Produk Domestik Bruto (PDB)
Senin, 01 April 20130 komentar
Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian tahun 2007 s/d 2008 mengalami pertumbuhan yang mengesankan yaitu sekitar 4.41 persen. Selain itu berdasarkan data kemiskinan tahun 2005-2008, kesejahteraan penduduk perdesaan dan perkotaan membaik secara berkelanjutan. Berbagai hasil penelitian, menyimpulkan bahwa yang paling besar kontribusinya dalam penurunan jumlah penduduk miskin adalah pertumbuhan sektor pertanian. Kontribusi sektor pertanian dalam menurunkan jumlah penduduk miskin mencapai 66%, dengan rincian 74% di perdesaan dan 55% di perkotaan.
Seiring dengan pertumbuhan ekonomi nasional, Nilai tukar petani (NTP) sebagai salah satu indikator kesejahteraan petani secara konsisten mengalami peningkatan selama periode tahun 2006-2008 dengan pertumbuhan sebesar 2,52 persen per tahun. Dengan kinerja yang kundusif seperti itu, neraca perdagangan komoditas pertanian mengalami peningkatan secara konsisten selama periode 2005-2008 dengan rata-rata pertumbuhan 29,29 persen per tahun. Selain itu, pertumbuhan tenaga kerja sektor pertanian 1,56%/tahun, lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan total angkatan kerja (1,24%/tahun) dan tenaga kerja non pertanian yang hanya sekitar 0,98%/tahun. Melihat kondisi tersebut mengakibatkan. Rata-rata pertumbuhan nilai investasi sektor pertanian tahun 2005 � 2007 mencapai 172,8%/tahun, lebih tinggi dibanding sektor lain.
Selama periode 2004-2008 pertumbuhan produksi tanaman pangan secara konsisten mengalami peningkatan yang signifikan . Produksi padi meningkat rata-rata 2,78% per tahun (dari 54,09 juta ton GKG tahun 2004 menjadi 60,28 juta ton GKG tahun 2008 (ARAM III), bahkan bila dibanding produksi tahun 2007, produksi padi tahun 2008 meningkat 3,12 juta ton (5,46%). Pencapaian angka produksi padi tersebut merupakan angka tertinggi yang pernah dicapai selama ini, sehingga tahun 2008 Indonesia kembali dapat mencapai swasembada beras, bahkan terdapat surplus padi untuk ekspor sebesar 3 juta ton. Keberhasilan tersebut telah diakui masyarakat international, sebagaimana terlihat pada Pertemuan Puncak tentang Ketahanan Pangan di Berlin bulan Januari 2009. Beberapa negara menaruh minat untuk mendalami strategi yang ditempuh Indonesia dalam mewujudkan ketahan pangan.
Demikian pula produksi jagung meningkat 9,52% per tahun (dari 11,23 juta ton pipilan kering tahun 2004 menjadi 15,86 juta ton tahun 2008). Bahkan dibanding produksi jagung tahun 2007, peningkatan produksi jagung tahun 2008 mencapai 19,34% (naik 2,57 juta ton). Pencapaian produksi jagung tahun 2008 juga merupakan produksi tertinggi yang pernah dicapai selama ini. Selanjutnya, produksi kedele juga meningkat 2,98% per tahun dari 723 ribu ton biji kering tahun 2004 menjadi 761 juta ton biji kering tahun 2008 (ARAM III).
Peningkatan produksi tanaman pangan yang spektakuler tahun 2008 (terutama padi, jagung, gula, sawit, karet, kopi, kakao dan daging sapi dan unggas), dapat dijelaskan oleh beberapa faktor. Pertama, Tingginya motivasi petani/pelaku usaha pertanian utnuk berproduksi karena pengaruh berbagai kebijakan dan program pemerintah meliputi penetapan harga, pengendalian impor, subsidi pupuk dan benih, bantuan benih gratis, penyediaan modal, akselerasi penerapan inovasi teknologi, dan penyuluhan.. Kedua, perkembangan harga-harga komoditas pangan di dalam negeri yang kondusif sebagai refleksi dari perkembangan harga di pasar dunia dan efektifitas kebijakan pemerintah. Ketiga, kondisi iklim memang sangat kondusif dengan curah hujan yang cukup tinggi dan musim kemarau relatif pendek.
Untuk komoditas sumber pangan lainnya, produksi gula/tebu juga meningkat 6,76% per tahun dari 2,05 juta ton tahun 2004 menjadi 2,85 juta ton tahun 2008 (ARAM III). Demikian juga untuk komoditas daging sapi, baik dari segi populasi maupun produksi daging meningkat cukup besar. Peningkatan populasi ternak mencapai 12,75% (dari 10,5 juta ekor tahun 2004 menjadi 11,87 juta ekor tahun 2008), sedangkan produksi daging sapi meningkat 3,83% (dari 339,5 ribu ton menjadi 352,4 ribu ton).
Jika dibandingkan dengan beberapa Negara ASEAN, produksi dan produktivitas pangan strategis Indonesia relatif lebih tinggi. Gambaran tentang produksi dan produktivitas padi dan jagung di beberapa Negara ASEAN tercantum dalam Data 1 dan 2.
Data 1. Produksi dan Produktivitas Padi di ASEAN Tahun 2006
Indonesia luas panen 11,786.43 ribu ha; produksi 54,454.937 ribu metrik ton; produktivitas 4,620 kg/ha;
Filipina luas panen 4,159.930 ribu ha; produksi 15,326.706 ribu metrik ton; produktivitas 3,684 kg/ha.
Thailand luas panen 9,524.846 ribu ha; produksi 30,945.774 ribu metrik ton; produktivitas 3,249 kg/ha;
Malaysia luas panen 658.200 ribu ha; produksi 2,202.000 ribu metrik ton; produktivitas 3,254 kg/ha;
Vietnam luas panen tidak diketahui, produksi 35,917.900 ribu metrik ton; produktivitas 4,981
Data 2. Produksi dan Produktivitas Jagung di ASEAN Tahun 2006
Indonesia luas panen 3,345.805 ribu ha; produksi 11,609.463 ribu metrik ton; produktivitas 3,470; kg/ha
Filipina luas panen 2,570.673 ha; produksi 6,082.109 ribu metrik ton; produktivitas 2,366 kg/ha;
Thailand luas panen 951.970 ribu ha; produksi 4,057.698 ribu metrik ton; produktivitas 3,913 kg/ha;
Malaysia luas panen 10.000 ribu ha; produksi 39.800 ribu metrik ton; produktivitas 3,980 kg/ha;
Vietnam luas panen tidak diketahui; produksi 3,819.400 ribu metrik ton; produktivitas 3,700 kg/ha;
Strategi kebijakan pembangunan pertanian
Tujuan akhir pembangunan pertanian adalah terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui sistem pertanian industrial. Secara operasional pencapaian tujuan tersebut ditempuh melalui tahapan-tahapan pembangunan jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek. Kebijakan dan program pembangunan pertanian jangka panjang dijabarkan dalam rencana pembangunan jangka menengah (lima tahunan) dan selanjutnya dijabarkan lebih lanjut ke dalam rencana pembangunan pertanian tahunan.
Dalam rangka menjaga kesinambungan pembangunan, Departemen Pertanian telah menyusun Cetak Biru (Blue Print) Pembangunan Pertanian Jangka Panjang (2005 - 2025), Jangka Menengah (2005-2009) dan tahunan. Adapun sasaran jangka panjang pembangunan pertanian, adalah : (1) Terwujudnya sistem pertanian industrial yang berdayasaing; (2) Mantapnya ketahanan pangan secara mandiri; (3) Terciptanya kesempatan kerja bagi masyarakat pertanian serta (4) Terhapusnya kemiskinan di sektor pertanian dan tercapainya pendapatan petani US$ 2500/kapita/tahun.
Tujuan jangka menengah pembangunan pertanian (2005-2009) adalah : (1) membangun SDM aparatur profesional, petani mandiri, dan kelembagaan pertanian yang kokoh; (2) meningkatkan pemanfaatan sumberdaya pertanian secara berkelanjutan; (3) memantapkan ketahanan dan keamanan pangan; (4) meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk pertanian; (5) menumbuh-kembangkan usaha pertanian yang akan memacu aktivitas ekonomi perdesaan; dan (6) membangun sistem manajemen pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani.
Untuk pencapaian tujuan tersebut pemerintah menyusun strategi, kebijakan dan mengimplementasikan berbagai program/kegiatan pembangunan pertanian, baik lintas subsektor maupun program subsektor. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2005-2009, ada tiga kebijakan utama yang diimplementasikan Departemen Pertanian, yaitu: (1) Peningkatan Produksi Pangan dan Akses Rumah Tangga terhadap Pangan; (2) Peningkatan Produktivitas dan Kualitas Produk Pertanian; (3) Perluasan Kesempatan Kerja dan Diversifikasi Ekonomi Perdesaan.
Selanjutnya, dalam implementasi kebijakan-kebijakan tersebut ada dua strategi besar yang ditempuh Departemen Pertanian. Pertama, memperkokoh fondasi pembangunan pertanian melalui Panca Yasa, ditempuh dengan strategi : (1) Penyediaan/perbaikan infrastruktur; (2) Penguatan kelembagaan; (3) Perbaikan sistem penyuluhan; (4) Penanganan pembiayaan pertanian; (5) Fasilitasi pemasaran hasil pertanian.
Kedua, melakukan Akselerasi pembangunan pertanian, yang ditempuh melalui strategi, yaitu: a) melibatkan partisipasi berbagai komponen masyarakat, b) padanan satu desa � satu penyuluh, c) sinergisme seluruh potensi sumberdaya, d) fokus komoditas, e) perencanaan berdasarkan master plan dan road map, f) penguatan Sistem Monitoring dan Data Base, dan g) pengarusutamaan gender dan pendekatan sosial budaya.
Dengan beragamnya jenis komoditas pertanian yang tumbuh di Indonesia, diperlukan strategi yang tepat dalam menentukan pilihan komoditas yang prioritas untuk dikembangkan. Prioritas penanganan difokuskan pada komoditas pertanian yang secara nasional dapat memberikan dampak nyata dan dirasakan hasilnya oleh petani, maupun masyarakat konsumen. Sehubungan itu, telah dirumuskan lima komoditas pangan utama yang diprioritaskan dengan sasaran akhir sebagai berikut: (a) padi dengan sasaran swasembada berkelanjutan; (b) jagung dengan sasaran swasembada tahun 2007-2008; (c) kedele dengan sasaran swasembada tahun 2015; (d) gula dengan sasaran swasembada tahun 2009; dan (e) daging sapi dengan sasaran mencapai kecukupan tahun 2010.
Masalah dan Tantangan dalam Pembangunan Pertanian
Tantangan dan permasalahan mendasar pembangunan sektor pertanian berkaitan dengan sarana prasarana, permodalan, pasar, teknologi, dan kelembagaan petani, yang masih memerlukan penanganan yang berkelanjutan disamping munculnya persoalan-persoalan baru. Walaupun dihadapkan pada berbagai permasalahan dan hambatan, sektor pertanian telah mampu menunjukkan keberhasilan dan perkembangan yang menggembirakan.
Khusus untuk masalah lahan pertanian, rendahnya perluasan sawah irigasi di Indonesia antara lain disebabkan oleh derasnya konversi lahan sawah beririgasi sejak lebih dari dua dasawarsa terakhir khususnya di pulau Jawa. Antara tahun 1978 � 1998, misalnya konversi lahan sawah irigasi adalah sebesar satu juta ha. Padahal kenyataannya sawah irigasi masih tetap merupakan sumberdaya lahan yang terpenting dalam mendukung produksi padi. Pangsa areal panen sawah masih memberikan kontribusi sebesar sekitar 90 persen sedangkan pangsa produksi berkisar 95 persen. Bila terjadi penurunan luas sawah irigasi yang tidak terkendali maka akan mengakibatkan turunnya kapasitas lahan sawah untuk memproduksi padi. Lebih dari itu jika proses degradasi kualitas jaringan irigasi terus berlanjut maka eksistensi lahan tersebut sebagai sawah sulit dipertahankan. Yang segera akan terjadi adalah alih fungsi lahan sawah tersebut ke penggunaan lain (pertanian lahan kering ataupun ke peruntukan non pertanian).
Data empiris menunjukkan bahwa untuk mencapai pertumbuhan produksi padi sawah 4,78 persen (Tahun 2003-2007), dibutuhkan pertumbuhan luas lahan sawah sebesar 2,47 persen. Hal ini menunjukkan penambahan luas lahan sawah masih sangat dibutuhkan dalam peningkatan produksi padi. Hal ini dapat dilihat dari anggaran yang cukup besar dalam pembangunan pertanian, dimana selama periode 2002-2007, rata-rata anggaran pertanian yang terbesar adalah untuk sarana dan prasarana (infrastruktur) yaitu 10,5 persen dan yang kedua adalah bantuan permodalan sebesar 8,5 persen. Urutan berikutnya adalah penyuluhan (2,7%), penelitian dan pengembangan (1,6%), dan pendidikan dan latihan (1,3%).
Tidak hanya dalam pengelolaan sumber daya alam, dalam kebijakan insentif harga juga dilakukan seperti pada kebijakan insentif harga yang dapat dilihat dari peninjauan HPP setiap tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bila terjadi kenaikan HPP gabah sebesar 10% akan mendorong peningkatan harga beras sebesar 8,1%. Peningkatan harga beras 10% akan meningkatkan jumlah penduduk miskin sebesar 1%. Peningkatan harga beras 10% meningkatkan inflasi 0,52%. Inilah tantangan secara makro dalam perekonomian nasional bagaimana disatu sisi dapat meningkatkan harga untuk kepentingan petani namun dipihak lain ada sebagian masyarakat merasa dirugikan. Walaupun demikian keberhasilan pembangunan pertanian bisa mengakibatkan jumlah rumah tangga petani khususnya rumah tangga petani padi dan palawija meningkat sebesar 4,06 persen.
Beberapa kebijakan pokok yang memberikan kontribusi terhadap pencapaian produksi pangan tersebut adalah: (a) Pengawalan Dan Bantuan Sarana Produksi: benih/bibit unggul, pupuk, alat mesin pertanian, obat hewan; (b) Bantuan Permodalan: fasilitas kredit kkp-E, BLM- KIP, PUAP, DPM-LUEP, KP-ENRP, LM3, PMUK; (C) Perbaikan Infrastruktur Pertanian: perluasan Areal, JITUT, JIDES, TAM, jalan usaha tani, embung, pengembangan irigasi air tanah; (d) Fasilitasi Pengembangan Pasar dan Peningkatan Mutu Produk; (e) Inovasi dan Percepatan Diseminasi Teknologi; (f) Pendampingan dan pengawalan intensif: SL PHT, SL PHP, SL Iklim, penyuluh, tokoh masyarakat, aparat; (g) Penyediaan Dana Tanggap Darurat; dan (h) Koordinasi Intensif Pusat - Daerah.
Penutup
Sebagai sektor strategis, pembangunan pertanian menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan serta kondisi lingkungan sosial-ekonomi-politik-budaya yang sangat dinamis. Departemen Pertanian sebagai penanggungjawab dan simpul koordinasi pembangunan pertanian telah menyusun dan mengembangkan berbagai target pembangunan dengan menetapkan tujuan, arah, strategi, dan kebijakan sebagai pedoman bagi seluruh pelaku pembangunan pertanian. Operasionalisasi pembangunan pertanian jangka panjang yang dijabarkan dalam rencana pembangunan jangka menengah (lima tahunan) dan dijabarkan lebih lanjut ke dalam rencana pembangunan pertanian tahunan. Strategi pencapaian masing-masing tujuan dijabarkan dengan jelas, didukung dengan kebijakan dan program yang akan diimplementasikan secara menyeluruh, teritegrasi, efisien dan sinergi, baik oleh pemerintah melalui internal Departemen Pertanian, bekerjasama dengan instansi luar pertanian, maupun dengan swasta dan pengusaha serta mengupayakan keterlibatan masyarakat terutama petani.
ttp://www.deptan.go.id/wap/berita_detailtampil.php?no_berita=498
Sumber: Atase Pertanian KBRI-Tokyo
Surplus produksi padi tahun 2008 lebih dari 3,17 juta ton gabah kering giling (GKG)sehingga memungkinkan untuk ekspor padi kualitas premium. Swasembada beras, kata dia, telah menghindarkan negara ini dari ancaman krisis pangan dunia. Indonesia juga menjadi produsen jagung terbesar di Asia (pada 2008 tercapai produksi 16,32 juta ton) dan juga sudah tercapai swasembada jagung. Sepanjang 2005-2009 persentase peningkatan produksi jagung tercatat sebesar 30,29 persen.
Kasubdit Pembelian Divisi Perdagangan Perum Bulog Sonya Mamoreska Harahap mengatakan negara tujuan ekspor yang sudah berminat di antaranya, Jepang, Eropa, Timur Tengah, Brunei, Taiwan dan Amerika Serikat. "Namun, ini masih tentatif karena beras yang diekspor kualitas tinggi," ujarnya.
Sementara itu, Mustafa belum bisa memastikan kapan realisasi ekspor itu akan dilakukan. "Masih ada proses (perizinan) yang harus dilaui. Namun, jika panen jadi acuan maka momen yang paling pas di Maret-April ini," ujarnya.
Menurut dia, ekspor dapat dilaksanakan bila harga domestik freight on board (FOB) pelabuhan dalam negeri sama atau lebih rendah dibanding harga FOB negara eksportir lain seperti Thailand dan Vietnam.
Harga luar negeri saat ini, dia mengatakan beras broken 5 persen Thailand sebesar US$480-US$ 500 per metrik ton FOB Bangkok dan beras broken 5 persen Vietnam sebesar US$414 per metrik ton FOB Ho Chi Minh. Sedangkan harga kualitas aromatik broken 5 persen Thailand sebesar US$820 per metrik ton.
