Selamat Datang di Website Romo Selamat Suwito
Selamat Datang dan Selamat Menikmati Blog Ini

keripik tapai ubi kayu

Senin, 14 April 20080 komentar

hanya contoh ketika tugas metode ilmiah tentang bagaimana membuat proposal penelitian

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ubi kayu (Manihot Utilissima Pohl) merupakan bahan makanan pokok ketiga setelah padi dan jagung, khususnya bagi negara – negara yang sedang berkembang. Di Indonesia, ubi kayu merupakan hasil produksi pertanian kedua terbesar setelah padi. Jumlah produksi ubi kayu secara Nasional pada tahun 2003 sebesar 18,5 ton, meningkat pada tahun 2004 sebesar 19,4 ton pada triwulan pertama pada tahun 2006 (Anonim, 2002), sehingga ubi kayu mempunyai potensi sebagai sumber karbohidrat yang penting dalam bahan pangan.

Ubi kayu dalam keadaan segar tidak tahan lama. Untuk pemasaran yang memerlukan waktu lama, ubi kayu harus diolah terlebih dahulu menjadi bentuk lain yang lebih awet. Pengolahan ubi kayu sudah banyak dijumpai dalam kehidupan sehari – hari seperti keripik sanjai yang terkenal di Sumatera Barat, tapioka, kue gaplek, tapai, hasil gorengan yang sering dijumpai di pinggir jalan dan lain – lain (Radiyati dan Agusto, 2000). Berbagai olahan tersebut selain sebagai pengawetan bahan pangan juga sejalan dengan usaha penganekaragaman makanan.

Ilmu bioteknologi mendukung dalam pengadaan bahan pangan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Hal ini dapat dilakukan melalui proses fermentasi salah satunya adalah pembuatan tapai dari ubi kayu (Winarno dkk, 1980).

Tapai adalah salah satu olahan ubi kayu yang dikenal luas masyarakat. Tidak hanya di perdesaan, tapai juga disukai masyarakat perkotaan, dan dapat ditemukan di beberapa pasar tradisional maupun pusat perbelanjaan dengan berbagai kemasan.

Menurut Syuzarlis (2001), tapai memiliki daya tahan simpan yang relatif singkat. Setelah pemeraman selama dua sampai tiga hari, tapai hanya dapat dikonsumsi beberapa hari saja bila dibiarkan pada suhu kamar dan sedikit lebih lama bila disimpan pada suhu pendingin (hingga 15º C). hal ini karena aktivitas mikroorganisme setelah fermentasi masih berlangsung yang mengakibatkan terjadinya kerusakan fermentasi atau tingginya kadar alkohol (etanol) yang dihasilkan dan menyebabkan tapai tidak dapat dikonsumsi lagi.

Pengolahan tapai menjadi keripik tapai dengan system penggorengan dengan vakum selain sebagai upaya penganekaragaman pangan juga dapat memperpanjang daya tahan simpan produk tapai ubi kayu dengan tetap mempertahankan rasa khas produk pangan hasil fermentasi.

Keripik tapai ubi kayu merupakan produk baru hasil inovatif, karena selama ini tapai ubi kayu tidak dapat diolah menjadi keripik dengan cara penggorengan biasa seperti keripik pisang atau kentang. Hal ini disebabkan karena kandungan air dan gula reduksi yang sangat tinggi. Oleh sebab itu, dalam pembuatan keripik tapai digunakan alat dan mesin khusus yaitu penggorengan vakum (vacuum frying).

Berdasarkan uraian di atas, maka penyusun tertarik untuk melaksanakan penelitian dengan judul “Evaluasi Mutu Keripik Tapai Ubi Kayu (Manihot Utilissima Pohl) Dengan Sistem Penggorengan Vakum”.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lama fermentasi ubi kayu dan suhu penggorengan keripik tapai ubi kayu terbaik untuk menghasilkan keripik tapai ubi kayu yang bermutu baik.

1.3 Hipotesa

Suhu penggorengan dan lama fermentasi akan berpengaruh terhadap mutu keripik tapai ubi kayu yang dihasilkan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ubi Kayu / Singkong

Tanaman singkong / ubi kayu yang juga dikenal dengan nama ketela pohon ini diperkirakan berasal dari Brazil, yang kemudian menyebar ke benua Afrika, Madagaskar, India kemudian ke Tiongkok dan akhirnya masuk ke Indonesia. Diperkirakan ubi kayu mulai memasuki daerah Ambon dan Maluku, kemudian dikenal luas di daerah pulau Jawa.

Dalam sistematika tumbuhan, kedudukan tanaman ubi kayu diklasifikasikan ke dalam Kingdom Plantae, Divisio Spermathopyta, Sub Divisio Gymnospermae, Klass Dykotiledone, Famili Euphorbiales, Sub Famili Euphorbiaceae, Genus Manihot dan Spesies Manihot Utilissima Pohl.

Ubi kayu mempunyai ciri – ciri diantaranya mempunyai batang yang tegak lurus dan berbuku – buku, daun berwarna hijau muda, daun tumbuh di sepanjang batang dengan tangkai agak panjang. Tanaman ubi kayu dapat tumbuh dengan baik dengan ketinggian 0 – 1500 m dari permukaan laut. Hal terpenting untuk pertumbuhan ubi kayu adalah memerlukan tempat yang terbuka dan cukup mendapat cahaya matahari sehingga asimilasi zat asam dapat berjalan lancar untuk penyusunan umbi – umbi dari ubi kayu yang mengandung pati. Pati ini salah satu hasil proses asimilasi zat asam arang.

Tabel 1. Komposisi kimia ubi kayu (per 100 g bahan)


Komponen Kadar Nilai

Kalori 146, 00 kal
Air 62, 50 g
Phospor 40, 00 mg
Karbohidrat 34, 00 g
Kalsium 33, 00 mg
Vitamin C 30, 00 mg
Protein 1, 20 g
Besi 0, 70 mg
Lemak 0, 30 g
Vitamin B1 0, 06 mg
Sumber : BPP Teknologi, 2007

2.2 Manfaat Ubi Kayu

Sekitar 65% produksi ubi kayu digunakan untuk pangan manusia, baik dalam bentuk segar maupun olahan. Aneka jenis makanan dari bahan baku ubi kayu antara lain adalah ubi kayu rebus, ubi kayu bakar, ubi kayu goring, kolak, opak, tapai dan sebagainya.

Dalam jumlah yang cukup besar, ubi kayu juga digunakan untuk bahan pakan ternak, dan di negara – negara maju, ubi kayu dijadikan bahan baku industri tepung tapioka, pembuatan alkohol, etanol, dan lain – lain.

2.3 Tapai

Pada hakikatnya semua bahan makanan yang mengandung karbohidrat bisa diolah menjadi tapai, tetapi yang lazim diolah adalah beras ketan dan ubi kayu yang berdaging kuning atau putih. