PENENTUAN KADAR GLUKOSA DAN FRUKTOSA
PADA
MADU RANDU DAN MADU KELENGKENG DENGAN
METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA
TINGGI
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL
PETANIAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANAIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas nikmat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Makalah ini dirujuk dari sebuah
jurnal untuk membahas tentang analisis kadar glukosa dan sukrosa pada madu
randu dan madu kelengkeng.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Rudiana
Sulaiman, S.Hut, M.MSi selaku dosen mata kuliah ini . Penulis menyadari makalah
ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran demi
perbaikan makalah selanjutnya
Semoga makalah ini dapat dijadikan bahan bacaan yang
dapat menambah pengetahuan kita.
Pekanbaru, Januari 2010
Penulis
PENENTUAN KADAR GLUKOSA DAN FRUKTOSA
PADA
MADU RANDU DAN MADU KELENGKENG DENGAN
METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
PENDAHULUAN
Sejak
ribuan tahun yang lalu sampai sekarang ini, madu telah dikenal sebagai salah
satu bahan makanan atau minuman alami yang mempunyai peranan penting dalam
kehidupan dan kesehatan. Madu merupakan produk alam yang dihasilkan oleh lebah
untuk dikonsumsi, karena mengandung bahan gizi yang sangat essensial. Madu
bukan hanya merupakan bahan pemanis, atau penyedap makanan, tetapi sering pula
digunakan untuk obat-obatan. Madu dapat digunakan untuk menghilangkan rasa
lelah dan letih, dan dapat pula digunakan untuk menghaluskan kulit, serta
pertumbuhan rambut (Purbaya, 2002; Murtidjo, 1991).
Madu
dihasilkan oleh lebah madu dengan memanfaatkan bunga tanaman. Madu
memiliki warna, aroma dan rasa yang
berbedabeda, tergantung pada jenis tanaman yang banyak tumbuh di sekitar
peternakan lebah madu. Sebagai contoh madu mangga (rasa yang agak asam), madu
bunga timun (rasanya sangat manis), madu kapuk/randu (rasanya manis, lebih legit
dan agak gurih), madu lengkeng (rasa manis, lebih legit dan aromanya lebih
tajam). Selain itu dikenal pula madu buah rambutan, madu kaliandra dan madu
karet (Sarwono, 2001; Suranto, 2004).
Madu yang baik harus dapat memenuhi ketentuan
yang ditetapkan oleh Standar Industri Indonesia (SII) tahun 1977 dan 1985.
Kadar yang sesuai dengan standar SII hanya mungkin terdapat pada madu murni,
yaitu madu yang belum diberi campuran dengan bahan-bahan lain. Di pasaran dalam
negeri, jaminan akan keaslian dan mutu madu masih belum ada, oleh karenanya
kecurigaan akan kepalsuan madu selalu ada (Suranto, 2004; Sujatmaka, 1988).
Standar mutu madu salah satunya didasarkan pada kandungan gula pereduksi
(glukosa dan fruktosa) total yaitu minimal 60 %. Sedangkan, jenis gula
pereduksi yang terdapat pada madu tidak hanya glukosa dan fruktosa, tetapi juga
terdapat maltosa dan dekstrin. Sementara itu proses produksi madu oleh lebah
itu sendiri merupakan proses yang kompleks, sehingga kemungkinan besar terjadi
perbedaan kadar dan komposisi gula pereduksi di antara berbagai jenis madu yang
beredar di masyarakat. Komposisi gula pereduksi tiap-tiap madu kemungkinan
dapat mempengaruhi khasiat madu terutama dalam proses pengobatan (Purbaya, 2002;
Jarvis, 1995).
Glukosa yang terdapat di dalam madu berguna
untuk memperlancar kerja jantung dan dapat meringankan gangguan penyakit hati
(lever). Glukosa dapat diubah menjadi glikogen yang sangat berguna untuk
membantu kerja hati dalam menyaring racun-racun dari zat yang sering merugikan
tubuh. Selain itu, glukosa jaringan otot.
Sedangkan, fruktosa disimpan sebagai cadangan dalam hati untuk digunakan bila
tubuh membutuhkan dan juga untuk mengurangi kerusakan hati (Purbaya, 2002;
Sarwono, 2001). Fruktosa dapat dikonsumsi oleh para penderita diabetes karena
transportasi fruktosa ke sel-sel tubuh tidak membutuhkan insulin, sehingga
tidak mempengaruhi keluarnya insulin. Di samping itu, kelebihan fruktosa adalah
memiliki kemanisan 2,5 kali dari glukosa (Winarno, 1982; Lehninger, 1990).
Penentuan
gula pereduksi selama ini dilakukan dengan metode pengukuran konvensional seperti
metode osmometri, polarimetri, dan refraktometri maupun berdasarkan reaksi
gugus fungsional dari senyawa sakarida tersebut (seperti metode Luff- Schorl,
Seliwanoff, Nelson-Somogyi dan lainlain). Hasil analisisnya adalah kadar gula
pereduksi total dan tidak dapat menentukan gula pereduksi secara individual.
Untuk menganalisis kadar masing-masing dari gula pereduksi penyusun madu dapat
dilakukan dengan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).
Metode ini mempunyai beberapa keuntungan antara lain dapat digunakan pada
senyawa dengan bobot molekul besar dan dapat dipakai untuk senyawa yang tidak
tahan panas (Gritter, et al., 1991; Dira Swantara, 1995).
Penentuan
kadar glukosa dan fruktosa dengan kromatografi ini juga harus mempertimbangkan berbagai
hal antara lain pemilihan detektor, kolom, pemilihan eluen, laju alir eluen
serta suhu kolom. Ini disebabkan karena hal-hal tersebut dapat mempengaruhi
resolusi dari tiap-tiap komponen. Bila dua puncak kromatogram dari dua komponen
terpisah sempurna maka dikatakan resolusi dua komponen tersebut sempurna.
Pemisahan masing-masing komponen dengan menggunakan alat KCKT harus dilakukan
pada kondisi optimum. Pemisahan yang baik adalah bila kromatogram masing-masing
komponen tidak saling tumpang tindih (Adnan, 1997; Noller, 1990). Penelitian
yang dilakukan oleh Dira Swantara (1995) menyatakan bahwa pemisahan dan
analisis senyawa mono- dan disakarida pada madu dan bahan sejenis lainnya dapat
dilakukan dengan menggunakan teknik KCKT. Kolom yang digunakan adalah
μBondapak-NH2 dan eluen campuran asetonitril:air (75 : 25) yang mengandung 1,0
x 10-5 M etanolamin. Laju alir ditentukan pada 0,6 mL/menit menggunakan detektor
UV pada panjang gelombang 195 nm. Namun dalam penelitian tersebut tidak dilihat
pengaruh suhu kolom terhadap pemisahan masing-masing komponen madu.
Berdasarkan
latar belakang tersebut, maka dipandang perlu dilakukan penelitian untuk
menentukan kadar glukosa dan fruktosa dalam madu dari jenis bunga yang berbeda
dengan metode KCKT. Sehingga kadar glukosa dan fruktosa dari kedua jenis madu
tersebut dapat dibandingkan. Penentuan kadar dilakukan dengan mengatur laju
alir eluen dan suhu kolom dengan menggunakan eluen air deionisasi, kolom
Metacarb 87C dan dideteksi dengan menggunakan detektor indeks bias. Kadar
glukosa dan fruktosa yang diukur adalah kadar dari dua jenis madu yang telah
memenuhi ketentuan SII (kadar gula pereduksi minimal 60 %) yaitu madu
kelengkeng dan madu randu. Madu-madu tersebut berasal dari satu merk tertentu
yang beredar di masyarakat.
MATERI DAN METODE
Bahan
Bahan-bahan
yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : air deionisasi, larutan standar
glukosa 5 % dan larutan standar fruktosa 5 %. Sampel penelitian adalah madu
randu dan madu kelengkeng yang telah memenuhi standar SII dari merk yang sama.
