Selamat Datang di Website Romo Selamat Suwito
Selamat Datang dan Selamat Menikmati Blog Ini

Mengapa Kita Sering Kehilangan Momentum?

Minggu, 11 Januari 20090 komentar

Kebiasaan manusia-manusia besar adalah mengurangi jam tidurnya, waktu bekerja dan kesibukan mengurusi duniawi untuk memenuhi kebutuhan ukhrawi. Mereka menyedikitkan waktu tidur untuk bisa bangun malam. Mereka sedikit bercanda untuk merasakan nikmatnya ibadah. Mereka tidak berlebihan dalam bergaul untuk merasakan lezatnya iman. Mereka menahan diri dari maksiat agar tubuhnya tetap sehat.
Mereka berpikir, bertindak, bekerja dengan aneka variasi untuk meraih sukses dan menyebarluaskan kebahagiaan buat orang lain. Kebahagiaannya adalah ketika mampu membuka jalan bagi generasi berikutnya. Memecahkan masalah yang ada di tengah masyarakatnya.
keyakinannya kokoh. Sandarannya kuat. Langkahnya cermat. Visinya jelas. Kerjanya keras. Pemikirannya cerdas. Analisisnya tuntas. Kata-katanya tegas, lugas tanpa harus bikin hati panas. Dialah pribadi ikhlas yang selalu melangkah dengan mawas.

Ibnu Rajab berkata, “Barang siapa yang memelihara ketaatan kepada Allah di masa muda dan masa kuatnya, maka Allah akan memelihara kekuatannya di saat tua dan saat kekuatannya melemah. Ia akan tetap diberi kekuatan pendengaran, penglihatan, kemampuan berpikir dan kekuatan akal.
Waktu kita sedikit…
Menurut Hasan Al Bashri, waktu hanya ada tiga. Waktu kemarin yang sudah bukan milik kita lagi. Esok hari yang belum tentu kita punyai. Dan sekarang yang ada di tangan kita.

Dalam kitab Thabaqat Asy-Syafi’yyah oleh Imam As-Subkiy juz 3 hal.129 disebutkan bahwa Al Imam Az-Zahid Syaikh Abdul Baqi bin Yusuf mengatakan, “Aku lebih mencintai duduk sejenak di masjid ini daripada menjadi raja Iraq.”

Dalam kitab Wafayatul A’yar Ibnu Khalkan disebutkan bahwa Imam Al A’masy diberi umur panjang 70 tahun. Dan ia tidak pernah ketinggalan takbiratul ihram shalat jamaah. Perawi menjelaskan, “Saya bergaul dengan beliau lebih dari 60 tahun. Belum pernah saya melihatnya melanjutkan satu rakaat karena ketinggalan atau masbuk.”

Saudaraku…
Karena waktu kita sedikit, kesempatan yang ada di dunia ini begitu sempit, mengapa kita tidak mengoptimalkannya untuk menjadi bekal di masa-masa sulit, dihari dimana tiada lagi berguna harta dan anak-anak kecuali yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. Mengapa kita tidak menyiapkan hari yang tiada lagi naungan kecuali naungan-Nya? Lalu mengapa kita sering kehilangan momentum?
Karena kita kurang sensitif terhadap kebaikan

“Sesungguhnya orang-orang mukmin hanyalah mereka yang apabila disebutkan asma Allah maka bergetarlah hatinya, dan apabila disebutkan ayat-ayat-Nya menjadi bertambahlah imannya dan kepada Rabbnya mereka bertawakal.”
(QS. Al Anfal: 2-4)

“Barangsiapa bergembira atas kebaikannya dan bersedih atas keburukannya, maka dia adalah seorang mukmin.”
(HR. Thabrani dari Abu Musa ra.)

Sering hilangnya kesempatan dari diri kita, lenyapnya momentum dari depan kita karena iman tak lagi menyala. Hatinya tidak sensitif menangkap sinyal kebaikan. Karena hati itu seperti power control yang menggerakkan. Seperti remote yang memberi komando. Seperti raja yang memerintah. Anak buahnya adalah seluruh anggota tubuhnya yaitu: mata, telinga, tangan, kaki, mulut dan sebagainya.

“Setiap anggota tubuh harus ditunaikan zakatnya kepada Allah, kebijaksanaan-Nya dan kekuasaan-Nya. Zakatnya mata adalah melihat dengan mengambil ibrah dari yang di lihat dan menghindari dari yang diharamkan. Zakatnya telinga adalah mendengarkan pada sesuatu yang menjamin keselamatanmu dari api neraka. Zakatnya lisan adalah berbicara yang mendekatkan kepada Allah. Zakatnya tangan ialah menahannya dari keburukan dan mengarahkannya pada kebaikan. Zakatnya kaki adalah berusaha melakukan apa yang baik bagi hatimu dan keselamatan agamamu.”
(Imam Al Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin)
Karena kita kurang memiliki ilmu

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat.”
(QS. Al Mujadilah: 11)

Orang yang sukses dan mampu meledakkan potensinya, mengambil setiap peluang dan kesempatan adalah mereka yang tahu, peka, sensitif dan proaktif memaknai ilmunya sebagai bekalnya.

Mengapa pribadi Abu Bakar Ash-Shiddiq cepat merespon amal shalih?
Tidak lain ia paling banyak tahu, bahwa setiap amal itu akan memperluas bangunan rumahnya di surga.

Diantara potret orang yang tak punya ilmu adalah mereka banyak membuang-buang waktu, tidak efektif dan efesien dalam melakukan pekerjaan, tidak tertata dalam urusannya, sehingga tidak banyak manfaat baik bagi dirinya maupun orang lain.

Tanpa ilmu, manusia tidak akan mampu menegakkan aturan dan syari’at Allah dengan sukses. Karena ilmu merupakan salah satu pintu untuk meraih hidayah Allah swt, yakni hidayah iman.

Tanpa ilmu, umat Islam hanya menjadi kuli, penonton, pelayan yang hanya bisa mengekor kemauan tuan besarnya. Sukarela menjadi konsumen sampah peradaban mereka. Latah.

Begitu kasihan nasib orang tak punya ilmu. Orang lain bisa merebut momentum-momentum sukses, meraih keutamaan di waktu-waktu prima untuk ibadah dan doa, sementara ia tak punya apa-apa untuk mendapatkannya.

Ilmu itu kunci untuk menjawab pertanyaan dan masalah di dunia, maupun kunci untuk menjawab pertanyaan malaikat di alam kubur dan di akhirat: waktumu untuk apa, masa mudamu kau habiskan kemana, hartamu darimana kau dapat dan kau gunakan untuk apa, dan ilmumu kau kemanakan?
Karena Allah menunda kesuksesan kita

“Rahasia kesuksesan adalah kesiapan menghadapi kesempatan Anda bila ia datang.”

Kita kehilangan momentum artinya tidak jadi atau belum dipercaya oleh Allah untuk memilikinya. Karena kesuksesan itu anugerah Allah yang diberikan kepada orang yang telah berusaha.

“Barangsiapa yang bersungguh-sungguh berjihad di jalan (agama) Kami, sungguh benar-benar akan Kami tunjukkan jalan-jalan Kami, dan Allah beserta orang-orang yang berbuat baik.”
(QS. Al Ankabut: 69)

“Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong agama Allah maka Allah akan menolongmu dan mengokohkan kedudukanmu.”
(QS. Muhammad: 7)
Tapi terkadang kesuksesan itu ditangguhkan dan diakhirkan oleh Allah agar manusia mengambil pelajaran darinya:

Karena kita masih terlalu lemah untuk memegang amanah, belum matang dan belum sempurna dalam membentuk kepribadian
Agar kita mengerahkan seluruh potensi yang ada demi perjuangan di jalan Allah
Agar kita memahami bahwa kekuatan saja tanpa dukungan dari Allah tidak akan menjamin teraihnya kesuksesan
Agar umat Islam meningkatkan frekwensi hubungannya dengan Allah
Karena kita belum bisa ikhlas secara total dalam perjuangan, mobilitas dan pengorbanan
Karena kita tidak mampu melihat dan memanfaatkan momentum

Saat kesuksesan belum jua kunjung datang, sementara kita telah kehabisan stamina dan kekuatan, tetaplah bersandar pada Allah karena tiada tempat berlindung dalam kepedihan ini kecuali kepada Allah semata. Innalillahi wa innailahi rooji’un
Karena kita kurang proaktif

Momentum itu sejalan dengan waktu. Sifatnya sangat cepat berlalu. Maka hanya orang-orang sensitif yang mampu menangkap momentum itu untuk meledakkan potensinya menjadi prestasi

Orang-orang yang dikabulkan doanya sesungguhnya kedahsyatannya bukan pada doa itu sendiri, tetapi lebih kepada ketulusan, kedekatan, keyakinan, dan seringnya dia mengisi “daftar hadir” disaat orang absen karena tertidur dan terbuai nikmat duniawi maupun terlalu disibukkan oleh perkara yang mengotori hati.

Mengapa Abu Bakar paling mulia diantara para sahabat?
Karena beliau tidak melewatkan satu pun momentum kecuali ia mendapatkan bagian utama.
Silahkan share artikel ini : :
 
Web ini dikembangkan oleh PUSAT MULTIMEDIA
Template Created by Creating Website Modify by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger