Selamat Datang di Website Romo Selamat Suwito
Selamat Datang dan Selamat Menikmati Blog Ini

Fungsi Gula Dalam Pengolahan Pangan

Senin, 01 April 20130 komentar















Fungsi Gula Dalam Pengolahan Pangan


Sukrosa merupakan senyawa kimia yang termasuk dalam golongan karbohidrat, memiliki rasa manis, berwarna putih, bersifat anhidrous dan kelarutannya dalam air mencapai 67,7% pada suhu 20°C (w/w). Komponen terbesar yang digunakan dalam industri konfeksioneri adalah gula pasir (sukrosa). Sukrosa adalah disakarida yang apabila dihidrolisis berubah menjadi dua molekul monosakarida yaitu glukosa dan fruktosa. Secara komersial gula yang banyak diperdagangkan dibuat dari bahan baku tebu atau bit. Sampai saat ini sukrosa merupakan bahan utama yang paling banyak digunakan untuk pembuatan candy, meskipun belakangan telah banyak dikembangkan candy jenis “sugar free”, yang dipandang memiliki efek lebih baik untuk kesehatan (obesitas, diabetes, gigi).


Gula yang paling banyak digunakan adalah gula rafinasi, yang mengacu pada standar Masyarakat Ekonomi Eropa dan ICUMSA (International Commission for Uniform Methods of Sugar Analysis). Sifat-sifat gula yang penting diketahui karena sangat vital dalam mempengaruhi proses pembuatan candy adalah: inversi, titik didih gula, dan tingkat kelarutan gula.


Sukrosa memiliki peranan penting dalam teknologi pangan karena fungsinya yang beraneka ragam, yaitu sebagai pemanis, pembentuk tekstur, pengawet, pembentuk citarasa, sebagai substrat bagi mikroba dalam proses fermentasi, bahan pengisi dan pelarut. Penggunaan sukrosa dalam pembuatan hard candy umumnya sebanyak 50 – 70% dan 404 berat total. Gula dengan kemurnian yang tinggi dan kadar abu yang rendah baik untuk hard candy (permen jernih). Kandungan kadar abu yang tinggi akan mengakibatkan peningkatan inversi, pewarnaan dan penembusan selama pemasakan sehingga memperbanyak gelembung udara yang terperangkap dalam massa gula. Selain peningkatan kadar sukrosa akan meningkatkan kekentalan.


Dalam pembuatan hard candy dapat digunakan sukrosa dalam bentuk granular dan cair. Gula dengan tingkat kemurnian yang tinggi dan kadar abu yang rendah sangat dibutuhkan agar dihasilkan permen yang jernih. Kandungan abu yang tinggi akan menyebabkan pening- katan inversi, pewarnaan dan penembusan selama pemasakan sehing- ga memperbanyak gelembung udara yang terperangkap dalam massa gula. Sukrosa yang digunakan dalam pembuatan permen sebaiknya memiliki kemurnian yang tinggi dan rendah kadar abunya. Garam-ga- ram mineral dapat mempengaruhi proses pembuatan permen sehingga menentukan kualitas dan umur simpan permen yang dihasilkan. Kadar abu sukrosa umumnya berkisar 0,013%.


Semakin tinggi suhu pemanasan sukrosa dalam air, maka semakin tinggi pula persentase gula invert yang dapat dibentuk. Pada suhu 20°C misalnya dapat dibentuk 72 % gula invert dan pada suhu 30 °C terbentuk hampir 80% gula invert. Gula invert dengan jumlah yang terlalu banyak mengakibatkan terjadinya extra heating sehingga dapat merusak flavor dan warna. Selain itu gula invert yang berlebihan meng- hasilkan lengket atau bahkan produk tidak dapat mengeras.


Hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan sukrosa sebagai bahan utama pembuatan permen adalah kelarutannya. Permen yang menggunakan sukrosa murni mudah mengalami kristalisasi. Pada suhu 20°C hanya 66,7% sukrosa murni yang dapat larut. Bila larutan sukrosa 80% dimasak hingga 109,6°C dan kemudian didinginkan hingga 20°C, maka 66,7% sukrosa akan terlarut dan 13,3% terdispersi. Bagian sukro- sa yang terdispersi ini akan menyebabkan kristalisasi pada produk akhir. Oleh karena itu perlu digunakan bahan lain untuk meningkatkan kelarutan dan menghambat kristalisasi, misalnya sirup glukosa dan gula invert. Gula invert yang berlebihan mengakibatkan produk menjadi lengket dan tidak dapat mengeras. Penambahan gula invert yang ba- nyak akan mengakibatkan terjadinya ektra heating sehingga merusak flavor dan warna


Proses Pengolahan Gula Tebu


Tinjauan Tentang Tanaman Tebu


Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput- rumputan. Tanaman ini memerlukan udara panas yaitu 24- 30 ºC dengan perbedaan suhu musiman tidak lebih dari 6 ºC, perbedaan suhu siang dan malam tidak lebih dari 10 ºC. Tanah yang ideal bagi tanaman tebu adalah tanah berhumus dengan pH antara 5,7- 7. Batang tebu mengandung serat dan kulit batang (12,5%) dan nira yang terdiri dari air, gula, mineral dan bahan non gula lainnya (87,5%) (Notojoewono, 1981).


Gula terbentuk pada fase pemasakan hingga titik optimal, kurang lebih terjadi pada bulan Agustus. Proses pemasakan tebu berjalan dari ruas ke ruas tetapi derajat kemasakannya setiap ruas memiliki sifat tersendiri sesuai dengan umurnya. Ini berarti pada tanaman tebu yang masih muda, ruas- ruas bagian bawah mengandung kadar gula yang relatif tinggi daripada bagian atasnya. Pada umumnya tebu masak pada umur 12- 16 bulan.


Tebu dipotong di bagian atas permukaan tanah, daun hijau dibagian atas dihilangkan dan batang- batang tersebut diikat menjadi satu. Potongan- potongan batang tebu yang telah diikat kemudian dibawa dari areal perkebunan dengan menggunakan pengangkut- pengangkut kecil dan kemudian dapat diangkut lebih lanjut dengan kendaraan yang lebih besar menuju ke penggilingan.Tebu setelah dipotong akan memperlihatkan serat- serat dan terdapat cairan yang manis. Komposisi kimia tebu dapat dilihat pada tabel berikut:


Komposisi Kimia Tebu:




Komponen


Presentase (%)



Air


73- 76



Serat ampas


11- 16



Zat kering terlarut


10- 16



Komposisi zat kering terlarut adalah:


Sukrosa


Glukosa


Fruktosa


Garam organik bebas


Zat- zat lain






70- 86


2- 4


2- 4


0,5- 2,5


0- 10



Tinjauan Gula


Gula adalah sukrosa yang merupakan disakarida dan tersusun atas dua molekul monosakarida yaitu D- glukosa dan D- fruktosa. Sukrosa mempunyai sifat karamelisasi yang hasilnya disebut karamel. Dalam industri gula terjadinya karamel dapat merusak warna standart (Anonymousa, 2009)


Sukrosa adalah oligosakarida yang mempunyai peran penting dalam pengolahan bahan makanan dan banyak terdapat dalam tebu. Industri makanan biasanya menggunakan sukrosa dalam bentuk halus dan kasar serta dalam jumlah yang besar atau digunakan dalam bentuk cairan (sirup). Sukrosa yang dilarutkan dalam air dan dipanaskan, sebagian akan terurai menjadi glukosa dan friktosa yang disebut gula invert (Winarno, 2002).


Gula (sukrosa) terbentuk dari hasil asimilasi antara gas CO2 dan air dengan pertolongan energi matahari (proses fotosintesis). Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :


6CO2 + 6H2O C6H12O6 + 6O2


Hasil reaksinya akan menghasilkan monosakarida berupa D-glukosa dan D-fruktosa. Glukosa dan fruktosa dinamakan sebagai gula reduksi dalam teknologi gula. Sintesa secara biokimia dari monosakarida akan membentuk disakarida yaitu sukrosa (Effendi, 1994).