Tiap jenis madu digunakan dua buah sampel dan tiap sample dilakukan pengukuran
sebanyak dua kali.
Peralatan
Alat-alat
yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Seperangkat alat KCKT (buatan
ICI Instruments) yang dilengkapi dengan detektor indeks bias (Shodex RI SE-61)
serta integrator merek Shimadzu CR6A
Chromatopac; labu ukur 20 mL, 25 mL, 50 mL,
pipet volume 1,0 mL, 2,5 mL, 5 mL,
10 mL, 25 mL, 2,5 mL, alat sentrifugasi, kertas saring 0,45 μm.
Cara Kerja
Pembuatan Larutan Standar
Larutan
standar glukosa dan fruktosa dibuat dengan konsentrasi
masing-masing 5 % b/v. Adapun cara pembuatannya adalah sebagai berikut :
a. Masing-masing senyawa (glukosa
dan fruktosa) ditimbang sebanyak 1 g.
b.Senyawa-senyawa tersebut
dimasukkan ke dalam labu ukur 20 mL, kemudian ditambahaquades sampai tanda
batas (kadar glukosa dan fruktosa masing-masing 5 % b/v) Dari konsentrasi
tersebut dapat dibuat campuran dengan konsentrasi masing-masing 1 % ; 0,5 % ;
0,25 % ; dan 0,125 % dengan cara :
a. Campuran glukosa dan fruktosa 1
%. Ke dalam labu ukur 50 mL, dipipet masingmasing 10,0 mL larutan fruktosa 5 %,
ditambah 10,0 mL larutan glukosa 5 %. Ditambah dengan aquades sampai tanda
batas.
b. Campuran glukosa dan fruktosa 0,5
%. Ke dalam labu ukur 50 mL, dipipet masingmasing 5,0 mL larutan fruktosa 5 %
ditambah 5 mL larutan glukosa 5 %. Kemudian ditambah dengan aquades sampai
tanda batas.
c. Campuran glukosa dan fruktosa
0,25 %. Ke dalam labu ukur 50 mL, dipipet masingmasing 2,5 mL larutan fruktosa
5 % ditambah 5 mL larutan glukosa 5 %. Kemudian ditambah dengan aquades sampai
tanda batas.
d. Campuran glukosa dan fruktosa
0,125%
Campuran glukosa dan fruktosa 0,25 %
pada (c) dipipet 25,0 mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL. Campuran
tersebut ditambah dengan aquades sampai tanda batas. Masing-masing campuran
glukosa dan fruktosa tersebut disaring dengan kertas saring 0,45μm.
Penentuan Kondisi KCKT untuk
Pemisahan
Glukosa dan Fruktosa
Kondisi
analisis untuk penentuankandungan glukosa dan fruktosa pada sample madu adalah
pada kondisi pemisahan yang terbaik. Kondisi tersebut tercapai jika hasil
kromatogram masing-masing komponen tidak tumpang tindih satu dengan yang lain. Kromatogram
yang tidak tumpang tindih tersebut salah satunya dapat dicapai dengan mengatur
suhu kolom dan laju alir dari eluen. Kondisi pemisahan dapat ditentukan pada
saat pengukuran larutan standar, di mana eluen yang digunakan adalah air
deionisasi pada kolom metacarb 87C dan dideteksi dengan menggunakan detektor
indeks bias.
Pembuatan Kurva Standar
Larutan
standar glukosa dan fruktosa 0,125 % diinjeksikan sebanyak 20 μL
dengan menggunakan auto syringe injector. Biarkan sampai
semua komponen keluar dan terpisah dari kolom. Waktu retensi untuk masing-masing
komponen (glukosa dan fruktosa) dicatat. Langkah tersebut diulangi dengan menginjeksikan
20 μL larutan standar glukosa dan fruktosa 0,25 % kemudian dengan larutan standar
0,5 % dan 1 %. Plot hubungan antara konsentrasi larutan standar dengan luas
puncak dari masing-masing komponen. Hubungan antara konsentrasi dengan
luas puncak dapat dibuat persamaan regresi liniernya yaitu y = a + bx ,
a= ∑y-b.∑x
n
b= n∑xy-∑x.∑y
n∑x-(∑x)
Validasi Prosedur Analisis
a. Ketepatan
Ketepatan
dari metode yang digunakanditentukan dengan melakukan beberapa kali pengukuran
konsentrasi dari senyawa standar dengan konsentrasi yang sama. Ketepatan
dinyatakan dengan perbandingan antara nilai konsentrasi yang terukur dengan
nilai konsentrasi yang sebenarnya. Dari data yang diperoleh dicari prosentase
kesalahanrelatifnya dengan rumus :
%e= x-µ x 100%
µ
dimana :
x = konsentrasi rata-rata larutan standar
terukur
μ = konsentrasi larutan standar
(konsentrasi sebenarnya)
b. Ketelitian
Prosedurnya
sama dengan prosedur ketepatan, kemudian data yang didapat dihitung simpangan
bakunya (SB) dan % koefisien variansi (KV) dengan rumus :
dimana :
SB = Simpangan baku
KV = Koefisien variansi
x =
Konsentrasi rata-rata larutan standar terukur
c. Batas Deteksi
Batas
deteksi merupakan kadar analit yangmemberikan kadar analit yang memberi signal sebesar
signal blanko ditambah 3 kali simpang blanko.
y = yB + 3 sB
dimana :
yB = signal blanko
sB = simpang baku blanko
Dari persamaan regresi yang telah
dibuat, dapat dihitung batas deteksi untuk alat dengan mengasumsikan :
Penentuan Kadar Glukosa dan
Fruktosa
Analisis Sampel
Masing-masing
madu dipipet 0,5 mL dan diencerkan sampai volumenya tepat 50 mL kemudian
disentrifugasi selama 30 menit. Sampel tersebut disaring dengan kertas saring
0,45 μm. Sampel diinjeksikan sebanyak 20 μL pada alat kromatografi dan sistem
dibuat dengan kondisi pemisahan terbaik, semua komponen dibiarkan terpisah.
Hasil yang diperoleh dilakukan uji kualitatif dan uji kuantitatif (Nur, et
al., 1992).
Perhitungan Kadar Glukosa dan
Fruktosa
Kromatogram
yang dihasilkan berupa puncak-puncak untuk setiap senyawa yang dianalisis. Luas
area diukur secara otomatis oleh alat pengolah data. Uji kualitatif untuk
komponen glukosa dan fruktosa dalam sample dilakukan dengan mencocokkan waktu
retensi dari masing-masing puncak pada kromatogram sampel dengan waktu retensi
senyawa standar. Untuk uji kuantitatif, luas area komponenkomponen yang
dianalisis diplot ke dalam persamaan regresi linier.
Uji Statistik
Untuk
menguji ada tidaknya variasi yang nyata pada kadar glukosa dan fruktosa dari
tiap sampel madu, maka akan dilakukan uji statistic BNT terhadap data hasil
analisis (kadar glukosa dan fruktosa). Uji stastistik dilakukan dengan
menggunakan metode uji F.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian
ini telah melibatkan pengamatan sifat kromatografi senyawa senyawa standar secara individual yaitu
glukosa dan fruktosa, yang dilanjutkan dengan pemisahan senyawa-senyawa standar
tersebut dalam campurannya dengan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi. Kondisi-kondisi pemisahan diperoleh dari pengukuran senyawa-senyawa
glukosa dan fruktosa tersebut kemudian diaplikasikan untuk penentuan kadar
senyawa tersebut pada sample madu randu dan madu kelengkeng. Eluen yang digunakan adalah air deionisasi,
di samping murah juga tidak beracun. Air deionisasi memiliki sifat kepolaran
yang sesuai dengan karbohidrat dan ternyata dengan eluen tersebut pemisahan
glukosa dan fruktosa menghasilkan resolusi yang baik. Penelitian ini
menggunakan detektor indeks bias karena detektor tersebut sesuai untuk
pemisahan komponen-komponen karbohidrat.
