Selamat Datang di Website Romo Selamat Suwito
Selamat Datang dan Selamat Menikmati Blog Ini

Belajar Menjadi Besar

Minggu, 11 Januari 20090 komentar

Belajar Menjadi Besar

Saudaraku…
Kita orang biasa dengan segala keterbatasan yang ada. Untuk menjadi besar kita bisa lebih banyak belajar justru dari lapangan. Menurut Syaikh Mustafa Masyhur, dalam bukunya Zaadud Da’wah, kalau kita belajar dakwah sebenarnya dari buku atau literatur yang bisa dituliskan hanya 20 persen. Selebihnya yang 80 persen, kita dapatkan di lapangan.

Menurut Reza M. Syarif, kampus abadi untuk kita bisa belajar ada di terminal, pasar, jalanan dan warung-warung kopi. Imam Hasan Al Banna memulai dakwahnya yang kini mendunia juga dari warung kopi bukan di mesjid. Why? Karena di warung kopilah saat itu banyak orang berkumpul. Sedangkan di mesjid sepi orang.

Itulah munculnya kreasi dan inovasi. Tak terkecuali dalam mengarungi hidup ini. Lingkungan dan alam sekitar adalah media belajar yang tak ada habisnya, kecuali kalau kiamat sudah digelar. Lalu mengapa kita tidak belajar menjadi besar?

Saudaraku…
Bila kita sadar, awal perubahan besar itu bila kita berpikir besar. Kita tak menjadi besar bila kita disibukkan oleh perkara-perkara remeh. Kita hina bila kita menghamba pada alam fana. Kita mulia bila menyandarkan pada pemilik semesta.

Al Mutanabi mengatakan, “Manusia dinilai berdasarkan perbuatan mereka. Kebesaran jiwa mereka yang menentukan karya besar mereka memang besar. Di mata orang-orang kerdil, masalah-masalah sepele menjadi besar. Bagi yang berjiwa besar, masalah-masalah besar terlihat kecil.”

Saatnya kita mulai berpikir besar, berjiwa besar, bervisi besar untuk meraih kebahagiaan yang lebih besar. Allah sudah menyediakan lahan di surga Yang begitu luas. Semuanya tergantung bagaimana kita mendesain rumah kita di surga. Kalau kemampuan kita kecil, meski disediakan lahan yang besar, maka kita pun hanya mampu membangun rumah yang kecil.

Contoh yang tak pernah habis adalah Abu Bakar. Setiap waktu baginya momentum untuk berprestasi besar. Dengan bekal iman yang dimiliki ia langsung “bergerak” untuk berinvestasi. Begitu masuk Islam, langsung ia mengajak orang lain ke barisan Islam. Mayoritas sahabat yang dijamin masuk surga, masuk Islam lewat “tangan dingin” Abu Bakar.

Pada suatu pagi di hadapan para sahabatnya rasulullah saw bersabda, “Siapakah diantara kalian yang pagi ini berpuasa?” Abu Bakar ra berkata, “Saya.” “Siapakah diantara kalian yang pada pagi hari ini telah memberi makan orang miskin?” tanya Rasulullah. “Saya”, jawab Abu Bakar. Rasulullah bertanya lagi, “Siapakah diantara kalian yang pada pagi hari ini menjenguk orang sakit?” Abu Bakar kembali menjawab, “Saya”. Rasulullah bertanya, “Siapakah di antara kalian yang hari ini telah mengantar jenazah?” (Lagi-lagi) Abu Bakar menjawab, “Saya”. Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah amalan-amalan ini terkumpul dalam diri seseorang kecuali ia akan masuk surga.” (Dari Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya)

Puncaknya ketika terjadi kemurtadan dan deklarasi nabi palsu, maka Abu Bakar dengan gagah berani memerangi para pengkhianat ini. Abu Bakar pribadi lembut yang gemar menangis dalam shalat-shalatnya ternyata menyimpan kekuatan besar yang tak tertandingi. Sehingga dia dikategorikan orang terbaik setelah para nabi.

Maka lewat kajian ini semoga bisa membuka mata hati, menghadirkan inspirasi, untuk menyusun strategi, menyiapkan bekal abadi untuk meraih kebahagiaan hakiki di akhirat nanti. Semoga kajian ini bisa memberi ruh baru bagi kita bahwa setiap saat adalah momentum untuk berprestasi. Jangan biarkan waktu berlalu tanpa kita mengisi dengan amal Islami. Mengapa kita tidak segera menata diri dan menata waktu-waktu yang ada ini agar bermanfaat menjadi amal jariyah, di dunia dan di akhirat? Karenanya zerokan diri ‘tuk menjadi hero dengan prestasi.
Belajar dari orang biasa yang luar biasa
Rasulullah saw bersabda,
“Wahai manusia, sebarkanlah salam, berilah makan orang yang membutuhkan, jalinlah persaudaraan, dan shalatlah di waktu malam ketika orang lain ketiduran, niscaya kalian akan masuk surga dengan penuh kesejahteraan.”
(HR. Tirmidzi dari Abdullah bin Salam)

Lalu bagaimana kita belajar dari orang besar?

“Kalau aku tidur di siang hari berarti aku menyia-nyiakan hak rakyat atas diriku. Kalau aku tidur malam hari berarti aku menyia-nyiakan hakku untuk beribadah kepada Rabbku.”
(Umar bin Khattab)

Lalu kapan tidurnya?

Para salafush-shalih memiliki keistimewaan dalam cara membagi dan mengisi waktu untuk aktifitas tertentu. Mari kita cermati lalu kita gunakan sebagai energi untuk membina diri.
Imam Malik : tidak tertidur saat belajar
Ibnul Qosim, seorang ulama figh Mesir yang wafat tahun 191H mengisahkan, “Aku pernah mendatangi Imam Malik sebelum waktu fajar hampir setiap hari. Terkadang karena lelah, mataku terkatup dan aku tertidur. Ketika Imam Malik keluar ke mesjid aku tidak mengetahuinya. Kemudian aku dibangunkan oleh pembantunya seraya mengatakan, “Gurumu tidak tertidur seperti kamu. Padahal saat ini usianya telah mencapai 49 tahun. Setahuku ia nyaris tidak shalat kecuali dengan wudhu’ untuk shalat isya’.”
(Tartibul Madarik,3/250)
Metode Imam Syafi’i
Imam Syafi’i rahimahullah membagi waktu malamnya menjadi tiga yakni sepertiga pertama untuk menulis ilmu, sepertiga kedua untuk shalat malam, dan sepertiga ketiga untuk tidur.
Metode Abu Hurairah
Abu Hurairah ra dan keluarganya menghidupkan waktu malamnya menjadi tiga. Bedanya yang di bagi orangnya, semacam khirosah atau jaga malam secara bergantian. Mula-mula ia berjaga sambil shalat sepertiga malam. Kemudian dilanjutkan oleh isterinya sepertiga malam, dan sepertiganya lagi dimanfaatkan oleh putrinya. Dengan demikian tiada satu pun yang berlalu setiap malam di rumah Abu Hurairah melainkan berlangsung di sana ibadah, dzikir dan shalat.
Prioritas Waktu
Adapun ulama salaf memberikan kiat untuk memanfaatkan waktu untuk aktifitas belajar adalah sebagai berikut, “Waktu yang terbaik untuk menghafal adalah waktu sahur, sebelum fajar, untuk meneliti adalah waktu pagi, untuk menulis di tengah hari, dan untuk menelaah dan mengulang di waktu malam.”
(Efisiensi Waktu, Jasim Badr Al Mythawwi’)
Dahsyatnya Waktu Subuh
Rasulullah saw bersabda, “Berpagi-pagilah mencari rezki, karena berpagi-pagi itu membawa berkah dan menghasilkan kemenangan.”

Luqmanul Hakim berpesan, “Jangan sampai ayam jantan lebih cerdas dari mu. Ia berkokok sebelum fajar, sementara kamu masih mendengkur tidur hingga matahari terbit.”
Metode Belajar Ibnu Jarir Ath Thabari
Diceritakan oleh Al Khatib Al Baghdadi, bahwa selama 40 tahun dari penghujung usianya, Ibnu Jarir mampu menulis sebanyak 40 halaman setiap hari. Yang istimewa dari prestasi Ibnu Jarir ini meskipun ia menulis artikelnya selepas zhuhur hingga waktu ashar tiba, tetapi murajaah akan ilmu serta ide-ide yang akan ia tuangkan dalam tulisannya, didapatkan di awal-awal subuh, setelah menunaikan qiyamullail.
WARNING!
Orang yang melewati satu hari dalam hidupnya tanpa ada suatu hak yang ia tunaikan atau suatu fardhu yang ia lakukan atau kemuliaan yang ia wariskan atau kebaikan yang ia tanamkan atau ilmu yang ia dapatkan, maka ia telah durhaka kepada harinya dan menganiaya terhadap dirinya.
(Dr. Yusuf Al Qardhawi, Al Waqtu fi Hayatil Muslim, hlm.13)
Ada tiga macam kekosongan yang harus senantiasa diwaspadai:
Kekosongan akal
Kekosongan hati
Kekosongan jiwa
Jangan ada kekosongan dalam hidup kita, karena kekosongan bisa membinasakan.
Begitulah anak-anak peradaban belajar untuk menjadi besar. Semoga itu semua menjadi amal jariyah dan ilmu nafi’ah yang mengalir tiada henti. “Bagaimana dengan kita, saudaraku?”
Silahkan share artikel ini : :
 
Web ini dikembangkan oleh PUSAT MULTIMEDIA
Template Created by Creating Website Modify by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger