Makanan Fungsional : Pangan Masa Depan
Senin, 01 April 20130 komentar
Makanan Fungsional : Pangan Masa Depan
Pola makan orang Indonesia saat ini, khususnya kaum urban dan sub-urban, cenderung berlebihan lemak, garam dan karbohidrat, tapi rendah serat, vitamin dan mineral, seperti yang ada pada kandungan makanan jenis cepat saji (fast food). Sarat kolesterol, asam lemak jenuh, garam, BTM (bahan tambahan makanan) dan kandungan serat yang rendah dipastikan menjadi kelemahan menu makanan cepat saji.
Sebagian masyarakat kita masih rela sistem pencernaannya diisi oleh berbagai jenis makanan yang tak sehat alias junk food itu. Sementara itu, makanan tradisional Indonesia justru sering dilecehkan. Sampai kini sebagian orang kota menganggap tempe, misalnya, sebagai makanan marginal. Padahal dengan komponen fitokimia yang dikandung tempe cukup tinggi, tempe potensial diolah tidak saja sebagai pangan fungsional tetapi juga sebagai obat.
Hipocrates, yang banyak dianggap sebagai Bapak Ilmu Kedokteran dunia pernah mengatakan "Let your food be your medicine and medicine be your food." Hipocrates menyatakan bahwa bila kita menerapkan pola makan sehat maka apa yang kita makan dapat menunjang kesehatan tubuh secara sekaligus menepis berbagai macam penyakit. Jenis makanan yang dapat berfungsi sebagai sumber gizi bagi tubuh manusia sekaligus menepis berbagai macam penyakit tersebut sering disebut sebagai makanan fungsional (functional food), atau sebagian pakar menyebut smart food, sebagai lawan kata dari junk food.
Sebenarnya mengkonsumsi makanan tidak lagi semata mempertimbangkan kelezatan dan penampilannya saja, tetapi juga yang terpenting adalah nilai gizi dan pengaruhnya terhadap kesehatan tubuh. Masyarakat modern yang peduli kesehatan menuntut makanannya setelah berfungsi sebagai pemasok zat-zat gizi dan cita rasa pemuas mulut, harus berfungsi menjaga kesehatan dan kebugaran. Bahkan dituntut mampu menyembuhkan suatu penyakit. Ini berarti bahwa makanan harus bersifat fungsional.
Makanan mempunyai sifat fungsional jika mengandung senyawa gizi dan nirgizi, yang dapat mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh ke arah yang bersifat positif. Berbagai jenis makanan sudah dikembangkan ke arah mempengaruhi fungsi fiologis tubuh manusia, baik melalui modifikasi maupun perancangan khusus.
Komponen makanan fungsional yang sampai saat ini dipelajari secara mendalam baru 2 buah, yaitu : fitosterol dan probiotik. Fitosterol adalah komponen yang mirip kolesterol yang dapat kita dapatkan pada jaringan tanaman. Namun fitosterol sama sekali tidak memiliki sifat yang sama dengan kolesterol. Fitosterol menguntungkan bagi pengidap hiperkolesterol sedangkan probiotik adalah sarana peredam diare akut.
Komponen pangan fungsional lain selain fitosterol dan probiotik masih cukup banyak. Seperti misalnya flavonoid pada apel dan likopen pada tomat.
Karotenoid pada pangan yang masih kontroversial saat ini, golden rice, varietas padi yang diperkaya dengan karotenoid dengan cara rekayasa genetika, potensial dianggap sebagai makanan fungsional. Susu juga dianggap sebagai pangan fungsional karena banyak sekali komponen susu dapat berfungsi mencegah penyakit, bahkan menyembuhkan penyakit.
Tabel 1 : Hubungan Makanan Fungsional dan Penyakit
Penyakit Komponen makanan fungsional Potensi Keuntungan bagi Kesehatan
Atherosclerosis dan penyakit-penyakit cardiovaskuler Fitosterol, asam lemak omega-3 Mengurangi kadar kolesterol dan risiko jantung koroner
Kanker Serat makanan, karotenoid, flavonoid, fitoestrogen Sebagai antioksidan pengikat radikal bebas, antikarsinogen
Obesitas Leptin Pengontrol selera makan
Osteoporosis Inulin, whey-protein, fitoestrogen Memperkuat struktur tulang, mencegah resorpsi kalsium
Sumber : R. Chadwick et al. 2003 (diolah)
Kita juga telah mengenal susu asam probiotik tradisional seperti yoghurt. Selain itu telah beredar pula produk pangan tanpa lemak yang diperkaya dengan mineral, produk non-kolesterol atau kadar kolesterol dan lemaknya rendah. Berbagai produk makanan seperti sereal, biskuit dan minuman diperkaya serat; permen dirancang supaya mengandung zat besi, yodium, vitamin dan frukto-oligosakarida (FOS-GOS); sosis yang diperkaya serat, oligosakarida dan kalsium. Produk serat pangan seperti agar-agar dan nata de coco juga makin dikenal masyarakat luas yang bisa kita sebut sebagai makanan fungsional.