Kromatografi Campuran Senyawa
Standar
Untuk
kromatografi campuran senyawa standar, dipilih beberapa kondisi yang diharapkan
dapat menghasilkan pemisahan glukosa dan fruktosa dengan resolusi yang baik.
Tabel 1. Hubungan antara laju alir
dan waktu retensi dari masing-masing komponen
Komponene
|
Konsentrasi(%)
|
Laju alir(mL/menit)
|
Wr(menit)
|
Glukosa
|
5
|
1
|
6,025
|
Fruktosa
|
5
|
1
|
7,822
|
Tabel 1
menunjukkan bahwa glukosa muncul sebagai puncak pada waktu retensi yang lebih
cepat daripada fruktosa. Hal ini disebabkan karena adanya interaksi yang lebih
kuat antara fruktosa (yang mengandung gugus keton) dengan fase diam daripada
interaksi antara glukosa (yang mengandung gugus aldehid) dengan fase diam.
Semakin mirip sifat kepolaran antara senyawa yang dipisahkan dengan fase diam,
maka interaksinya akan semakin kuat, sehingga waktu retensi dari senyawa
tersebut akan semakin lama.
Penentuan Kondisi KCKT untuk
Pemisahan
Glukosa dan Fruktosa
Kondisi
analisis untuk penentuan kandungan glukosa dan fruktosa pada sample madu adalah
pada kondisi pemisahan yang terbaik. Kondisi tersebut tercapai jika hasil
kromatogram masing-masing komponen tidak tumpang tindih satu dengan yang lain.
Kromatogram yang tidak tumpang tindih tersebut salah satunya dapat dicapai
dengan mengatur suhu kolom dan laju alir dari eluen.
Tabel 2. Hubungan antara laju alir, suhu dan
waktu retensi dari campuran senyawa standar(glukosa dan fruktosa)
Konsentrasi(%)
|
Laju alir (mL/menit)
|
Suhu(oC)
|
Wr(menit)
|
Resolusi pemisahan
|
|
Glukosa
|
Fruktosa
|
||||
1
|
0,6
|
75
|
6,310
|
7,957
|
6,76
|
80
|
6,522
|
7,895
|
5,40
|
||
1
|
70
|
6,495
|
7,823
|
7,85
|
|
80
|
6,212
|
7,793
|
9,32
|
Tabel 2 menunjukkan bahwa jika laju
alir dipercepat atau suhu kolom ditingkatkan,
maka komponen akan keluar sebagai
puncak pada waktu retensi yang lebih pendek.
Sedangkan jika laju alir diperlambat
atau suhu kolom diturunkan, maka komponen akan keluar sebagai puncak pada waktu
retensi yang lebih lama. Penelitian ini dilakukan pada laju alir 1 mL/menit
dengan suhu kolom 80°C karena pada saat tersebut diperoleh pemisahan yang baik.
Kedua komponen (glukosa dan fruktosa) dapat terpisahkan satu dengan yang lain
sampai garis alas.
Pada
kondisi ini glukosa dan fruktosa muncul pada waktu retensi yang relatif cepat
daripada kondisi-kondisi lainnya sehingga memerlukan eluen yang tidak terlalu
banyak sehingga lebih efisien. Selain itu, pada kondisi tersebut diperoleh
resolusi yang terbaik. Resolusi diartikan untuk menjelaskan bagaimana dua buah
pita / puncak dapat terpisah satu sama lain. Bila dua puncak kromatogram dari
dua senyawa terpisah sempurna maka dikatakan dua senyawa tersebut terpisah
secara sempurna atau resolusi dua senyawa tersebut sempurna. Resolusi antara
dua puncak merupakan fungsi dari tiga faktor yaitu : retensi, selektifitas, dan
efisiensi kolom. Retensi dan selektifitas merupakan fungsi sifat kimia fasa
gerak dan fasa diam. Retensi dapat dinyatakan melalui beberapa cara yakni waktu
retensi absolut, waktu retensi terkoreksi atau factor kapasitas.
Selektifitas
merupakan ukuran kemempuan fasa diam untuk membedakan dua senyawa. Efisiensi
kolom merupakan ukuran seberapa luas pita-pita komponen menyebar dalam
perjalanannya sepanjang kolom. Suatu kolom yang lebih efisien akan menghasilkan
puncak yang lebih sempit dari kolom yang kurang efisien, untuk waktu retensi
yang sama. Penelitian yang dikerjakan oleh Dira Swantara (1995) menyatakan
bahwa pemisahan dan analisis senyawa mono- dan disakarida pada madu dan bahan
sejenisnya dapat dilakukan dengan teknik KCKT. Dalam penelitian tersebut,
sampel madu diambil secara acak tanpa melihat jenis bunganya. Pada penelitian
yang dilakukan, sampel madu adalah madu yang diambil dari jenis bunga yang
berbeda yaitu randu dan kelengkeng. Kolom yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kolom Metacarb 87C dengan eluen air deionisasi. Kolom tersebut dipilih
karena menggunakan eluen air deionisasi yang relative murah dan tidak beracun.
Penelitian sebelumnya menggunakan kolom μBondapak-NH2 dan eluen campuran
asetonitril:air (75 : 25) yang mengandung 1,0 x 10-5 M etanolamin. Eluen yang
digunakan pada penelitian tersebut relative mahal. Selain itu dalam penelitian
ini juga dilihat pengaruh suhu kolom dan laju alir, sedangkan dalam penelitian
sebelumnya hanya dilihat pengaruh laju alir terhadap pemisahan masingmasing
komponen.
Analisis Kadar Glukosa dan
Fruktosa Pada Sampel Madu
(a) Perlakuan Sampel
Sampel
madu yaitu madu kelengkeng dan madu randu dipipet sebanyak 0,5 mL.
Sampel diencerkan sampai volumenya
50 mL. Sampel disentrifugasi selama 30 menit. Tujuan dari sentrifugasi adalah
untuk memisahkan komponen yang larut dalam air dengan yang tidak larut dalam
air. Hasil dari sentrifugasi adalah terbentuknya dua lapisan. Lapisan atas
diambil dan dilakukan penyaringan dengan kertas saring 0,45 μm. Filtrat hasil
penyaringan kemudian diambil 20μL dan disuntikkan ke alat KCKT.
(b) Pola Kromatogram Sampel
Kromatogram-kromatogram
sample madu mempunyai pola yang sederhana. Pada
kondisi kromatografi yang digunakan,
senyawa standar glukosa dan fruktosa keluar sebagai puncak dengan waktu retensi
masing-masing 6,212 menit dan 7,793 menit. Berdasarkan pola kromatogram sample yang
dianalisis, terlihat bahwa pemisahan glukosa dan fruktosa dalam sampel madu
dapat dilakukan dengan baik. Pada kromatogram juga terlihat adanya komponen komponen
lain yang kemungkinan merupakan sakarida-sakarida lain yang juga menyusun madu
seperti sukrosa, maltosa, laktosa dan karbohidrat lainnya. Namun keberadaan
komponen lain tersebut tidak menganggu identifikasi komponen utama.
(c) Analisis Kuantitatif (Kadar
Glukosa dan Fruktosa)
Hasil perhitungan
konsentrasi glukosa dan fruktosa dalam sampel madu disajikan pada Tabel 5
berikut.
