Mikoriza
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Mikoriza merupakan jamur yang hidup
secara bersimbiosis
dengan sistem perakaran tanaman tingkat tinggi. Walau ada juga yang
bersimbiosis dengan rizoid (akar semu) jamur.
Mikoriza mrupakan simbion yang obligat dan
memerlukan akar tanaman untuk melengkapi daur hidupnya
Pembagian Mikoriza
Mikoriza secara umum terbagi atas 2 (dua)
golongan, yaitu : ektomikoriza dan endomikoriza. Pembagian ini didasarkan
pada tempat mikoriza bersimbiosis pada akar.
Ektomikoriza : merupakan mikoriza yang
menginfeksi permukaan luar tanaman dan di antara sel-sel apeks akar.
Endomikoriza : merupakan mikoriza yang
menginfeksi bagian dalam akar tanaman di dalam dan di antara sel-sel apeks
akar.
Mikoriza, Tanah dan Tanaman di Lahan Kering
20 Juni
2007 — La An
Mikoriza merupakan
asosiasi simbiotik antara akar tanaman dengan jamur. Asosiasi antara akar
tanaman dengan jamur ini memberikan manfaat yang sangat baik bagi tanah dan
tanaman inang yang merupakan tempat jamur tersebut tumbuh dan berkembang biak.
Prinsip kerja dari mikoriza ini adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman
inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang
mengandung mikoriza tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan
unsur hara (Iskandar, 2002).
Mikoriza merupakan salah
satu dari jenis jamur. Jamur merupakan suatu alat yang dapat memantapkan
struktur tanah. Menurut Hakim, dkk (1986) faktor-faktor yang terlibat dalam
pembentukan struktur adalah organisme, seperti benang-benang jamur yang dapat
mengikat satu partikel tanah dan partikel lainnya. Selain akibat dari
perpanjangan dari hifa-hifa eksternal pada jamur mikoriza, sekresi dari
senyawa-senyawa pilysakarida, asam organik dan lendir yang di produksi juga
oleh hifa-hifa eksternal, akan mampu mengikat butir-butir primer/agregat mikro
tanah menjadi butir sekunder/agregat makro. Agen organik ini sangat penting
dalm menstabilkan agregat mikro dan melalui kekuatan perekat dan pengikatan
oleh asam-asam dan hifa tadi akan membentuk agregat makro yang mantap (Subiksa,
2002).
Pembentukan struktur
tanah yang baik merupakan modal bagi perbaikan sifat fisik tanah yang lain.
Sifat-sifat fisik tanah yang diperbaiki akibat terbentuknya struktur tanah yang
baik seperti perbaikan porositas tanah, perbaikan permeabilitas tanah serta
perbaikan dari pada tata udara tanah.
Perbaikan dari struktur
tanah juga akan berpengaruh langsung terhadap perkembangan akar tanaman. Pada
lahan kering dengan makin baiknya perkembangan akar tanaman, akan lebih mempermudah
tanaman untuk mendapatkan unsur hara dan air, karena memang pada lahan kering
faktor pembatas utama dalam peningkatan produktivitasnya adalah kahat unsur
hara dan kekurangan air.
Akibat lain dari
kurangnya ketersediaan air pada lahan kering adalah kurang atau miskin bahan
organik. Kemiskinan bahan organik akan akan memburukkan struktur tanah,
lebih-laebih pada tanah yang bertekstur kasar sehubungan dengan taraf pelapukan
rendah
Kendala pokok
pembudidayaan lahan kering ialah keterbatasan air, baik itu curah hujan maupun
air aliran permukaan. Notohadinagoro (1997) mengatakan bahwa tingkat kekeringan
pada lahan kering sampai batas tertentu dipengaruhi oleh daya tanah menyimpan
air. Tingkat kekeringan berkurang atau masa tanpa kekurangan air (water stress)
bertambah panjang apabila tanah mempunyai daya simpan air besar. Sebaliknya
tingkat kekeringan meningkat, atau masa dengan dengan kekurangan air bertambah
panjang apabila tanah mempunyai daya simpan air kecil. Lama waktu tanpa atau
dengan sedikit kekurangan air menentukan masa musim pertumbuhan tanaman,
berarti lama waktu pertanaman dapat dibudidayakan secara tadah hujan.
Inokulasi mikoriza yang
mempunyai hifa akan membantu proses penyerapan air yang terikat cukup kuat pada
pori mikro tanah. Sehingga panjang musim tanam tanaman pada lahan kering
diharapkan dapat terjadi sepanjang tahun.
Sumber:
Hakim, Nurhajati., M. Yusuf Nyakpa, A.M. Lubis, Sutopo
Ghani Nugroho, M. Rusdi Saul, M. Amin Diha, Go Ban Hong, H.H. Bailey. 1986.
Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung
Iskandar, Dudi. 2002. Pupuk Hayati Mikoriza Untuk
Pertumbuhan dan Adapsi Tanaman Di Lahan Marginal. ____________
Notohadinagoro, Tejoyuwono. 1997. Bercari manat
Pengelolaan Berkelanjutan Sebagai Konsep Pengembangan Wilayah Lahan Kering.
Makalah Seminar Nasional dan Peatihan Pengelolaan Lahan Kering FOKUSHIMITI di
Jember. Universitas Jember. Jember
Subiksa, IGM. 2002. Pemanfatan Mikoriza Untuk
Penanggulangan Lahan Kritis. Makalah Falsafah Sains Program Pasca Sarjana
Institut Pertanian Bogor. Bogor
MIKORIZA
16 Maret 2007 — La An
Asosiasi simbiotik antara jamur
dengan akar tanaman yang membentuk jalinan interaksi yang kompleks dikenal
dengan mikoriza yang secara harfiah berarti “akar jamur” (Atmaja, 2001). Secara
umum mikoriza di daerah tropika tergolong didalam dua tipe yaitu: Mikoriza
Vesikular-Arbuskular (MVA)/Endomikoriza dan Vesikular-Arbuskular Mikoriza
(VAM)/Ektomikoriza. Jamur ini pada umumnya tergolong kedalam kelompok ascomycetes
dan basidiomycetes (Pujianto, 2001).
Mikoriza berasal dari kata Miko
(Mykes = cendawan) dan Riza yang berarti Akar tanaman. Struktur yang terbentuk
dari asosiasi ini tersusun secara beraturan dan memperlihatkan spektrum yang
sangat luas baik dalam hal tanaman inang, jenis cendawan maupun penyebarannya.
Nahamara (1993) dalam Subiksa (2002) mengatakan bahwa mikoriza adalah suatu
struktur yang khas yang mencerminkan adanya interaksi fungsional yang saling
menguntungkan antara suatu tumbuhan tertentu dengan satu atau lebih galur
mikobion dalam ruang dan waktu.
Kondisi lingkungan tanah yang
cocok untuk perkecambahan biji juga cocok untuk perkecambahan spora mikoriza.
Demikian pula kindisi edafik yang dapat mendorong pertumbuhan akar juga sesuai
untuk perkembangan hifa. Jamu mikoriza mempenetrasi epidermis akar melalui
tekanan mekanis dan aktivitas enzim, yang selanjutnya tumbuh menuju korteks.
Pertumbuhan hifa secara eksternal terjadi jika hifa internal tumbuh dari
korteks melalui epidermis. Pertumbuhan hifa secara eksternal tersebut terus
berlangsung sampai tidak memungkinnya untuk terjadi pertumbuhan lagi. Bagi
jamur mikoriza, hifa eksternal berfungsi mendukung funsi reproduksi serta untuk
transportasi karbon serta hara lainnya kedalam spora, selain fungsinya untuk
menyerap unsur hara dari dalam tanah untuk digunakan oleh tanaman (Pujianto,
2001)
Atmaja (2001) mengatakan bahwa
pertumbuhan Mikoriza sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti:
1. Suhu
Suhu yang
relatif tinggi akan meningkatka aktifitas cendawan. Untuk daerah tropika basah,
hal ini menguntungkan. Proses perkecambahan pembentukkan MVA melalui tiga tahap
yaitu perkecambahan spora di tanah, penetrasi hifa ke dalam sel akar dan
perkembangan hifa didalam konteks akar. Suhu optimum untuk perkecambahan spora
sangat beragam tergantung jenisnya. Beberapa Gigaspora yang diisolasi dari
tanah Florida, diwilayah subtropika mengalami perkecambahan paling baik pada
suhu 34°C, sedangkan untuk spesies Glomus yang berasal dari wilayah beriklim
dingin, suhu optimal untuk perkecambahan adalah 20°C. Penetrasi dan
perkecambahan hifa diakar peka pula terhadap suhu tanah. Pada umumnya infeksi
oleh cendawan MVA meningkat dengan naiknya suhu. Schreder (1974) dalam Atmaja
(2001) menemukan bahwa infeksi maksimum oleh spesies Gigaspora yang diisolasi
dari tanah Florida terjadi pada suhu 30-33°C. Suhu yang tinggi pada siang hari
(35°C) tidak menghambat perkembangan dan aktivitas fisiologis MVA. Peran
mikoriza hanya menurun pada suhu diatas 40°C. Suhu bukan merupakan faktor
pembatas utama dari aktifitas MVA. Suhu yang sangat tinggi berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman inang. MVA mungkin lebih mampu bertahan terhadap suhu
tinggi pada tanah bertekstur berat dari pada di tanah berpasir.
2. Kadar air tanah
Untuk
tanaman yang tumbuh didaerah kering, adanya MVA menguntungkan karena dapat
meningkatkan kemampuan tanaman untuk tumbuh dan bertahan pada kondisi yang
kurang air (Vesser et el,1984dalam Pujianto, 2001). Adanya MVA dapat
memperbaiki dan meningkatkan kapasitas serapan air tanaman inang. Ada beberapa
dugaan mengapa tanaman bermikoriza lebih tahan terhadap kekeringan diantaranya
adalah:
- adanya mikoriza resitensi akar terhadap gerakan
air menurun sehingga transfer iar ke akar meningkat.
- Tanaman kahat P lebih peka terhadap kekeringan,
adanya MVA menyebabkan status P tanaman meningkat sehingga menyebabkan daya
tahan terhadap kekeringan meningkat pula.
- Adanya hifa eksternal menyebabkan tanaman
ber-MVA lebih mampu mendapatkan air daripada yang tidak ber-MVA tetapi jika
mekanisme ini yang terjadi berarti kandungan logam-logam lebih cepat menurun.
Penemuan akhir-akhir ini yang menarik adanya hubungan antara potensial air
tanah dan aktifitas mikoriza. Pada tanaman bermikoriza jumlah air yang
dibutuhkan untuk memproduksi 1gram bobot kering tanaman lebih sedikit daripada
tanaman yang tidak bermikoriza.
- Tanaman mikoriza lebih tahan terhadap
kekeringan karena pemakaian air yang lebih ekonomis.
- Pengaruh tidak langsung karena adanya miselin
eksternal menyebabkan MVA efektif didalam mengagregasi butir-butir tanah
sehingga kemampuan tanah menyimpan air meningkat.
3. pH tanah
Cendawan
pada umumnya lebih tahan lebih tahan terhadap perubahan pH tanah. Meskipun
demikian daya adaptasi masing-masing spesies cendawan MVA terhadap pH tanah
berbeda-beda, karena pH tanah mempengaruhi perkecambahan, perkembangan dan
peran mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman. Glomus fasciculatus berkembang
biak pada pH masam. Pengapuran menyebabkan perkembangan G. fasciculatus menurun
(Mosse, 1981 dalam Atmaja, 2001). Demikian pula peran G.fasciculatus di dalam
meningkatkan pertumbuhan tanaman pada tanah masam menurun akibat pengapuran
(Santoso, 1985). Pada pH 5,1 dan 5,9 G. fasciculatus menampakkan pertumbuhan
yang terbesar, G. fasciculatus memperlihatkan pengaruh yang lebih besar
terhadap pertumbuhan tanaman justru kalau pH 5,1 G. Mosseae memberikan pengaruh
terbesar pada pH netral sampai alkalis (pH 6,0-8,1).
Perubahan pH
tanah melalui pengapuran biasanya berdampak merugikan bagi perkembangan MVA
asli yang hidup pada tanah tersebut sehingga pembentukan mikoriza menurun
(Santosa, 1989). Untuk itu tindakan pengapuran dibarengi tindakan inokulasi
dengan cendawan MVA yang cocok agar pembentukan mikoriza terjamin.
4. Bahan organik
Bahan
organic merupakan salah satu komponen penyusun tanah yang penting disamping air
dan udara. Jumlah spora MVA tampaknya berhubungan erat dengan kandungan bahan
organic didalam tanah. Jumlah maksimum spora ditemukan pada tanah-tanah yang
mengandung bahan organic 1-2 persen sedangkan pada tanah-tanah berbahan organic
kurang dari 0,5 persen kandungan spora sangat rendah (Pujianto, 2001). Residu
akar mempengaruhi ekologi cendawan MVA, karena serasah akar yang terinfeksi
mikoriza merupakan sarana penting untuk mempertahankan generasi MVA dari satu
tanaman ke tanaman berikutnya. Serasah akar tersebut mengandung hifa,vesikel
dan spora yang dapat menginfeksi MVA. Disamping itu juga berfungsi sebagai
inokulasi untuk tanaman berikutnya.
5. Cahaya dan ketersediaan hara
Bjorman
dalam Gardemann (1983) dalam Atmaja (2001) menyimpukan bahwa dalam intensitas
cahaya yang tinggi kekahatan sedang nitrogen atau fosfor akan meningkatkan
jumlah karbohidrat di dalam akar sehingga membuat tanaman lebih peka terhadap
infeksi cendawan MVA. Derajat infeksi terbesar terjadi pada tanah-tanah yang
mempunyai kesuburan yang rendah. Pertumbuhan perakaran yang sangat aktif jarang
terinfeksi oleh MVA. Jika pertumbuhan dan perkembangan akar menurun infeksi MVA
meningkat.
Peran
mikoriza yang erat dengan peyediaan P bagi tanaman menunjukkan keterikatan
khusus antara mikoriza dan status P tanah. Pada wilayah beriklim sedang
konsentrasi P tanah yang tinggi menyebabkan menurunnya infeksi MVA yang mungkin
disebabkan konsentrasi P internal yang tinggi dalam jaringan inang (Santosa,
1989).
Hayman (1975)
dala Atmaja (2001) mengadakan studi yang mendalam mengenai pemupukan N dan P
terhadap MVA pada tanah di wilayah beriklim sedang. Pemupukkan N (188 kg N/ha)
berpengaruh buruk terhadap populasi MVA. Petak yang tidak dipupuk mengandung
jumlah spora 2 hingga 4 kali lebih banyak dan berderajat infeksi 2 hingga 4
kali lebih tinggi dibandingkan petak yang menerima pemupukkan. Hayman mengamati
bahwa pemupukkan N lebih berpengaruh daripada pemupukkan P, tetapi peneliti
lain mendapatkan keduanya memiliki pengaruh yang sama.
6. Logam berat dan unsur lain
Pada
percobaan dengan menggunakan tiga jenis tanah dari wilayah iklim sedang
didapatkan bahwa pengaruh menguntungkan karena adanya MVA menurun dengan
naiknya kandungan Al dalam tanah. Aluminium diketahui menghambat muncul jika ke
dalam larutan tanah ditambahkan kalsium (Ca). Jumlah Ca didalam larutan tanah
rupa-rupanya mempengaruhi perkembangan MVA. Tanaman yang ditumbuhkan pada tanah
yang memiliki derajat infeksi MVA yang rendah. Hal ini mungkin karena peran Ca2+
dalam memelihara integritas membran sel.
Beberapa
spesies MVA diketahui mampu beradaptasi dengan tanah yang tercemar seng (Zn),
tetapi sebagian besar spesies MVA peka terhadap kandungan Zn yang tinggi. Pada
beberapa penelitian lain diketahui pula bahwa strain-strain cendawan MVA
tertentu toleran terhadap kandungan Mn, Al dan Na yang tinggi.
7. Fungisida
Fungisida
merupakan racun kimia yang diracik untuk membunuh cendawan penyebab penyakit
pada tanaman, akan tetapi selain membunuh cendawan penyebab penyakit fungisida
juga dapat membunuh mikoriza, dimana pemakainan fungisida ini menurunkan
pertumbuhan dan kolonisasi serta kemampuan mikoriza dalam menyerap P.
Beberapa
manfaat yang dapat diperoleh tanaman inang dari adanya asosiasi mikoriza adalah
sebagai berikut (Rahayu dan Akbar, 2003):
- Meningkatkan penyerapan unsur hara
Tanaman yang bermikoriza
biasanya tumbuh lebih baik dari pada yang tidak bermikoriza, dapat meningkatkan
penyerapan unsur hara makro dan beberapa unsure hara mikro. Selain itu akar
tanaman yang bermikoriza dapat menyerap unsure hara dalam bentuk terikat dan
tidak tersedia untuk tanaman (Serrano, 1985 dalam Suhardi, 1992 dalam Rahayu
dan Akbar, 2003).
De la Cruz (1981) dalam Atmaja
(2001) melaporkan lebih banyak lagi unsure hara yang serapannya meningkat dari
adanya mikoriza. Unsure hara yang meningkat penyerapannya adalah N, P, K, Ca,
Mg, Fe, Cu, Mn dan Zn. Hubungan antara MVA dengan organisme tanah tidak bias
diabaikan, karena secara bersama-sama keduanya membantu pertumbuhan tanaman.
- Tahan terhadap serangan pathogen
Mikoriza dapat berfungsi
sebagai pelindung biologi bagi terjadinya infeksi patogen akar. Mekanisme
perlindungan ini bias diterangkan sebagai berikut:
☺
adanya lapisan hifa (mantel) dapat berfungsi sebagai pelindung fisik untuk masuknya
pathogen
☺
mikoriza menggunakan hampir semua kelebihan karbohidrat dan eksudat akar
lainnya, sehinga tidak cocok bagi patogen.
☺
fungi mikoriza dapat melepaskan antibiotik yang dapat menghambat perkembangan
patogen.
- Sebagai konservasi tanah
Fungi mikoriza yang
berasosiasi dengan akar berperan dalam konservasi tanah, hifa tersebut sebagai
kontributor untuk menstabilkan pembentukan struktur agregat tanah dengan cara
mengikat agregat-agregat tanah dan bahan organic tanah.
- Mikoriza dapat memproduksi hormon dan zat
pengatur tumbuh
Fungi mikoriza dapat
memberikan hormon seperti auxin, sitokinin, giberellin, juga zat pengatur
tumbuh seperti vitamin kepada inangnya.
- Sebagai sumber pembuatan pupuk biologis.
- Fungi ini dapat diisolasi, dimurnikan dan diperbanyak
dalam biakan monnesenil.
- Isolat-isolat tersebut dapat dikemas dalam
bentuk inokulum dan sebagai sumber material pembuat pupuk biologis yang dapat
beradaptasi pada kondisi daerah setempat (Setiadi, 1994).
- Sinergis dengan mikroorganisme lain
Keberadaan mikoriza juga
bersifat sinergis denagn mikroba potensial lainnya seperti bakteri penambat N
dan bakteri pelarut fosfat.
- Mempertahankan keanekaragaman tumbuhan
Fungi mikoriza berperan
dalam mempertahankan stabilitas keanekaragaman tumbuhan dengan cara transfer
nutrisi dari satu akar tumbuhan ke akar tumbuhan lainnya yang berdekatan
melalui struktur yang disebut Bridge Hypae.
Pustaka
Atmaja,
I Wayan Dana. 2001. Bioteknologi Tanah (Ringkasan Kuliah). Jurusan Tanah
Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Denpasar
Iskandar,
Dudi. 2002. Pupuk Hayati Mikoriza Untuk Pertumbuhan dan Adapsi Tanaman Di Lahan
Marginal. ____________
Notohadinagoro,
Tejoyuwono. 1997. Bercari manat Pengelolaan Berkelanjutan Sebagai Konsep
Pengembangan Wilayah Lahan Kering. Makalah Seminar Nasional dan Peatihan
Pengelolaan Lahan Kering FOKUSHIMITI di Jember. Universitas Jember. Jember
Pujiyanto.
2001. Pemanfatan Jasad Mikro, Jamu Mikoriza dan Bakteri Dalam Sistem Pertanian
Berkelanjutan Di Indonesia: Tinjauan Dari Perspektif Falsafah Sains. Makalah
Falsafah Sains Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor
Rahayu,
Novi., dan Ade Kusuma Akbar. 2003. Pemanfaatan Mikoriza dan Bahan Organik Dalam
Rangka Reklamasi Lahan Pasca Penambangan. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas
Pertanian Universitas Tanjungpura. Pontianak
Santosa,
Dwi Andreas. 1989. Teknik dan Metode Penelitian Mikorisa Vesikular-Arbuskular.
Laboraturium Biologi Tanah Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian
Bogor. Bogor
Subiksa,
IGM. 2002. Pemanfatan Mikoriza Untuk Penanggulangan Lahan Kritis. Makalah
Falsafah Sains Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor
Suwardji.
2003. Profil Wilayah Lahan Kering Propinsi NTB: Potensi, Tantangan dan strategi
Pengembangannya. Makalah Seminar Nasional FOKUSHIMITI BEW III di Mataram.
Universitas Mataram. Mataram