Selamat Datang di Website Romo Selamat Suwito
Selamat Datang dan Selamat Menikmati Blog Ini

Selasa, 26 Februari 20130 komentar





ADAB HARI JUM’AT



Jum’at merupakan salah satu hari yang sangat penting dalam Islam. Rasulullah Saw sendiri menyebutnya dengan sayidul ayyam (penghulu hari). Rasulullah Saw bersabda:


سَيِّدُ اْلاَ يَّامِ يَوْمُ اْلجُمُعَةِ وَاَعْظَمُهَا عِنْدَا اللهِ تَعَالىَ وَ اَعْظَمُ عِنْدَا اللهِ تَعَالىَ مِنْ يَوْمِ اْلفِطْرِ وَ يَوْمِ اْلاَ ضْحَى.



“Penghulu hari adalah Jum’at, dan ia adalah seagung-agung hari bagi Allah. Bahkan lebih agung bagi Allah dari pada hari raya idul fitri dan idul adha (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)



Karena itu setiap muslim semestinya menjadikan hari Jum’at sebagai hari yang lebih khusus. Di Indonesia pada masa lalu, hari Jum’at dijadikan sebagai hari libur, namun penjajah Belanda merubahnya menjadi hari Ahad. Walaupun demikian sekarang masih ada sekolah-sekolah Islam yang liburnya hari Jum’at, bahkan bisa jadi ada negara-negara Islam yang menjadikan hari Jum’at sebagai hari libur nasional.



Meskipun demikian, tidaklah suatu kemestian kalau hari Jum’at itu harus dijadikan sebagai hari libur karena dalam konteks dakwah, hari Jum’at juga punya arti penting dalam dakwah kepada pekerja, baik kepada pegawai negeri maupun swasta dan pengaruh positif dari shalat Jum’at di berbagai instansi, perkantoran dan pabrik itu semakin terasa.



Selain itu hari Jum’at juga hendaknya dijadikan momentum untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah. Karena itu para khatib selalu mewasiatkan jamaah shalat Jum’at untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah Swt, apalagi shalat Jum’at merupakan satu-satunya forum tabligh yang jamaahnya suci (berwudhu), sehingga dengan kesucian fisik itu, seorang muslim insya Allah dapat mencapai kesucian jiwa, apalagi bila hal-hal yang terkait dengan sunnah-sunnah di hari Jum’at bisa diamalkan. Inilah diantara sebab mengapa perlu dibahas dan dipahami secara khusus tentang adab Jum’at yang digariskan di dalam Islam.



ADAB PADA HARI JUM’AT



Pada hari Jum’at terdapat beberapa amal yang disunnahkan bahkan dianjurkan oleh Rasulullah. Bila dilaksanakan dengan baik insya Allah kualitas ketaqwaan kita kepada-Nya bisa menjadi lebih baik.





1. Memperbanyak Shalawat Kepada Nabi Saw.



Bershalawat kepada Nabi Muhammad Saw merupakan sesuatu yang sangat dianjurkan, bahkan diperintah oleh Allah Swt, hal ini terdapat dalam firman Allah:





Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk nabi dan ucapkanlah salam perhormatan kepadanya (QS 33:56).



Bila bershalawat kepada nabi diperintahkan oleh Allah Swt kepada orang-orang yang beriman, maka hal itu menjadi lebih ditekankan lagi untuk dilakukan pada hari Jum’at, Rasulullah Saw, bersabda:



اَكْثِرُو وَالصَّلاَ ةَ عَلَيَّ يَوْمَ اْلجُمْعَةِ فَإ نَّهُ مَشْهُوْدٌ تَشْهَدُهُ اْلمَلاَ ئِكَةُ وَاِنَّ اَحَدًا لَنْ يُصَلىِّعَلَىَّ اِلاَّ عُرِضَتْ عَلَىَّ صَلاَتُهُ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْهَا.



“Perbanyaklah shalawat untukku pada hari Jum’at, karena sesungguhnya shalawatmu disaksikan Malaikat dan sesungguhnya seseorang tidaklah membaca shalawat kepadaku melainkan do’a shalawatnya itu ditampakkan kepadaku sampai ia selesai membacanya” (HR Ibnu Majah dari Abi Darda)



2. Memperbanyak Do’a.



Pada hari Jum’at kaum muslimin juga sangat dianjurkan untuk banyak berdo’a, karena pada hari itu Allah akan mengabulkan do’a hamba-Nya.





Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya pada hari Jum’at ada suatu saat, tiada didapatinya oleh seorang muslim dan ia sedang shalat, memohon kepada Allah suatu kebajikan, melainkan Allah memberikan kepadanya (HR. Jamaah).



3. Memperbanyak Membaca Al-Qur’an



Membaca Al-Qur’an merupakan suatu ibadah yang harus banyak dilakukan oleh kaum muslimin, apalagi pada hari Jum’at. Surat yang sangat dianjurkan untuk membacanya pada hari Jum’at adalah surat Kahfi yang akan memberikan keutamaan yang besar, Rasulullah Saw sabdanya:


مَنْ قَرَأ سُوْرَةَ الْكَهْفِ فِىْ يَوْمِ اْلجُمُعَةِ اَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّوْرِ مَابَيْنَ اْلجُمْعَتَيْنِ .



“Barangsiapa membaca surat Al Kahfi pada hari Jum’at, cahaya antara kedua Jum’at akan menyinarinya” (HR Hakim)


Mandi dan Berhias



Ibadah Jum’at merupakan saat kaum muslimin berjumpa dan berkumpul dengan muslim yang lain dalam jumlah yang banyak dan di tempat yang sangat mulia, yakni di masjid. Karena itu perjumpaan ini harus berlangsung dengan menyenangkan dan para jamaah harus antusias atau bersemangat untuk mengikuti dan melaksanakan ibadah Jum’at. Dalam hal ini Rasulullah Saw bersabda:


عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ اَلْغُسْلَ يَوْ مَ اْلجُمُعَةِ وَ يَلْبَسُ مِنْ صَا لِحِ ثِيَا بِهِ وَ اِنْ كَانَ لَهُ طِيْبٌ مَسَّ مِنْهُ .



“Wajib bagi setiap muslim mandi pada hari Jum’at, memakai sebaik-baik pakaian (yang dimilikinya) dan jika ia mempunyai wangi-wangian maka pakailah” (HR Ahmad dari Abu Sa’id)


Memotong Kuku dan Menggunting Kumis



Kebersihan dan kerapihan merupakan sesuatu yang sangat ditekankan di dalam Islam, karenanya sepekan sekali seorang muslim memotong kukunya dan menggunting kumis agar nampak rapi, dalam satu hadits diterangkan:


كَانَ رَسُوْ لُ اللهِ r يُفَلِّمُ اَظْفَارَهُ وَ يَقُصُّ شَارَ بَهُ يَوْمَ الْجُمْعَةِ قَبْلَ اَنْ يَخْرُجَ اِلَى الصَّلاَ ةِ.



“Rasulullah Saw memotong kuku dan menggunting kumisnya pada hari Jum’at sebelum beliau pergi shalat” (HR Baihaqi dan Thabrani)


Menyegerakan Datang Ke Masjid



Sebagai ibadah yang sangat penting, ibadah Jum’at semestinya dilaksanakan oleh kaum muslimin yang dapat menunjukkan kesungguhan atau keseriusan, karenanya kaum muslimin sudah harus datang ke tempat pelaksanaan ibadah Jum’at sebelum waktu Jum’at tiba dan lebih bagus lagi bila ia bisa datang lebih pagi lagi sehingga ia akan memperoleh nilai keutamaan yang besar, Rasulullah saw bersabda:



Hadits hokum 4:270


مَنِ اغْتسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فَكَأَ نَّمَا قَرَّبَ بَدَ نَةً.



“Barangsiapa yang mandi pada hari Jum’at serupa junub, kemudian berpagi-pagi ia pergi ke tempat Jum’at, pahalanya serupa dengan pahala berkorban seekor unta gemuk. Barangsiapa pergi pada saat yang kedua, maka seolah-olah ia berkorban dengan seekor sapi. Barangsiapa yang pergi pada saat ketiga, maka seolah-olah ia berkorban dengan seekor kambing. Barangsiapa pergi pada saat yang keempat, maka seolah-olah ia berkorban dengan seekor ayam. Barangsiapa pergi pada saat yang kelima, maka seolah-olah ia berkorban dengan sebutir telur. Maka apabila imam telah keluar, hadirlah para malaikat untuk mendengar khutbah” (HR. Jamaah kecuali Ibnu Majah).


Meluaskan Tempat Duduk



Ibadah Jum’at adalah ibadah yang diikuti oleh kaum muslimin dalam jumlah yang banyak, agar masjid yang menjadi tempat pelaksanaan shalat Jum’at dapat menampung jamaah, maka para jamaah harus merapatkan tempat duduknya dan jangan sampai ada tempat yang lowong, bila nampak masih ada yang lowong, jamaah yang ingin menempati tempat itu meminta kepada jamaah yang sudah duduk untuk meluaskan tempat duduknya dengan menggeser posisi duduk, bukan malah memerintahkan orang itu untuk pindah agar ia bisa duduk di tempat itu, meskipun ia jamaah yang masih muda atau lebih muda, Rasulullah Saw bersabda:


لاَ يُقِيْمُ اَحَدُ كُمْ اَخَاهُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ ثُمَّ يُخَا لِفُهُ اِلَى مَقْعَدِهِ وَلَكِنْ لِيَقُلْ: اَفْسِحُوْا.



“Tidak boleh seseorang menyuruh saudaranya berdiri (dari tempat duduknya di masjid) pada hari Jum’at lalu ia menempatinya, tapi hendaklah ia berkata: luaskanlah” (HR Ahmad dan Muslim)


Pindah Duduk Bila Ngantuk



Ibadah Jum’at merupakan yang harus dilaksanakan oleh setiap jamaah dengan khusyu dan penuh keseriusan, namun ternyata tidak sedikit jamaah yang ngantuk bahkan sampai tidur ketika khutbah sedang berlangsung hingga selesai khutbah, meskipun jamaah tidur sambil duduk. Oleh karena itu, rasa ngantuk tidak boleh dituruti oleh jamaah Jum’at sampai ia tidak mendengarkan pesan-pesan dalam uraian khutbah, maka Rasulullah Saw bersabda sebagai perintah kepada jamaah untuk melawan ngantuknya itu agar tidak sampai tidur:


إِذَ نَعَسَ أحَدُكُمْ فِى مَجْلِسِهِ يَوْمَ الجُمْعَةِ فَلْيَتحَوَّلْ إِلَى غَيْرِهِ.



“Apabila salah seorang di antara kamu mengantuk di tempat duduknya pada hari Jum’at maka pindahlah ke tempat lain” (HR Ahmad dan Tirmidzi)


Tidak Duduk Bertegak Lutut



Rasulullah Saw juga menekankan keseriusan mengikuti ibadah Jum’at dalam bentuk duduk saat khutbah berlangsung, yakni duduk yang tidak bertegak lutut, karena duduk seperti itu menggambarkan ketidakseriusan, seperti orang yang sedang menonton suatu pertunjukan yang bersifat santai, Rasulullah Saw bersabda:



نَهَىرَسُوْلُ اللهِ r عَنِ الْحَبْوَةِ يَوْمَ الْجُمْعَةِ وَاْلإمَامُ يَخطُبُ.



“Rasulullah melarang duduk bertegak lutut (di Masjid) pada hari Jum’at, padahal imam sedang berkhutbah” (HR Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi)


Tidak Melangkahi Pundak



Kehidupan seorang muslim harus selalu dihiasi dengan akhlak dan adab yang mulia, apalagi saat ia berada di tempat yang mulia, yakni di masjid. Karena itu, seandainya ia melihat ada shaf (barisan shalat) yang masih lowong di bagian depan dan ia ingin menempatinya, maka ia harus menuju ke shaf depan itu dengan sopan, bukan malah menunjukkan sikap yang sombong hingga melangkahi pundak-pundak orang yang dilewatinya, apalagi kalau sebenarnya sudah tidak ada tempat yang lowong, Rasulullah Saw bersabda:



جَاءَ رَجُلٌ يَتخَطَّىرِ قَابَ النَّاسِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخطُبُ فَقَالَ لَهُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِجْلِسْ فَقَدْ آذَ يْتَ وَآ نَيْتَ .



“Seorang laki-laki datang melangkahi pundak orang-orang pada hari Jum’at, padahal Nabi sedang berkhutbah, lalu Rasulullah menyuruh dia: duduklah karena sesungguhnya engkau mengganggu” (HR Ahmad)
Shalat Tahiyyatul Masjid



Sebagai tempat yang mulia, maka setiap kali kaum muslimin memasuki masjid, ia harus memberikan penghormatan kepada masjid dalam bentuk melaksanakan shalat tahiyyatul masjid, bahkan meskipun khatib sedang berkhutbah, dalam satu hadits diterangkan:



دَخَلَ رَجُلٌ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَرَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخطُبُ فَقَالَ: صَلَّيْتَ ؟ قَالَ: لاَ. قَالَ: فَصَلِّى رَكْعَتيْنِ .



“Seseorang masuk ke masjid pada hari Jum’at, sedangkan Rasulullah sedang berkhutbah, lalu beliau bertanya: “sudah shalatkah kamu?”, ia menjawab; “belum”. Nabi berkata: “shalatlah dua rakaat” (HR Jabir)


Memperbanyak Shalat Sunnah



Sebagai hari yang sangat mulia, jamaah Jum’at yang telah hadir lebih awal, sesudah melaksanakan shalat tahiyyatul masjid, ia bisa melaksanakan shalat-shalat sunah hingga tibanya waktu Jum’at, shalat ini kemudian disebut dengan shalat sunat mutlak, Rasulullah Saw bersabda:.



اِنَّ الْمُسْلِمَ اِذَ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمْعَةِ ثمَّ اَقْبَلَ اِلَى الْمَسْجِدِ لاَ يُؤْذِى اَحَدًا فَاِنْ لَمْ يَجِدِ اْلاِمَامَ خَرَجَ صَلَّى مَابَدَالَهُ وَ اِنْ وَجَدَ اْلاِمَامَ قَدْ خَرَجَ جَلَسَ فَاسْتمَعَ وَاَنْصَتَ حَتى يَقْضِىَ اْلاِمَامُ جُمُعَتَهُ وَكَلاَ مَهُ اِنْ لَمْ يُغْفَرْلَهُ فِى جُمْعَتِهِ تِلْكَ ذُنوْبُهُ كُلُّهَا اَنْ تَكُوْنَ كَفَّارَةً لِلْجُمْعَةِ الَّتِى تَلِيْهَا .



“Sesungguhnya apabila seorang muslim telah mandi pada hari Jum’at, lalu pergi ke masjid dengan tidak mengganggu orang lain. Jika ia menemukan imam/khatib belum naik mimbar maka ia hendaknya melakukan shalat (sunnah) seberapa kuasanya, tapi jika ia melihat imam/khatib akan naik mimbar maka hendaknya ia mendengarkan, menyimak sampai imam/khatib selesai berjum’at dan berkhutbah. Seandainya dosa-dosanya tidak diampuni pada hari jum’at itu, maka diharapkan bisa menjadi kafarat bagi (dosa-dosanya) di hari Jum’at berikutnya” (HR Ahmad)


Diam Ketika Khutbah Berlangsung.



Setiap jamaah yang mengikuti pelaksanaan ibadah Jum’at tidak dibenarkan melakukan pembicaraan sepatah-katapun kepada sesama jamaah meskipun maksudnya adalah untuk menegur jamaah lain yang sedang berbicara, ini menunjukkan bahwa para jamaah harus bersungguh-sungguh mendengarkan khutbah Jum’at, Rasulullah Saw bersabda:



وَاِذَ قُلْتَ لِصَا حِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاْلاِمَامُ يَخطُبُ أنصِتْ فَقَدْ لَغَوْتَ.



“Bila engkau katakan kepada temanmu pada hari Jum’at “diam” sewaktu khutbah, maka sesungguhnya engkau telah menyia-nyiakan (shalat jum’atmu)” (HR; Bukhari dan Muslim)


Memperhatikan Khatib Sedang Berkhutbah.



Khutbah Jum’at merupakan rangkaian yang tidak terpisah dari pelaksanaan shalat Jum’at, karena itu para jamaah bukan hanya harus mendengar khutbah, tapi sedapat mungkin menatap wajah khatib yang sedang berkhutbah sebagaimana hal itu dilakukan oleh para sahabat, hal ini terdapat dalam hadits:



Hal 316



Ady bin Tsabit dari ayahnya, dari kakeknya berkata: “adalah Nabi Saw apabila telah berdiri di atas mimbar, maka para sahabat (hadirin) menghadapkan muka-muka mereka kepada Nabi Saw (HR. Ibnu Majah).


Melaksanakan Sunnah Ba’diyah Jum’at



Sesudah shalat Jum’at ditunaikan, maka jamaah disunnahkan untuk melaksanakan shalat ba’diyah Jum’at, Rasulullah Saw bersabda:


مَنْ كَانَ مِنْكُمْ مُصَلِّيًا بَعْدَ الْجُمُعَةِ فَلْيُصَلِّ أرْ بَعًا



“Apabila salah seorang diantara kamu sudah selesai shalat Jum’at, maka shalatlah (sunnah) sesudah itu empat rakaat” (HR Jamaah, kecuali Bukhari).



كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّى يَوْمَ الْجُمُعَةِ رَكْعَتيْنِ فِى بَيْتِهِ .



“Dari ibnu Umar, bahwa Nabi Saw shalat dua rakaat ba’diyah Jum’at di rumahnya” (HR Jamaah)


Meninggalkan Jual Beli dan Setelah Shalat Melanjutkannya Lagi.



Ketika umat Islam telah diseru untuk menunaikan ibadah Jum’at, maka saat itu seharusnya seluruh umat Islam telah memenuhinya dengan meninggalkan segala urusan duniawi dan sesudah ibadah Jum’at selesai, segala urusan yang telah ditinggalkan atau dihentikan bisa dilanjutkan kembali, Allah Swt berfirman :





Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sembahyang pada hari Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimua jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (QS 62: 9-10).


Boleh Tidak Shalat Jum’at Pada Hari Raya



Manakala hari raya Idul Fitri atau hari raya Idul Adha jatuh pada hari Jum’at, maka kaum muslimin diperbolehkan untuk tidak melaksanakan shalat Jum’at, karena hari Jum’at juga merupakan hari raya, namun tentu saja kaum muslimin tetap melaksanakan shalat zuhur, namun |Rasulullah Saw tetap[ melaksanakan shalat Jum’at, Hadits Rasulullah Saw menjelaskan:


عَنْ زَيْدِابْنِى اَرْقَمَ وَسَأَ لَهُ مُعَاوِيَةُ: هَلْ شَهِدْتَ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ r عِيْدَيْنِ اجْتَمَعَا.قَالَ نعَمْ صَلَّى الْعِيْدَ اَوَّلَ النَّهَارِ ثُمَّ رَخَّصَ فِىالْجُمُعَةِ فَقَالَ: مَنْ شَأَ اَنْ يُجَمِّعَ فَلْيُجَمِّعْ.



Dari Zaid bin Arqam, ia ditanya oleh Muawiyah: “Pernahkah kamu menjumpai dua hari raya bertemu (dalam satu hari) di zaman Rasulullah?; Zaid menjawab: “Ya, yaitu Rasulullah shalat ied pada pagi hari kemudian memberikan rukhshah (keringanan) tentang shalat Jum’at, lalu ia bersabda: ‘barang siapa suka Jum’atan, maka Jum’atanlah” (HR Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Majah)


Tidak Boleh Meninggalkan Jum’at Sampai Tiga Kali.



Karena ibadah Jum’at merupakan sesuatu yang sangat penting, maka seorang muslim tidak boleh meninggalkannya tanpa uzur syar’I, yakni halangan yang dibenarkan menurut syari’at seperti sakit, dalam perjalanan dan sebagainya, apalagi bila tidak melaksanakan shalat sampai tiga kali berturut-turut, maka ia akan dicap oleh Allah Swt sebagai orang yang lalai dan dipahami juga oleh sebagian ulama sebagai kafir, dalam hadits diterangkan oleh Rasulullah Saw:



Hal 266



Ibnu Ja’ad Adh Dhamri ra menerangkan: Bahwasanya Rasulullah Saw bersabda: Barangsiapa meninggalkan tiga kali Jum’at karena menganggap enteng, niscaya Allah mencapkan hatinya (HR. Ahmad, Abu Daud, Nasa’I, Tirmidzi dan Ibnu Majah).



Demikianlah secara umum keutamaan hari Jum’at dan hal-hal yang harus kita laksanakan, baik menjelang pelaksanaan shalat, saat berlangsung shalat maupun setelahnya.

Silahkan share artikel ini : :
 
Web ini dikembangkan oleh PUSAT MULTIMEDIA
Template Created by Creating Website Modify by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger