Delapan Mata Air Kecemerlangan
Oleh : Anis Matta Islam datang dengan 2 pesona; pesona kebenaran yang abadi
dan pesona manusia muslim yang temporal. Dan pada setiap momentum sejarah
di mana kedua pesona itu bertemu, Islam selalu berada di puncak kekuatan dan
kejayannya. Akan tetapi, itulah masalah Islam saat ini. Ia memang tidak akan
pernah kehilangan pesona kebenarannya, karena kebenarannya bersifat abadi.
Namun, ia kini masih kehilangan pesona manusianya. Buku Delapan Mata Air
Kecemerlangan ini merupakan upaya Anis Matta menjawab problematika itu. Untuk
menjadikan muslim sebagai pesona Islam, maka kita harus mempertemukan
manusia-manusia muslim itu dengan mata air kecemerlangannya.
Mata Air Pertama: Konsep Diri
Konsep diri adalah suatu kesadaran pribadi yang utuh, kuat, jelas, dan mendalam
tentang visi dan misi hidup; pilihan jalan hidup beserta prinsip dan nilai yang
membentuknya; peta potensi; kapasitas dan kompetensi diri; peran yang menjadi
wilayah aktualisasi dan kontribusi; serta rencana amal dan karya unggulan. Konsep
Diri menciptakan perasaan terarah dalam struktur kesadaran pribadi kita.
Keterarahan adalah salah satu mata air kecemerlangan.
Konsep Diri manusia Muslim adalah kesadaran yang mempertemukan antara
kehendak-kehendaknya sebagai manusia; antara model manusia Muslim yang ideal
dan universal dengan kapasitas dirinya yang nyata dan unik, antara nilai-nilai Islam
yang komprehensif dan integral dengan keunikan-keunikan pribadinya sebagai
individu; antara ruang aksi dan kreasi yang disediakan Islam dengan kemampuan
pribadinya untuk beraksi dan berkreasi; dan antara idealisme Islam dengan realitas
pribadinya.
Mata Air Kedua: Cahaya Pikiran
Perubahan, perbaikan, dan pengembangan kepribadian harus selalu dimulai dari
pikiran kita. Sebab, tindakan, perilaku, sikap, dan kebiasaan kita sesungguhnya
ditentukan oleh pikiran-pikiran yang memenuhi benak kita. Bukan hanya itu,
semua emosi atau perasaan yang kita rasakan dalam jiwa kita seperti kegembiraan
dan kesedihan, kemarahan dan ketenangan, juga ditentukan oleh pikiran-pikiran
kita. Kita adalah apa yang kita pikirkan.
page 1 / 6
Maka, kekuatan kepribadian kita akan terbangun saat kita mulai memikirkan
pikiran-pikiran kita sendiri, memikirkan cara kita berpikir, memikirkan kemampuan
berpikir kita, dan memikirkan bagaimana seharusnya kita berpikir. Benih dari
setiap karya-karya besar yang kita saksikan dalam sejarah, selalu terlahir pertama
kali di sana: di alam pikiran kita. Itulah ruang pertama dari semua kenyataan hidup
yang telah kita saksikan.
Mata Air Ketiga: kekuatan Tekad
Tekad adalah jembatan di mana pikiran-pikiran masuk dalam wilayah fisik dan
menjelma menjadi tindakan. Tekad adalah energi jiwa yang memberikan kekuatan
kepada pikiran untuk merubahnya menjadi tindakan.
Pikiran tidak akan pernah berujung dengan tindakan, jika ia tidak turun dalam
wilayah hati, dan berubah menjadi keyakinan dan kemauan, serta kemudian
membulat menjadi tekad. Begitu ia menjelma jadi tekad, maka ia memperoleh
energi yang akan merangsang dan menggerakkan tubuh untuk melakukan
perintah-perintah pikiran.
Bila tekad itu kuat dan membaja, maka tubuh tidak dapat, atau tidak sanggup
menolak perintah-perintah pikiran tersebut. Akan tetapi, bila tekad itu tidak terlalu
kuat, maka daya rangsang dan geraknya terhadap tubuh tidak akan terlalu kuat,
sehingga perintah-perintah pikiran itu tidak terlalu berwibawa bagi tubuh kita.
Maka, kekuatan dan kelemahan kepribadian seseorang sangat ditentukan oleh
sebesar apa tekadnya, yang merupakan energi jiwa dalam dirinya. Tekad yang
membaja akan meloloskan setiap pikiran di sleuruh prosedur kejiwaan, dan segera
merubahnya menjadi tindakan.
Mata Air Keempat: Keluhuran Sifat
Pada akhirnya semua kekuatan internal –kosep diri, pikiran dan tekad- yang telah
page 2 / 6
kita bangun dalam diri kita, haruslah bermuara pada munculnya sifat-sifat
keluhuran. Kecemerlangan seseorang di dalam hidup sesungguhnya berasal –salah
satunya- dari mata air keluhuran budi pekertinya. Dari mata air keluhuran itu,
semua nilai-nilai kemanusiaan yang mulia terjalin menjadi satu kesatuan, dan
menampakkan diri dalam bentuk sifat-sifat terpuji.
Sifat-sifat itulah yang akan tampak di permukaan kepribadian kita, mewakili
keseluruhan pesona kekuatan kepribadian yang kita miliki, yang sebagiannya
terpendam di kedalaman dasar kepribadian kita. Kekuatan pesona sifat-sifat
keluhuran itu seperti sihir, yang akan menaklukkan akal dan hati orang-orang yang
ada di sekitarnya, atau yang bersentuhan dengannya secara langsung.
Setiap sifat memiliki akar tersendiri yang terhunjam dalam di kedalaman pikiran
dan emosi kita. Seperti juga pohon, sifat-sifat itu tersusun sedemikian rupa di mana
sebagian mereka melahirkan sebagian yang lain. Ada sejumlah sifat-sifat tertentu
yang berfungsi seperti akar pada pohon, yang kemudian tumbuh berkembang
menjadi batang, dahan dan ranting, daun dan buah. Demikianlah kita tahu bahwa
semua sifat keluhuran berakar pada lima sifat: cinta kebenaran, kesabaran, kasih
sayang, kedermawanan, dan keberanian.
Mata Air Kelima: Manajemen Aset Fundamental
Obsesi-obsesi besar, pikiran-pikiran besar, dan kemauan-kemauan besar selalu
membutuhkan daya dukung yang juga sarana besarnya. Salah satunya dalam
bentuk pengelolaan dua aset fundamental secara baik, yaitu kesehatan dan waktu.
Fisik adalah kendaraan jiwa dan pikiran. Perintah-perintah pikiran dan
kehendak-kehendak jiwa tidak akan terlaksana dengan baik, bila fisik tidak berada
dalam kondisi kesehatan yang prima. Kadang-kadang, jumlah “penumpang” yang
mengendarai fisik kita melebihi kapasitasnya dan membuatnya jadi oleng. Akan
tetapi, perawatan yang baik akan menciptakan keseimbangan yang rasional antara
muatan dan kapasitas kendaraan.
Waktu adalah kehidupan. Setiap manusia diberikan kehidupan sebagai batas masa
page 3 / 6
kerja dalam jumlah yang berbeda-beda, yang kemudian kita sebut dengan umur
yang terbentang dari kelahiran hingga kematian. Tidak ada manusia yang
mengetahui akhir dari batas masa kerja itu, yang kemudian kita sebut ajal. Hal itu
menciptakan suasana ketidakpastian, tetapi itulah aset paling berharga yang kita
miliki.
Ibarat menempuh sebuah perjalanan yang panjang, fisik kita berfungsi sebagai
kereta, dan waktu yang terbentang jauh atau dekat, seperti rel kereta. Seorang
masinis boleh menentukan stasiun terakhir yang kita tuju, tetapi dia harus
menjamin bahwa kereta yang dikemudikannya dan rel yang akan dilewatinya
benar-benar berada dalam keadaan baik.
Kesehatan dan waktu adalah dua perangkat keras kehidupan yang sangat terbatas.
Akan tetapi, manusia-manusia cemerlang selalu dapat meraih sesuatu secara
maksimal dari semua keterbatasan yang melingkupinya.
Mata Air Keenam: Integrasi Sosial
Kemampuan beradaptasi dengan lingkungan masyarakat di mana kita berada
bukan saja merupakan ukuran kematangan pribadi seseorang, tetapi lebih dari itu.
Sebab, lingkungan sosial kita harus dipandang sebagai wadah kita untuk
menyemai semua kebaikan yang telah kita kembangkan dalam diri.
Dengan cara pandang ini, maka setiap diri kita akan membangun hubungan
sosialnya dengan semangat partisipasi: menyebarkan bunga-bunga kebaikan di
taman kehidupan masyarakat kita.
Dengan semangat ini, maka semua usaha kita untuk menciptakan keharmonisan
sosial menjadi niscaya. Bukan saja karena dengannya kita dapat menyebarkan
kebaikan yang tersimpan dalam diri kita, tetapi juga karena kita menciptakan
landasan yang kokoh untuk meraih kesuksesan, berkah kehidupan, dan
kebahagiaan dalam hidup.
page 4 / 6
Jika kematangan pribadi merupakan landasan bagi kesuksesan sosial, maka
kesuksesan sosial merupakan landasan bagi kesuksesan lain dalam hidup, seperti
kesuksesan profesi.
Mata Air Ketujuh: Kontribusi
Kehadiran sosial kita tidak boleh berhenti pada tahap partisipasi. Harus ada
langkah yang lebih jauh dari sekadar itu. Harus ada karya besar yang kita
kontribusikan kepada masyarakat, yang berguna bagi kehidupan mereka; sesuatu
yang akan dicatat sebagai jejak sejarah kita, dan sebagai amal unggulan yang
membuat kita cukup layak mendapatkan ridha Allah SAW dan sebuah tempat
terhormat dalam surga-Nya.
Kontribusi itu dapat kita berikan pada wilayah pemikiran, atau wilayah
profesionalisme, atau wilayah kepemimpinan, atau wilayah finansial, atau wilayah
lainnya. Namun, kontribusi apa pun yang hendak kita berikan, sebaiknya
memenuhi dua syarat: memenuhi kebutuhan masyarakat kita dan dibangun dari
kompetensi inti kita. Masyarakat adalah pengguna karya-karya kita, maka yang
terbaik yang kita berikan kepada mereka adalah apa yang paling mereka
butuhkan, dan apa yang tidak dapat dipenuhi oleh orang lain. Akan tetapi, kita
tidak dapat berkarya secara maksimal di luar dari kompetensi inti kita. Karena itu,
kita harus mencari titik temu diantara keudanya.
Caranya adalah sebagai berikut: buatlah peta kebutuhan kondisional masyarakat
kita, dan kemudian buatlah peta potensi kita, untuk menemukan kompetensi inti
diri kita. Apabila titik temu itu telah kita temukan, maka masih ada satu lagi yang
harus kita lakukan; menjemput momentum sejarah untuk meledakkan potensi kita
menjadi karya-karya besar yang monumental. Ini semua mengharuskan kita
memiliki kesadaran yang mendalam akan tugas sejarah kita sebagai pribadi,
sekaligus firasat yang tajam tentang momentum-momentum sejarah kita.
Mata Air Kedelapan: Konsistensi
Sebagai manusia beriman, kita meyakini sebuah prinsip, bahwa bagian yang paling
page 5 / 6
menentukan dari seseorang adalah akhir hidupnya. Maka, persoalan paling berat
yang kita hadapi sesungguhnya bukanlah mendaki gunung, tetapi bagaimana
bertahan di puncak gunung itu hingga akhir hayat.
Mengukir sebuah prestasi besar dalam hidup dan mempertahankannya hingga
akhir hayat, adalah dua misi dan tugas hidup yang berbeda; berbeda pada
kapasitas energi jiwa yang diperlukannya, berbeda pada proses-proses
psikologisnya, berbeda pula pada ukuran kesuksesannya.
Untuk dapat bertahan di puncak, kita harus menghindari jebakan-jebakan
kesuksesan, seperti rasa puas yang berlebihan atau perasaan menjadi besar
dengan kesuksesab yang telah kita raih. kita harus mempertahankan obsesi pada
kesempurnaan pribadi, melakukan perbaikan berkesinambungan, melakukan
perbaikan berkesinambungan, melakukan pertumbuhan tanpa batas akhir, dan
mempertahankan semangat kerja dengan menghadirkan kerinduan abadi kepada
surga dan kecemasan abadi dari neraka, serta menyempurnakan semua
usaha-usaha manusiawi kita dengan berdoa kepada Allah untuk mendapatkan
husnul khatimah. Semua itu agar kita menjemput takdir sejarah kita yang
terhormat di bawah naungan ridha Allah SWT, dan agar kita kelak menceritakan
episode panjang kepahlawanan ini kepada saudara-saudara kita di surga.
page 6 / 6