Tabel 2 : Contoh Bahan Pangan yang Memiliki Komponen Fungsional Tertentu
Komponen Fungsional Bahan Pangan
Fitosterol Minyak jagung, minyak kedelai, biji kedelai, wijen, bunga matahari
Asam lemak omega-3 Ikan-ikanan
Serat makanan Buah dan sayuran
Karotenoid Wortel, minyak kelapa sawit
Likopen Tomat
Flavonoid Anggur, ceri, bawang merah, apel, teh hijau
Fitoestrogen Kedelai dan produk kedelai, rye, linseed
Inulin Susu
Sumber : R. Chadwick et al. 2003 (diolah)
Pangan Fungsional Dan Kontribusinya Bagi Kesehatan
Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya
Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-2,
Dengan Tema: ' Menjadi Ratu Dapur Profesional: Mengawal kesehatan keluarga
melalui pemilihan dan pengolahan pangan yang tepat’
Dunia Maya, 16-22 Desember 2002
Banyak orang makan hanya sekedar untuk menghilangkan rasa lapar, atau
memenuhi kebutuhan tubuhnya untuk mendapat asupan energi. Beberapa orang
mungkin telah menyadari akan peran makanan sebagai pemenuh kebutuhan gizi.
Bagi para ibu, menyiapkan makanan dan minuman yang lezat bagi keluarga
merupakan ajang pembuktian kasih sayang dan kepandaian mengolah cita-rasa.
Sering dikatakan bahwa cinta suami datang dari mulut masuk ke perut baru ke hati.
Ada pula canda yang mengatakan masakan koki sehebat apa pun tak akan selezat
masakan ibunda tercinta.
Namun pernahkan terpikirkah oleh kita bahwa apa yang kita makan dan minum akan
mempengaruhi lebih banyak hal dalam kehidupan? Apa yang kita santap ternyata
juga dapat membuat tidur lebih lelap atau sebaliknya mampu membuat kita terjaga
sepanjang malam. Makanan juga dapat membuat kita harus bertahan lama di toilet
karena sembelit atau sebaliknya. Asupan pangan kita dapat berperan sebagai
pereda nyeri, pemulih stamina, pemicu kerja syaraf hingga anti-uring2an (meminjam
istilah Pak Wied, seorang ahli gizi dan praktisi kuliner). Bahkan yang sangat populer
saat ini adalah kemampuan beberapa bahan pangan sebagai pencegah berbagai
penyakit degeneratif serta penunda penuaan yang sangat potensial.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perangai makan yang baik dapat menjaga
kebugaran tubuh. Hal ini bisa dilihat pada beberapa populasi dunia yang mempunyai
pola pangan berbeda menunjukkan kecenderungan usia harapan hidup dan status
kesehatan lansia (=lanjut usia) yang berbeda pula. Bangsa Jepang dengan diet
menu tradisional yang kaya akan serat dan konsumsi teh hijaunya yang tinggi
mempunyai populasi penduduk usia lanjut yang cukup besar. Sementara orang
Eskimo dengan konsumsi lebih banyak protein dan lemak hewani umumnya berusia
lebih pendek.
Nampaknya bahan pangan tak hanya bermanfaat sebagai sumber zat kimiawi bergizi
tetapi kandungan zat kimiawi nirgizi (=non-gizi)nya pun dalam menjaga kesehatan
dan kebugaran tubuh manusia sangat strategis. Peran komponen-komponen bioaktif
ini bagi kesehatan tubuh manusia mendapat banyak sorotan ahli pangan dunia
dalam dua dasa-warsa terakhir ini. Terutama, sejak para pakar Jepang meluncurkan
konsep yang aslinya dikenal sebagai FOSHU (Food for Specified Health Use) dan
saat ini dikenal dengan sebutan `Pangan Fungsional` (functional foods).
Pangan Fungsional
Istilah pangan fungsional dipilih dari sederet istilah yang pernah dipopulerkan
sebelumnya seperti ´pharmafoods´, ´designer foods´, ´nutraceutical food´, ´health
foods´, ´therapeutic foods´ dan banyak lagi. Secara mudah dapat dikatakan bahwa
pangan fungsional adalah bahan pangan yang berpengaruh positif terhadap
kesehatan seseorang, penampilan jasmani dan rohani selain kandungan gizi dan
cita-rasa yang dimilikinya. Jadi dalam hal ini keberadaan faktor ´plus´ bagi kesehatan
yang diperoleh karena adanya komponen aktif pada bahan pangan tersebut adalah
merupakan ´keharusan´.
Fungsi bahan pangan tidak lagi ada dua tetapi menjadi tiga, yaitu: segi nutrisi, citarasa
dan kemampuan fisiologis aktifnya. Bila kita tengok lebih jauh lagi fungsi
pangan yang terakhir ini bukanlah hal baru dalam dunia kuliner. Masakan Tiongkok
kuno misalnya, banyak sekali yang memadukan antara khasiat dan cita-rasa dalam
seni kulinernya. Pada masakan ini banyak digunakan bahan baku yang dikenal
mempunyai komponen bio-aktif yang berkhasiat bagi kesehatan tubuh. Ahli ilmu
pengobatan kuno, Hippocrates pun pernah berujar “Let Food be The Medicine”.
Pemerintah Jepang sendiri mendukung penuh pengembangan konsep pangan
fungsional ini guna meminimalkan beban anggaran mengingat banyaknya lansia di
Jepang yang harus mendapat jaminan asuransi kesehatan. Bila pada usia lanjutnya,
mereka semua dalam kondisi kesehatan yang prima, berarti tidak perlu terlalu
banyak biaya pengobatan yang harus dikeluarkan bukan?
Lalu mengapa konsep ini menjadi populer di banyak negara di dunia khususnya
beberapa negara maju seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa termasuk
juga sebahagian masyarakat Indonesia? Konsep pangan fungsional yang
menawarkan konsumen untuk dapat mencapai kemandirian dalam menata
kesehatan tubuhnya sendiri demi kebahagiaan di kelak kemudian hari merupakan
daya tarik yang sangat diminati oleh banyak orang yang telah mampu masuk dalam
era memikirkan hari esok. Itu sebabnya tak aneh bila saat ini ada beberapa ulasan
di media massa yang tak hanya menyoroti masalah kekurangan gizi yang masih
menimpa banyak penduduk negara kita, tetapi juga memuat ulasan tentang
banyaknya anggota DPR yang kurang konsumsi seratnya (Suara Pembaharuan).
Dan jangan lupa, bangsa kita pun mempunyai warisan konsep serupa sseperti
halnya pada budaya mengkonsumsi jamu-jamuan (ramuan herbal).
Beda pangan fungsional dan obat?
Mungkin timbul pertanyaan dalam benak kita, apakah berarti pangan fungsional
dapat berfungsi sebagai obat? Jawabnya adalah tidak. Mary K. Schmild dalam salah
satu paparannya menyampaikan ada satu hal utama yang membedakan pangan
dengan obat. Obat bersifat treatment (perlakuan penyembuhan), sedang pangan
fungsional lebih bersifat mengurangi resiko. Pada obat, efek harus dapat dirasakan
segera, sedang pada pangan fungsional lebih pada keuntungan di masa mendatang.
Pemberian obat lebih ditujukan pada populasi tertentu (orang dengan penyakit
tertentu). Sedang makanan fungsional berpeluang dimanfaatkan oleh siapa saja
dengan kemungkinan cakupan konsumen yang lebih luas. Dari segi keamanannya,
pertimbangan penggunaan obat lebih didasarkan pada pertimbangan keuntungan
lebih besar dari resiko, sedang pada pangan fungsional sisi keamanan harus
menjadi pertimbangan utama.
Hal ini akan menjadi semakin jelas bila kita mengikuti ´pakem´ yang diberikan oleh
ilmuwan Jepang pencetus ide pangan fungsional ini. Suatu produk dapat
disebut sebagai kelompok pangan fungsional bila:
• harus berupa suatu produk pangan (bukan kapsul, tablet atau bubuk) yang
berasal dari bahan atau ingredien alami.
• dapat dan layak dikonsumsi sebagai bagian dari diet atau menu setiap hari
• mempunyai fungsi tertentu pada saat dicerna. Memberikan peran khusus dalam
proses metabolisme tubuh seperti meningkatkan imunitas tubuh, mencegah
penyakit tertentu, membantu pemulihan tubuh setelah menderita sakit, menjaga
kondisi fisik dan mental serta memperlambat proses penuaan.
Ragam pangan fungsional
Sangat mudah mendapatkan berbagai jenis produk pangan olahan dari kelompok
pangan ini berjajar di berbagai supermarket negara maju. Pelbagai produk baru,
baik dari kelompok makanan maupun minuman, dengan berbagai aktifitas
spesifiknya bermunculan hampir dalam hitungan bulan bahkan minggu. Cukup
memusingkan bagi mereka yang gemar mengejar tren produk baru.
Menurut laporan khusus jurnal Food Technology tentang “Top 10 Functional Food
Trends 2002”, perkembangan pangsa pasar produk pangan fungsional di USA terus
berkembang menuju ke tingkat “mature”. Klaim pada label yang dianggap penting
oleh konsumen meliputi : sumber kalsium yang baik, mungkin mereduksi resiko
kanker, membantu system imun tubuh, membantu menjaga level kholesterol,
mungkin membantu pencegahan osteoporosis, mungkin mengurangi resiko penyakit
jantung, kadar serat tinggi, bebas kholesterol, sumber antioksidan yang baik, rendah
kalori, rendah sodium, tinggi protein, bebas gula, pembentukan tulang yang kuat,
energi tinggi (Gambar 1).
Gambar 1: Contoh produk fungsional di USA
Di Jepang sendiri, nampaknya “booming” pangan fungsional belum juga surut. Pada
kunjungan saya terakhir tahun lalu, terlihat minat akan pangan fungsional telah
mengimbas pada para remaja. Di beberapa pusat perbelanjaan di Sapporo
misalnya, saat itu telah muncul “kios” trendy yang siap menyuguhkan minuman
fungsional yang lezat selain juga menjual pernak-pernik produk pangan fungsional.
Pada kios tersebut kita tinggal menyebutkan `khasiat` apa yang kita inginkan,
mereka akan meraciknya sesuai dengan permintaan tersebut (Gambar 2).
Gambar 2: Contoh minuman hasil racikan
Untuk ragam produk pangan fungsional yang dipasarkan jangan ditanya lagi,
memang Jepang gudangnya. Dengan mudah kita dapat memperoleh berbagai
produk dengan lambang khas (lihat gambar –Gambar 3) yang menandakan produk
tersebut masuk dalam kategori pangan fungsional.
Gambar 3: Produk Jepang dengan lambang khas pangan fungsional (lihat sudut
kanan bawah dekat tulisan volume produk)
Untuk ragam klaim dan idenya pun segudang. Terkadang kita pun dibuat heran
darimana datangnya ide tersebut. Satu hal yang menarik untuk dicermati dari
produk-produk tersebut adalah tampilannya yang selalu prima khas produk Jepang
yang tak hanya memuaskan mulut tetapi juga mata (Gambar 4).
Gambar 4: Contoh produk-produk fungsional Jepang
Perkembangan produk pangan fungsional di Eropa mungkin para pembaca lebih
banyak tahu dari saya. Kunjungan saya ke Perancis, Belanda dan Jerman akhir Juli
2002 menunjukkan bahwa produk-produk susu (dairy products) masih dominan di
sana. Sedang di Indonesia pun tak mau ketinggalan dalam tren ini. Kita bisa jumpai
baik pada tayangan iklan maupun deretan rak-rak di supermarket produk-produk
dengan klaim probiotik mulai dari minuman susu bagi balita sampai pada cookies.
Dapat juga dijumpai banyak produk dengan klaim diperkaya dengan zat besi,
kalsium dan omega tiga sampai dengan produk bebas kholesterol (termasuk tersedia
minyak kelapa sawit dan beras bebas kholesterol –nah yang ini cukup membuat saya
jadi bingung- smile).
Kontribusinya pada kesehatan tubuh
Perkenankan saya untuk lebih senang menggunakan istilah “bugar” untuk
menggambarkan keadaan tubuh yang sehat dan berstamina prima (bisa saja kita
sehat tak sakit tapi tak nampak pancaran aura `inner beauty` sehat jasmani dan
rohani—sedikit ngaco tak apa ya). Kebugaran tubuh merupakan kata kunci penting
dalam penyiapan produk dengan label pangan fungsional.
Mari kita telusuri isi rak-rak berisi pangan fungsional dan kita buat kategorinya. Kita
mulai dengan produk pangan fungsional yang ditujukan untuk membantu proses
pencernaan dalam tubuh kita. Dapat kita jumpai di sini produk kaya serat dengan
berbagai variasinya. Penggunaan serat larut air akan meningkatkan palatabilitas
(kelezatan) produk dibanding serat-serat konvensional seperti selulosa, hingga
banyak produk yang menggunakan serat jenis ini seperti fibrolose contohnya. Pada
kelompok ini kita jumpai juga kelompok raksasa minuman dan makanan probiotik
(diperkaya dengan mikroflora yang membantu pencernaan). Salah satu produk
probiotik Jepang dengan kultur hidup Lactobacillus casei var. shirota yang sangat
sukses dalam merebut pasar dunia diproduksi dengan label Yakult. Kelompok besar
lain dalam kategori ini adalah produk prebiotik (diperkaya dengan komponenkomponen
yang dapat membantu pertumbuhan mikroflora dalam usus besar) seperti
minuman dengan oligosakarida.
Tahukah Anda bahwa produk pangan fungsional pertama yang sukses secara
komersial di Jepang adalah dari kelompok ini yang dikenal dengan nama “Fibemini”
(hingga saat ini produknya masih bertahan di pasar, walau telah banyak produk
sejenis yang dikembangkan) (contoh produk bisa dilihat produk yang berada di
tengah dalam Gambar 4 sebelah atas). Saat ini dapat pula ditemukan produk
xenobiotik yang mengandung pro- dan prebiotik sekaligus dalam satu produk.
Kategori produk pangan fungsional lain adalah produk yang diperkaya dengan
komponen-komponen fitokimiawi nirgizi, komponen aktif yang dapat bersifat sebagai
antioksidan (terkait pada kemampuannya sebagai anti-kanker, anti-penuaan dsb),
anti-hiperlipidemia, antithrombotik, anti-virus, anti-angiogenic (terkait pada penyakit
jantung koroner, stroke, dsb). Produk-produk ini umumnya kaya akan kelompok
komponen seperti karotenoid, likopen, terpenoid, flavonoid ataupun fenolik lain
termasuk kelompok katekin dari teh hijau yang sangat tersohor khasiatnya bagi
pencegahan penuaan dan resiko kanker (contoh produk lihat Gambar 5).
Gambar 5
Ada juga kategori produk dengan penonjolan nilai plus sumber alami bahan bakunya
yang dikenal kaya akan bahan fitokimiawi alami yang dianggap bermanfaat bagi
tubuh. Misalnya, “mixed juice” dari berbagai sayuran dan buah-buahan yang dikenal
sangat bergizi sekaligus berkhasiat bagi tubuh, atau “bluberry juice” serta keripik dari
umbi jalar ungu yang kaya akan antosianin yang dapat menekan resiko kanker
sekaligus memperbaiki penglihatan. Kecenderungan ini juga terlihat pada
penggunaan ekstrak teh hijau pada berbagai produk pangan lainnya seperti
minuman dalam kemasan, es krim hingga kue moci.
Pangan fungsional yang diperkaya dengan beberapa komponen berkhasiat
sekaligus, juga merupakan pilihan yang banyak dapat ditemukan. Seperti misalnya
kue dengan puree buah atau sayuran yang diperkaya prebiotik, probiotik, komponen
dari kedele genistein dan daidzein yang sekaligus difortifikasi (diperkaya) dengan
kalsium dan zat besi serta berkalori rendah nampaknya nikmat untuk disantap bagi
wanita setengah baya menjelang menopause.
Produk pangan dengan tujuan perawatan organ tubuh tertentu juga mulai
diperkenalkan dewasa ini. Dulu waktu kecil, mungkin sering kita dengar larangan
makan permen karena dapat menimbulkan karies (kerusakan) gigi. Saat ini, permen
dengan gula-gula poliol seperti xilitol dan sorbitol menawarkan rasa manis tanpa
merusak gigi sehingga dapat dibuat banyak produk confectionery yang disarankan
untuk sering dikonsumsi sebagai bagian dari perawatan gigi dan produk etiket untuk
mengharumkan nafas. Mungkinkah pada generasi anak kita, mereka akan
menyarankan anaknya banyak makan gum (permen karet) yang mengandung
kandungan ekstrak teh hijau yang efektif mencegah mikroba penyebab karies gigi
atau berbagai ekstrak rempah anti-mikroba penyebab bau mulut atau bahkan
diperkaya dengan komponen aktif yang mampu memperangkap komponen bau
kurang sedap?
Satu lagi kategori yang menonjol adalah kelompok produk yang dibuat dengan
menekan jumlah keberadaan komponen tertentu, baik komponen gizi maupun nirgizi,
yang dianggap dapat membuat masalah bagi kelompok konsumen tertentu. Produk
dengan kategori ini dapat berupa produk rendah kalori, rendah garam (sodium),
bebas gluten, rendah lemak atau bebas kholesterol, bebas kafein dsb. Produkproduk
jenis ini umumnya menjadi pilihan bagi usia tengah baya dan manula yang
sudah harus mulai membatasi asupan dietnya.
Pangan fungsional identik dengan mahal?
Pangan fungsional tidak hanya dapat diperoleh dari produk-produk olahan terkini
hasil industri-industri besar dan moderen. Banyak cara kita memetik manfaat konsep
pangan fungsional ini bila kita memahaminya dengan baik.
Seperti telah diungkapkan di atas, banyak juga produk-produk tradisional banyak
negara yang juga secara turun temurun mempunyai khasiat positif bagi kesehatan
tubuh. Kefir atau yoghurt merupakan produk susu asam yang dikenal sebagai
produk pangan kesehatan sejak zaman dulu. Di Indonesia pun kita mempunyai
banyak hidangan khas daerah warisan nenek moyang kita yang dinilai mampu
menjadikan tubuh lebih bugar, antara lain sari asam, beras kencur, sari temulawak,
dan banyak lagi. Bila di Perancis dikenal "Wine Paradox", kita pun mempunyai brem
bali beras merah atau ketan hitam. Banyak juga yang sudah tersedia dalam
kemasan praktis (contoh lihat Gambar 6).
Gambar 6: Contoh produk fungsional Indonesia
Kita pasti ingat bila tubuh kita mulai terasa tak fit lagi, cenderung terkena flu maka
“wedang jahe” atau sekoteng, sambal pedas atau seduhan jeruk nipis panas menjadi
pilihan yang manjur. Susu madu telor jahe atau kopi susu jahe merupakan minuman
berenergi penghangat tubuh bagi yang perlu bergadang.
Dalam dunia kuliner tradisional kita, kita pun punya banyak hidangan lezat yang
dapat berperan sebagai halnya pangan fungsional. Ayam atau ikan pepes yang
disantap dengan sambal pedas dengan lalap dari berbagai sayuran yang baru
dipetik, atau ikan panggang dengan sambil matah dan segelas es buah segar yang
nikmat disantap mungkin mempunyai kandungan komponen aktif yang tak kalah
khasiatnya bagi tubuh. Asinan bogor, rujak buah segar, bubur tinutuan, plecing
kangkung dan banyak lagi hidangan lezat lainnya yang kaya akan komponen aktif.
Bisa juga hidangan ritual seperti sajian bubur lengkap pada adat Jawa merupakan
pola pangan dengan konsep pangan fungsional di dalamnya, masih perlu diteliti lebih
lanjut.
Tempe dan tiwul merupakan makanan fungsional kaya serat yang sering kita anggap
enteng. Kacang kedele yang kaya akan isoflavonoid merupakan bahan baku pangan
yang dilaporkan mempunyai banyak keunggulan bagi kesehatan tubuh seperti
kemampuan anti-kanker prostat pada pria atau anti kanker payudara pada wanita.
Kedele yang dapat diolah menjadi tahu dan susu kedele dinilai kaya akan zat
fitokimiawi yang juga dikenal mampu mencegah pengaruh negatif menopause
terhadap kesehatan pada wanita terutama pada kasus terjadinya osteoporosis.
Keunggulan kedele makin nampak jelas pada tempe yang merupakan produk hasil
fermentasi kedele ini. Selain protein yang lebih mudah dicerna, proses fermentasi
juga akan menghasilkan zat-zat derivative (senyawa turunan) yang lebih mudah
diserap oleh tubuh, baik senyawa-senyawa isoflavonoid yang sudah disebutkan, juga
terbentuknya vitamin B12 misalnya.
Untuk tiwul, sayang belum ada laporan tentang penelitian khasiat komponen
fitokimiawi yang dikandungnya. Mungkin saja tak kalah khasiatnya.
Satu lagi tawaran konsep pangan fungsional dapat kita peroleh pada sistem pola
pangan yang dipopulerkan belum lama ini yaitu yang disebut dengan “food
combining”. Food combining adalah pola pangan yang memanfaatkan komponen
fitokimiawi nirgizi sebagai pola menu makanan. Pada dasarnya pola pangan ini
menekankan pada konsumsi sayuran dan buah segar sebagai bagian utama menu
sehari-hari dan pentingnya menyantap kombinasi makanan mengikuti siklus alami
metabolisme serta mementingkan keseimbangan asam-basa tubuh. Tak ada
takaran akan jumlah makanan yang dikonsumsi. Menurut tulisan Wied H. Apriadji
dalam majalah Sedap Sekejap, pola pangan ini tak hanya mampu menjadi kunci
sukses untuk langsing dan tubuh makin bugar, tetapi juga mampu mengatasi
gangguan akibat profil lemak yang buruk seperti hipertensi, arteriosklerosis, stroke
dan penyakit jantung koroner lainnya. Dengan asupan porsi 1 menu buah-buahan,
1 menu karbohidrat (beras, jagung atau biji-bijian lain atau umbi-umbian) dan
sayuran, serta 1 menu protein (daging-dagingan atau telur) dan sayuran memang
pola makan ini kaya akan komponen aktif, rendah gizi dan kaya serat sehingga
secara serempak memberi dampak positif bagi tubuh. Hanya saja kembali pada
masalah palatabilitas, berarti kita akan kehilangan kombinasi nasi pulen dengan
rendang padang dan kuah gulainya yang lezat. Buat penggemar mie bakso pun
berarti berita buruk, karena kombinasi mie dan bakso bukanlah kombinasi yang
direkomendasi.
Bijaksana agar tak terjebak
Santapan lezat dengan jaminan kesehatan prima di hari tua pastilah merupakan
tawaran yang menggiurkan bagi banyak orang. Namun di satu sisi, konsep ini
membuka peluang bagi para pem-bisnis nakal untuk memanfaatkannya tanpa
tanggung jawab moral yang benar dalam menggaet konsumennya. Apalagi
mengingat belum banyak negara yang telah memiliki regulasi yang jelas dalam
pengaturan klaim dari produk pangan fungsional ini. Untuk itu kita harus berhati-hati
dalam menyikapinya, jangan sampai terjebak pada janji-janji bombastis yang
cenderung tanpa dasar ilmiah atau pikiran rasional.
Kita sering juga terjebak pada sikap ekstrim yang terobsesi pada khasiat tertentu
sehingga cenderung mengkonsumsi suatu jenis pangan saja secara berlebihan.
Seperti kita ketahui makanan yang kaya akan zat gizi lemak, protein dan gula pun
bila dikonsumsi berlebihan membuat masalah bagi tubuh. Keseimbangan yang tepat
dan konsumsi yang beragam nampaknya dapat lebih membantu tubuh kita
memanfaatkannya. Asupan pangan fungsional dengan jumlah intensif dengan
tujuan pengobatan bukanlah cara yang bijaksana dalam menjaga kesehatan tubuh.
Apalagi dalam bentuk ekstrak komponen bioaktif dan dalam konsentrasi tinggi (misal
dalam bentuk tablet atau kapsul suplemen) tanpa pengendalian dalam jumlah yang
benar sebaliknya dapat berpengaruh negatif pada tubuh. Sekali lagi pangan
fungsional bukanlah untuk tujuan kuratif (pengobatan), tetapi lebih pada preventif
(pencegahan) dan tak mungkin dikonsumsi dalam dosis yang besar.
Perlu diketahui bahwa tiap komponen aktif selalu mempunyai 2 mata pisau yang
selalu harus kita perhatikan, yaitu sisi khasiat dan sisi ´efek samping´.
Keberadaannya bersama komponen lain dapat bersifat sinergi (saling menguatkan)
atau sebaliknya saling meniadakan baik sifat positif maupun sifat negatifnya.
Pengaruh pengolahan dan pencernaan dapat juga mengubah aktifitas komponen
bioaktif. Aktifitas komponen bioaktif ini pun dapat berbeda pada kondisi tubuh
konsumen yang berbeda. Dalam mengharapkan khasiat komponen aktif dalam
bentuk produk pangan, nampaknya perlu juga dipertimbangkan apakah ketersediaan
komponen bioaktif dalam porsi pangan yang umum dikonsumsi akan memberi
asupan pada dosis yang cukup untuk memberikan khasiat yang diinginkan?
Pengenalan kondisi diri yang tepat dan menyesuaikan asupan dari pangan
fungsional sesuai dengan kebutuhan tersebut dapat membantu kita memperoleh
manfaat optimal. Kemampuan kita untuk bersikap bijaksana dalam menanggapi
tawaran akan fungsi ketiga dari pangan ini dapat membuat kita tetap dapat
menikmati produk pangan yang lezat tanpa rasa bersalah. Pemanfaatan konsep
pangan fungsional dengan pemahaman yang benar tak perlu resep khusus. Bila kita
dapat menerapkan pola pangan keseimbangan dengan diversifikasi pangan sesuai
dengan status kesehatan, metabolisme tubuh yang sesuai dengan usia dan aktifitas
serta menikmati kelezatannya dengan rasa syukur, pastilah kebugaran menjadi milik
keluarga kita sekarang dan di masa usia lanjut. Seni kuliner kita menyediakan
banyak bahan baku dengan komponen aktif yang berlimpah dan sangat beragam.
Berbagai jenis sayur, buah, serealia dan biji-bijian serta rempah-rempah yang dikenal
oleh bangsa ini merupakan sumber bahan baku pangan yang sangat menantang
untuk diolah menjadi hidangan lezat dan berkhasiat.