Sukrosa merupakan disakarida yang tersusun dari dua monosakarida, yaitu glukosa dan fruktosa. Berat molekul sukrosa adalah 342, mengkristal bebes dengan air, berat jenis 1,6 dan titik leleh 160ºC (Martoharsono,1990).





Struktur kimiawi sukrosa (Santoso dan Kurniawan, 1997).


Kualitas gula pasir antara lain ditentukan oleh nilai polarisasi, kadar abu, kadar air, dan kadar gula reduksi, semakin tinggi nilai polarisasinya, makin tinggi kadar sukrosanya dan semakin baik kualitas gula, sebab akan tahan dalam penyimpanan yang juga ditentukan oleh kadar airnya. Makin tinggi kadar abu, maka makin rendah kualitas gulanya, sebab kadar abu menunjukkan bahan anorganik yang akan berpengaruh pada warna dan sifat higroskopisitas gula. Apabila kadar gula reduksinya tinggi, maka nilai polarisasi tidak akan menunjukkan jumlah sukrosa yang terdapat di dalam gula dan menunjukkan kualitas gula rendah, sehingga lebih mudah rusak (Sudarmadji, 2003)






Standar Gula Kristal Putih (GKP) Sumber : PG. Kebon Agung, Malang (2007)




% Brix


Kadar air


Kadar pol


HK


Berat jenis butir (BJB)


99,85


0,15


99,8


98


0,8 – 1,1



Tahapan Proses Pengolahan Gula


Penimbangan


Tujuan utama stasiun ini adalah menerima tebu dari petani atau kebun. Sebelum ditampung tebu terlebih dahulu ditimbang dan dinyatakan dalam angka bulat kuintal. Perhitungan harus dilakukan dengan cermat karena angka timbangan merupakan angka masukan yang pertama dalam perhitungan angka-angka hasil pengolahan. Tempat penampungan tebu sementara disebut dengan emplacement (Kuntardiryo, 1997).


Selama proses penerimaan tebu, perlu segera diangkut ke pabrik untuk digiling untuk menjamin kelancaran penyediaan tebu serta menjaga dan mempertahankan kualias tebu yaitu menghindari penguraian dan pembusukan tebu. Kerusakan yang mungkin terjadi ialah proses mikrobilogi dengan adanya moksroba-mikroba yang merusak jaringan pada nira, proses fermentasi yang menurunkan kandungan nira dan faktor fisik yaitu tempat penyimpanan (emplacement) yang panas dan lembab. Sistem pengaturannya berupa sistem FIFO (first in first out) yaitu tebu yang datangnya awal terlebih dahulu diproses/ masuk stasiun gilingan (Kuntardiryo, 1997).


Penggilingan


Bahan baku tebu dari lori dibawa kemeja tebu dan tebu akan mengalami perlakuan pendahuluan berupa pencacahan menjadi fraksi yang lebih kecil, terakhir akan mengalami penggilingan. Perlakuan pendahuluan dimaksudkan untuk mempermudah pengeluaran nira saat pemerahan nira di stasiun gilingan. Penggilingan dimaksudkan untuk mengambil nira dari batang tebu dan memisahkannya dari ampas. Saat penggilingan diberikan air imbibisi untuk mengurangi kehilangan gula dalam ampas, akibat dari kurang sempurnanya daya perah unit penggilingan. Hasil pemerahan tiap gilingan berbeda. Cairan tebu manis dikeluarkan dan serat tebu dipisahkan, untuk selanjutnya digunakan di mesin pemanas (Boiler).


Nira hasil pemerahan akan dialirkan ke stasiun pemurnian, sedangkan ampas akan di bawa ke stasiun pembangkit tenaga uap bahan baker. Selain itu, ampas juga dipasarkan sebagai bahan baku pembuatan kertas, papan partikel dan papan serat.


Jus dari hasil ekstraksi mengandung sekitar 15% gula dan serat residu, dinamakan bagasse, yang mengandung 1 hingga 2% gula, sekitar 50% air serta pasir dan batu- batu kecil dari lahan yang terhitung sebagai “abu”. Sebuah tebu bisa mengandung 12 hingga 14% serat dimana untuk setiap 50% air mengandung sekitar 25 hingga 30 ton baggase untuk setiap 100 ton tebu atau 100 ton gula.


Pemurnian


Tujuan dari pemurnian adalah untuk memisahkan antara nira dengan kotoran-kotoran yang melayang dan terlarut yang terkandung didalamnya sebanyak mungkin tanpa adanya kerusakan dari sukrosa dengan menekan kehilangan gula sedikit mungkin dengan harapan nira yang dihasilkan benar-benar murni


Ada tiga macam proses pembuatan gula ditinjau dari proses pemurniannya, yaitu:


Proses Defekasi


Adalah proses pengolahan gula yang di dalam proses pemurniannya hanya menggunakan kapur sebagai bahan pemurni. Proses ini paling sederhana, sehingga banyak disukai. Prinsip kerjanya adalah:
Pengapuran, yaitu proses penambahan susu kapur pada nira mentah tertimbang pada kekentalan 15 ºBe (148 g CaO/ 1 nira), proses pengapuran ini di lakukan di defekator.
Pengendapan, yaitu proses pemisahan antara nira bersih dengan nira kotor yang dilakukan di tangki pengendap.
Penyaringan nira kotor, yaitu proses pemisahan nira dengan blotong yang dilakukan dengan kain (filter).


Proses Sulfitasi


Adalah proses pengolahan gula yang di dalam proses pemurniannya menggunakan kapur dan SO2 sebagai bahan pemurni. Gula yang di dapat dari proses ini berwana putih. Sebelum memulai proses ini di tangki nira mentah dilakukan penambahan asam phospat (H3PO4) sebanyak 210 kg/ 8 jam (250-300 ppm), yang bertujuan untuk:
menyerap koloid dan zat warna
menurunkan kadar kapur nira mentah
melunakkan kerak evaporator
mempermudah proses pengendapan, sehingga nira yang dihasilkan lebih jernih


Secara umum prinsip kerjanya ada 4 macam proses, yaitu:


Pemanasan


Yaitu proses pemberian panas pada nira mentah tertimbang yang dilakukan dengan juice heater. Pada sulfitasi ini dilakukan proses pemanasan sebanyak 3 kali yaitu pada saat nira belum ditambahkan susu kapur yang dinamakan pemanasan pendahulu I, kemudian saat setelah nira ditambah susu kapur dan SO2 yang dinamakan dengan pendahulu II, terakhir pada saat setelah nira diendapkan yang dinamakan pemanas pendahulu III. Pemanasan dilakukan pada suhu 75-80°C. Tujuan pemanasan pada suhu 75-80ºC adalah: mempercepat proses penggumpalan (pengendapan) Ca3(PO4)2, koloid (protein dan putih telur yang terkandung dalam nira tebu), menekan kerusakan sukrosa akibat inversi, untuk mengurangi atau menonaktifkan mikroorganisme khususnya bakteri yang dapat merusak sukrosa dengan menghasilkan enzim penginversi sukrosa sebagai katalisator, untuk mempercepat reaksi pencampuran nira mentah, susu kapur dan gas SO2


Pengapuran


Yaitu proses pemberian susu kapur pada nira mentah tertimbang dengan derajat kekentalan 6ºBe (1,7 ku CaO tiap 100 ku nira). Pengapuran dilakukan pada defekator. Penetralan pH dengan penambahan susu kapur (Ca(OH)2)
hingga mencapai pH 7-7,5. Kemudian dipompa ke Preliming tank II, dan ditambahkan lagi susu kapur hingga mencapai pH 8-9,5 (pH alkalis). Penambahan H3PO4 berfungsi untuk memudahkan ikatan antara nira dengan Ca(OH)2 membentuk endapan Ca3(PO4)2 dan memudahkan kotoran-kotoran ikut terendap serta untuk memenuhi kandungan P2O5 dalam nira yang diinginkan yaitu sekitar 300-350 ppm. Penambahan susu kapur yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya reaksi pencoklatan (Browning) nira, sehingga nira berwarna lebih gelap. Kadar kapur maksimal nira jernih setelah penambahan susu kapur adalah 1500 ppm.


Rekasi kimia yang terjadi antara susu kapur dengan asam phosphat, yaitu:


P2O5 + 3H2O → 2H3PO4


2H3PO4 + 3Ca(OH)2 → Ca3(PO4)2 + 6H2O


Endapan Ca3(PO4)2 akan menyerap kotoran dalam nira, dan menggumpalkan unsur Fe (besi) dan Al (alumunium) karena pada suasana asam akan membentuk Fe(OH)3 dan Al(OH)3 yang merupakan hidroksida sukar larut.


Sulfitasi


Yaitu proses pemberian SO2 ke dalam nira mentah. Sulfitasi dilakukan di tangki sulfitasi. Proses sulfitasi dengan penambahan gas SO2 hingga pH 6,5. Penambahan gas SO2 suhu 70-80°C bertujuan untuk:


· Menetralkan kelebihan susu kapur (menetralkan pH nira), dan sebagai bleaching agent (zat pemutih).


· Mengikat unsur-unsur lain yang bereaksi pada defekator.


· Menurunkan pH, dan membentuk CaSO4 untuk mengikat kotoran dalam nira. Pada suhu tersebut, kelarutan CaSO4 rendah, sehingga proses pengendapan akan optimal.


Lalu, nira mentah yang telah dialiri gas SO2, ditampung di Reaction tank. Reaksi yang terjadi antara nira alkalis dengan gas SO2, yaitu:


SO2 + H2O → H2SO4


H2SO4 + Ca(OH)2 → CaSO4 + 2H2O


Endapan CaSO4 akan mengikat kotoran yang terlarut dalam nira. Senyawa CaSO4 merupakan senyawa yang menarik sebagian kotoran yang ada pada nira membentuk floc. Kemudian nira mentah tersulfitasi di tangki reaksi dipompa ke Heater untuk dipanaskan pada suhu 105-110ºC. Tujuan pemanasan pada suhu 105-110ºC adalah:


· menyempurnakan reaksi pencampuran nira mentah, susu kapur dan gas SO2 dan mempercepat reaksi terutama untuk pembentukan endapan CaSO4 dan Ca3(PO4)2


· mengantarkan nira pada titik didih dengan maksud untuk lebih memudahkan pengeluaran gelembung-gelembung dan udara yang akan dikeluarkan melalui prefloc tower


· membunuh mikrooorganisme yang dapat menginversi sukrosa


· memperbesar daya absorbsi pada garam-garam Ca terhadap koloid sehingga membantu proses pengendapan.


Selanjutnya nira mentah tersulfitasi dipompa ke Prefloc tower, untuk menghilangkan gas SO2 dan gas sisa reaksi yang masih terlarut dalam nira. Pada Prefloc tower ditambahkan flocculan jenis.


Pengendapan


Yaitu proses pemisahan antara nira bersih dengan nira kotor dengan menggunakan flokulan. Pemisahan dilakukan di elarifier. Floc (kotoran yang terikat flocculan) akan mengendap ke bawah, sehingga akan didapatkan nira jernih di bagian atas dan nira kotoran di bagian bawah. Nira jernih disaring dengan saringan nira encer untuk memisahkan nira dengan kotoran yang mungkin masih terikut.


Penyaringan nira kotor


Yaitu proses pemisahan nira bersih dengan blotong, dilakukan dengan filter press.


Proses Karbonatasi


Adalah proses pengolahan gula yang proses pemurniannya menggunakan kapur dan CO2 sebagai bahan pemurni. Pada dasarnya gas CO2 berguna sebagai bahan yang digunakan untuk mengendapkan kelebihan kapur menjadi CaCO3. Jumlah kapur yang digunakan hampir 10 kali banyaknya dibanding untuk proses sulfitasi. Proses kerjanya terdiri dari 4 macam, yaitu:


· Pemanasan, yaitu proses pemberian panas dengan juice heater dengan jumlah pemanas tergantung jenis karbonatasi.


· Pengapuran, yaitu proses pemberian susu kapur dengan derajat kekentalan tertentu, tergantung jenis karbonatasi. Proses pengapuran dilakukan di tangki karbonatasi bersama- sama dengan penambahan CO2.


· Karbonatasi, yaitu penambahan gas CO2 yang dilakukan di tangki karbonatasi.


· Penyaringan yaitu proses pemisahan antara nira jernih dengan blotong.


Penguapan (Evaporasi)


Tujuan penguapan adalah untuk memekatkan nira encer, sehingga diperoleh nira dengan kepekatan yang diharapkan (64 ºBrix). Proses penguapan dan pengkristalan menghasilkan air buangan dan air embun yang dapat digunakan sebagai sumber tenaga panas.


Nira yang sudah jernih mungkin hanya mengandung 15% gula tetapi cairan gula jenuh (yaitu cairan yang diperlukan dalam proses kristalisasi) memiliki kandungan gula hingga 80%.


Proses penguapan ini dilakukan dalam kondisi vacuum. Tujuan penguapan dalam keadaan vakum adalah:


1. Menghindari kerusakan sukrosa akibat suhu yang tinggi


2. Penghematan bahan bakar karena memasukkan satu satuan uap dapat menguapkan air sebanyak 5 kali


3. Menurunkan titik didih nira sehingga tidak terbentuk karamel hal ini dilakukan agar sukrosa yang terkandung dalam nira tidak rusak.


Proses evaporasi dilakukan beberapa kali dengan menggunakan perbedaan suhu dan tekanan. Pada evaporasi tahap awal menggunakan suhu tinggi dengan tekanan rendah. Memasuki tahap evaporasi selanjutnya, suhu bertahap diturunkan dan tekanan bertahap dinaikkan.


Pendidihan/ Kristalisasi


Adalah proses pemisahan padatan- cairan, melalui alih masa dari fase cair ke fase padat murni dengan cara pendinginan, penguapan atau kombinasi keduanya. Kristalisasi dalam pengolahan gula bertujuan untuk mendapatkan kristal gula sebanyak- banyaknya secara mudah, sederhana dan ekonomis dari suatu larutAn yang mengandung sukrosa.


Pada tahap akhir pengolahan, sirup ditempatkan ke dalam panci yang sangat besar untuk didihkan. Di dalam panci ini sejumlah air diuapkan sehingga kondisi untuk pertumbuhan kristal gula tercapai.pembentukan kristal diawali dengan mencampurkan sejumlah kristal kedalam sirup. Sekali kristal terbentuk, kristal campur yang dihasilkan dan larutan induk diputar didalam alat sentrifugasi untuk memisahkan keduannya, bisa diumpamakan seperti pada proses mencuci dengan menggunakan pengering berputar. Kristal- kristal tersebut kemudian dikeringkan dengan udara panas sebelum disimpan.


Mekanisme kristalisasi adalah nira encer jika diuapkan airnya akan menjdi pekat. Dalam keadaan pekat ini jarak antara molekul menjadi lebih pendek dan saling bertabrakan, sehingga terjadilah penggabungan dan pembentukan rantai yang disebut submikron. Jika larutan pekat ini diuapkan terus, maka submikron akan bergabung menjadi satu membentuk inti kristal. Inti kristal selanjutnya akan tumbuh menjadi besar. Pertumbuhan inti kristal ini disebabkan karena molekul- molekul sukrosa secara bertahap menempel pada permukaan inti.














































Tugas Teknologi Karbohidrat










KORBOHIDRAT DENGAN PROSES BIOTEKNOLOGI






OLEH:
TRI MURNI


0606120239





































PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN


UNIVERSITAS RIAU


PEKANBARU


2010
Silahkan share artikel ini : :
 
Web ini dikembangkan oleh PUSAT MULTIMEDIA
Template Created by Creating Website Modify by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger