahan air.
Fungsi Gula Dalam Roti
Gula adalah
sumber energi bagi kegiatan ragi. Gula dibubuhkan dalam air pati atau dengan
pembubuhan langsung pada formula. Perbaikan rasa dan warna keraknya menjadi tua
disebabkan pembubuhan gula. Pembubuhan gula juga membuat susunan dan butiran
menjadi lebih halus dan lembut.
Gula atau sukrosa.Gula merupakan
karbohidrat dengan rasa manis yang sering pula digunakan sebagai bahan pengawet, khususnya untuk produk-produk pangan yang
telah mengalami panas. Perendaman
dalam larutan gula secara bertahap pada konsentarasi yang semakin tinggi merupakan salah satu cara pengawetan pangan dengan
gula.
Gula seperti halnya garam juga menghambat pertumbuhan dan aktivitas bakteri penyebab
pembusukan, kapang dan
khamir. Dendeng, manisan basah dan atau kering yang banyak dijual dipasaran merupakan contoh produk pangan yang diawetkan dengan gula.
Gula pasir
Digunakan sebagai pengawet
dan lebih efektif bila dipakai dengan tujuan menghambat pertumbuhan bakteri.
Sebagai bahan pengawet, pengunaan gula pasir minimal 3% atau 30 gram/kg
bahan.