Pengenalan lebih banyak tentang pangan fungsional pun dapat dilakukan secara
mandiri. Pengenalan melalui label produk, tulisan ilmiah popular di media massa,
tayangan televisi atau siaran radio atau penelusuran melalui internet merupakan
alternatif pilihan yang mudah dijangkau. Bagi yang benar-benar berminat, bahkan
tersedia situs khusus seperti halnya http://www.Nutrasolutions.com atau jurnal ilmiah
Journal of Medicinal Food.
Terlepas dari debat antara pro- dan kontra, nampaknya suatu kesempatan benarbenar
tersedia bagi kita untuk meraih harapan mendapatkan kehidupan sehat yang
lebih panjang. Hippocrates mungkin benar ketika beliau berujar, “Biarlah makanan
menjadi bentuk pengobatan dari Yang Maha Kuasa” dan kita dapat percaya slogan
yang mengatakan "sebuah apel sehari menghindarkan kita dari dokter".
Tips untuk kita:
Konsumsi pangan secara berimbang sesuai dengan sumber daya setempat yang
tersedia dan kemampuan kita.
Pustaka
Apriadji, W.H. 2002. Makanan juga bisa berfungsi sebagai obat. Sedap Sekejap
Edisi 7/II: 72
Apriadji, W.H.2002. Manfaat sehat food combining. Sedap Sekejap Edisi7/III:70
Goldberg, I. 1994. Functional Foods. Chapman & Hall. London, England
.
Irawan, D. and C.H. Wijaya. 2002. The Potencies of Natural Food Additives as
Bioactive Ingredients. Prosiding Kolokium Nasional Teknologi Pangan.
Semarang, 24 Juni 2002.
Losso, J.N. 2002. Preventing degenerative diseases by anti-angiogenic functional
foods. Food Technology, 56(6): 78
Milo, L.O. 2002. Nutraceuticals & functional foods: circulating heart - smart news.
Food Technology, 56(6):109
Schmidl. M.K. and T.P.Labuza 2000. Essentials of Functional Foods. Aspen
publishers, Inc. Maryland, USA.
Sloan, A.E. 2002. The top 10 functional food trends the next generation. Food
Technology, 56(4): 32
Wijaya, C.H. and M. Astawan. 2001. Strategi Jepang dalam Pengembangan Pangan
Tradisional sebagai Basis Pangan Fungsional. Di dalam L. Nuraida dan R.
Dewanti-Hariyadi. (eds) Pangan Tradisional Basis bagi Industri Pangan
Fungsional & Suplemen. Prosiding Seminar Nasional, Jakarta, 14 Agustus 2001
Macam-macam makanan fungsional
Pangan Fungsional Banyak Dilirik Para Produsen
Masyarakat kini sudah mulai pintar memilih makanan. Bukan hanya sekedar enak, murah, menarik, bisa menghilangkan rasa lapar dan haus, dan mampu memenuhi asupan energi namun juga mempunyai khasiat kesehatan. Lalu pertanyaannya makanan apakah itu? Fungsional foods atau pangan fungsional jawabnya.Istilah ini ramai dibicarakan oleh para pakar pangan. Dan dari situlah memicu para produsen makanan untuk mulai ramai – ramai memproduksi pangan fungsional. Secara sederhana kita dapat mengartikan pangan fungsional sebagai bahan pangan yang memiliki kasiat kesehatan bagi orang yang memakannya. Jadi kita mendapat makanan yang lezat, bergizi dan mempunyai kemampuan fisiologis aktif yang menyehatkan. Jadi lebih lengkap bukan??
Secara organoleptik pangan fungsional tetaplah pangan, namun memiliki nilai plus bagi kesehatan layaknya obat. Lalu apa bedanya pangan fungsional dan obat?? Obat bersifat treatment (perlakuan penyembuhan), sedang pangan fungsional lebih bersifat mengurangi resiko. Pada obat, efek harus dapat dirasakan segera, sedang pada pangan fungsional lebih pada keuntungan di masa mendatang. Obat biasanya diberikan khusus untuk orang dengan kepentingan tertentu. Namun pangan fungsional berpotensi untuk dapat dikonsumsi oleh siapa saja. Pangan dikatakan pangan fungsional dengan syarat harus tetap berupa produk pangan yang berasal dari bahan alami, dapat dikonsumsi sebagai menu setiap hari serta mempunyai fungsi fisiologis tertentu saat dicerna.
Beberapa fungsi fisiologis diharapkan dari pangan fungsional antara lain adalah : (1) pencegahan dari timbulnya penyakit, (2) meningkatnya daya tahan tubuh, (3) regulasi kondisi ritme fisik tubuh, (4) memperlambat proses penuaan, dan (5) menyehatkan kembali (recovery).
Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Jepang mengelompokan 12 komponen senyawa dalam makanan fungsional, untuk keperluan kesehatan baik senyawa nutrisi maupun non nutrisi, yaitu serat pangan (dietary fiber), oligosakharida atau lebih dikenal sebagai prebiotik, gula alkohol, peptida dan protein tertentu, glikosida, vitamin, kolin, lechitin, bakteri asam laktat atau probiotik, mineral, asam lemak tidak jenuh rantai panjang serta fitokimia dan antioksidan. Kesemuanya memberikan fungsi fisiologis bagi tubuh sehingga berpengaruh positif bagi kesehatan.