Tabel 5. Kadar glukosa dan fruktosa
dalam
sampel madu
Sampel Kadar(%)
Madu Glukosa Fruktosa
R1 27,57 ±
(3,53x10-4) 41,62 ± (7,07x10-5)
R2 27,04 ± (4,60x10-3) 40,37
± (1,41x10-4)
Ratarata 27,13 40,99
K1 28,23 ± (1,41x10-4) 41,26 ± (1,41x10-4)
K2 27,94
± (2,83x10-4) 38,79 ± (5,66x10-4)
Ratarata 28,09 40,03
Keterangan :
R1 = Madu randu (sampel 1)
R2 = Madu randu (sampel 2)
K1 = Madu kelengkeng ( sampel 1)
K2 = Madu kelengkeng (sampel 2)
Hasil pada
Tabel 5 terlihat bahwa pada semua sampel madu, kadar fruktosa lebih tinggi daripada
glukosa. Jika dilihat dari nilai rata-rata kadar glukosa, maka kadar glukosa
pada madu kelengkeng lebih tinggi daripada madu randu. Sedangkan nilai
rata-rata kadar fruktosa pada madu randu lebih tinggi daripada kadar fruktosa pada
madu kelengkeng. Ini berarti bahwa madu randu memiliki rasa yang lebih manis
daripada madu kelengkeng karena fruktosa memiliki kemanisan 2,5 kali dari
glukosa. Pada ketentuan SII ditetapkan bahwa kadar gula pereduksi (glukosa dan
fruktosa) total minimal 60 %. Tabel 5 menunjukkan bahwa sampel madu yang
dianalisis telah memenuhi ketentuan SII, dimana kadar gula pereduksi total pada
madu randu sebesar 68,12 % dan pada madu kelengkeng sebesar 68,12 %.
Pada madu palsu, madu tersebut tidak memenuhi
ketentuan SII, seperti kadar air yang cukup tinggi, kadar sukrosa yang melebihi
ketentuan atau total gula pereduksi yang kurang dari 60 %. Hal ini disebabkan
karena pada madu palsu sering dilakukan pengenceran atau ditambah dengan komponen
lain seperti pemanis buatan, gula pasir, dan pewarna makanan. Pada beberapa kasus
madu palsu, kadar total gula pereduksi (glukosa dan fruktosa) masih dapat
memenuhi ketentuan SII. Ini disebabkan karena jika proses penyimpanan madu
cukup lama, maka sukrosa yang terdapat pada madu akan mengalami peruraian membentuk
glukosa dan fruktosa. Penelitian yang dilakukan oleh Dira Swantara (1995)
menunjukkan bahwa kadar total glukosa dan fruktosa pada madu diperoleh sekitar
79 %, dimana kadar fruktosa lebih besar daripada kadar glukosa. Penelitian
tersebut juga melihat kadar sukrosa dari masing-masing sampel. Namun, kadar
sukrosa jauh lebih rendah daripada glukosa dan fruktosa. Pada beberapa madu
yang diduga palsu, ternyata kadar sukrosa lebih tinggi daripada kadar glukosa
dan fruktosa.
SIMPULAN
DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan
hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut :
- Pemisahan dan analisis kadar glukosa dan fruktosa pada madu randu dan madu kelengkeng dapat dilakukan menggunakan teknik KCKT. Kolom yang digunakan adalah kolom metacarb 87C dengan eluen air deionisasi. Kondisi operasional yang terbaik diperoleh pada suhu kolom 80ºC dan laju alir 1 mL/menit dengan menggunakan detektor indeks bias.
- Kadar glukosa pada madu randu adalah sebesar 27,31 % dan pada madu kelengkeng sebesar 28,09 %. Sedangkan kadar fruktosa pada madu randu sebesar 40,99 % dan pada madu kelengkeng sebesar 40,03 %.
- Kadar glukosa dan fruktosa dari tiap-tiap sampel madu telah memenuhi syarat mutu madu nasional (SII) dimana kadar gula pereduksi total pada madu randu sebesar 68,12 % dan pada madu kelengkeng sebesar 68,12 %.
Saran
Sesuai hasil penelitian, dapat dikemukakan
saran sebagai berikut :
- Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kandungan senyawa sakarida lain selain glukosa dan fruktosa dalam madu seperti sukrosa, maltosa,dan laktosa.
- Perlu dilakukan penelitian mengenai syarat mutu madu selain glukosa dan fruktosa
- untuk menentukan kualitas madu seperti enzim, dan kadar dekstrin.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/udejournal/j-kim-vol2-no2-ratna.pdf