Sementara harga dalam negeri saat ini yang setara dengan beras Thailand dan Vietnam (broken 5 persen) sebesar US$513 per metrik ton untuk jenis IR1. Sedangkan kualitas aromatik diwakili oleh Sintanur dan Mentik Wangi (US$ 642/MT) dan Membramo (US$ 550/MT) FOB di Jakarta/Surabaya/Makassar.
http://bisnis.vivanews.com/news/read/41767-7_perusahaan_siap_beli_beras_indonesia
5 Negara Jadi Tujuan Ekspor Beras
Beras Kualitas Super Ditujukan ke Jepang
JAKARTA, (PR).-
Lima negara akan menjadi negara tujuan ekspor utama beras Indonesia pada 2009. Negara-negara itu adalah Filipina, Malaysia, Timor Leste, Brunei Darussalam khusus untuk kategori beras medium. Sedangkan khusus untuk beras-beras berkualitas super ditujukan ke Jepang.
Rencananya, jumlah beras medium yang akan diekspor mencapai 1 hingga 1,5 juta ton sepanjang 2009. Sedangkan khusus untuk beras kualitas super yang ditujukan ke Jepang mencapai 10.000 hingga 20.000 ton.
"Kemarin kita tanda tangani kesepakatan antara 2 perusahaan internasional dan 1 lokal di Jawa Timur untuk mengurus izin kepada Depdag terkait rencana ekspor," kata Dirut Perum Bulog Mustafa Abubakar dalam acara konferensi pers, di Jakarta (8/1).
Mustafa mengakui Bulog bukan berada di posisi memutuskan terkait rencana ekspor beras, namun hanya sebatas mengusulkan. Selama ini keputusan ekspor beras berada di tangan Departemen Perdagangan dengan ketentuan surplus 3 juta ton.
"Kalau 63,5 juta ton gabah tercapai, akan ada surplus. Setelah itu, ada peluang ekspor terutama untuk Filipina, Malaysia, Timor Leste dan Brunei," kata Mustafa.
Ia menjelaskan, khusus untuk beras super yang akan diekspor ke Jepang kualitasnya mencapai 5%-10% pecahan, seperti beras Pandan Wangi, Cianjur, Padi Mulia, Aromatik, dan lain-lain. "Ini yang akan kita coba rilis untuk ekspor awal," katanya.
Sedangkan untuk kategori medium, masih harus menunggu kecukupan untuk melayani kebutuhan dalam negeri yang diperkirakan bisa dilakukan Juni hingga September 2009. "Keempat negara ini sudah ada pesanan, baik secara informal dan formal. Konjen mereka masing-masing sudah meminta untuk diutamakan," ujarnya.
Cadangan 3,7 bulan
Khusus untuk Jepang, Mustafa mengatakan, dari pihak importir Jepang sudah melakukan penjajakan dengan pihaknya termasuk memantau kualitas beras yang diinginkan oleh konsumen Jepang.
Kita masih menunggu dari BPS, lalu Deptan dan tim teknis interdep, yang kemudian diajukan ke Depdag. Kalau sudah memberi izin, baru bisa dilakukan ekspor," katanya.
Ia memprediksi, untuk periode ekspor ke Jepang akan berlangsung bulan Februari sampai Maret 2009. "Harga beras di Jepang itu mencapai 1 dolar AS hingga 2 dolar AS per kilonya," ujarnya.
Pada bagian lain, Mustafa mengatakan tahun 2009 ini diperkirakan harga dan suplai beras di dalam negeri masih aman. Keberhasilan pencapaian stabilitas harga beras itu diikuti pencapaian-pencapaian yang dilakukan Bulog sepanjang 2008. Antara lain, target pencapaian penyaluran beras keluarga miskin (raskin) 2008 3,3 juta ton, yang terealisasi sebanyak 3,2 juta ton atau 96,5% dari target 19,1 juta rumah tangga sasaran (RTS).
Hingga 31 Desember 2008 persediaan akhir beras di gudang Bulog mencapai 1,4 juta ton meliputi 1,1 Juta ton dari HPP 0,3 juta ton dari non-HPP, termasuk di dalamnya 352.000 ton cadangan beras pemerintah (CBP). "Dari itu ada 3,7 bulan ke depan cadangan stok, karena setiap bulan ada kewajibannya menyalurkan http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=52164300.000 ton termasuk raskin," kata Mustafa menjelaskan. (A-34/Dtc)***