Namun sebenarnya nenek moyang kita telah mengenal pangan fungsional sejak jaman dahulu. Banyak contoh pangan fungsional tradisional yang kita punyai seperti : tempe, teh, wijen, beras kencur, temulawak, kunyit asam, serbat, dadih (fermentasi susu khas Sumatera Barat), sekoteng atau bandrek, dan berbagai herbal. Namun kini berbagai macam bentuk pangan fungsional mulai lebih dikembangkan baik dari segi pengemasan, diversifikasi bahan, dan fortifikasi. Contoh makanan fungsional itu adalah Yoghurt, minuman berion yang mampu mengembalikan ion tubuh, cookies probiotik, teh herbal, VCO, mie instan dan bubur instan yang diperkaya vitamin dan mineral, dan masih banyak contoh lainnya.
http://bisnisukm.com/pangan-fungsional-banyak-dilirik-para-produsen.html
Konsep pangan fungsional didefinisikan sebagai pangan yang mengandung komponen bioaktif secara fisiologis, dan digunakan untuk pencegahan atau penyembuhan sesuatu penyakit, atau untuk mencapai kesehatan tubuh yang optimal. Selanjutnya istilah pangan fungsional digunakan secara luas untuk mengidentifikasi dan mendefinisikan makanan yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi proses fisiologis, sehingga meningkatkan potensi kesehatan dari makanan atau minuman tersebut (Head, 1995). Makanan dikatakan mempunyai sifat fungsional bila mengandung komponen (zat gizi atau non zat gizi) yang mempengaruhi satu atau sejumlah terbatas fungsi dalam tubuh tetapi yang bersifat positif, sehingga dapat memenuhi kriteria fungsional atau menyehatkan (Muchtadi, 1996). Pangan fungsional adalah makanan atau minuman yang dikonsumsi sebagai bagian dari pangan sehari-hari dan memunyai fungsi tertentu, pada waktu dicerna atau memberikan peran tertentu selama proses metabolisme di dalam tubuh karena mengandung komponen bioaktif (Muchtadi, 2002).
Istilah pangan fungsional merupakan nama yang paling dapat diterima semua pihak untuk segolongan makanan dan atau minuman yang mengandung bahan-bahan yang diperkirakan dapart meningkatkan status kesehatan dan mencegah timbulnya penyakit-penyakit tertentu. Istilah health food sebelumnya lebih menarik dan berarti bagi konsumen, tetapi hal ini tidak dapat digunakan lagi karena pada prinsipnya semua bahan pangan akan menyehatkan tubuh bila dikonsumsi secara baik dan benar. Istilah yang pernah diusulkan sebelumnya untuk pangan yang menyehatkan adalah designer food, pharmafoods, vitafoods dan nutraceutical, tetapi semua istilah ini kurang tepat karena bentuknya disamakan dengan food supplement yang merupakan suplemen zat gizi dan non gizi yang berbentuk seperti obat (kapsul ataupun tablet). Sedangkan pangan fungsional bentuknya merupakan makanan atau minuman tetapi mengandung komponen aktif yang menyehatkan.
Tiga faktor yang ditekankan para ilmuwan Jepang yang harus dipenuhi oleh suatu produk agar dapat dikatagorikan sebagai pangan fungsional, yaitu : (1) produk tersebut haruslah suatu produk pangan (bukan kapsul, tablet atau serbuk) yang berasal dari bahan (ingredien) yang terdapat secara alami, (2) produk tersebut dapat dan selayaknya dikonsumsi sebagai bagian dari pangan sehari-hari, dan (3) produk tersebut mempunyai fungsi tertentu pada waktu dicerna, serta memberikan peran tertentu dalam proses metabolisme tubuh, misalnya : (a) memperkuat mekanisme pertahanan tubuh, (b) mencegah timbulnya penyakit tertentu (seperti penyakit kanker, kardivaskuler dan jantung koroner, pencernaan, osteoporosis, dan berbagai gangguan kesehatan akibat kekurangan atau kelebihan zat gizi tertentu), (c) membantu untuk mengembalikan kondisi tubuh setelah terserang penyakit tertentu, (d) menjaga kondisi fisik dan mental, dan (e) memperlambat proses penuaan.
Komponen aktif dalam bahan pangan yang memberikan efek fisiologis atau menimbulkan adanya sifat fungsional telah mendapat perhatian yang cukup besar saat ini. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya laporan tentang manfaat suatu komponen yang dijumpai dalam suatu bahan pangan, baik yang berasal dari pangan nabati maupun hewani (Golberg, 1992; Bonio, 1992; Tomomatsu, 1994). Komponen aktif yang termasuk dalam golongan zat gizi antara lain kalsium, asam folat, vitamin E, dan iodium. Sedangkan komponen aktif non zat gizi diantaranya yaitu grup senyawa flavonoid, komponen sulfur, senyawa polifenol, senyawa terpenoid, senyawa isoflavon, serat makanan, mikroba dan komponen hasil metabolit lainnya, oligosakarida, hidrokoloid, dan lain sebagainya.
(For Healthy Food) http://lecture.brawijaya.ac.id/tridewanti/?p=73
http://www.untag-sby.ac.id/index.php?mod=berita&id=169
Sabtu, 07 Februari 2009 diposting pada kategori ARTIKEL | arsip berita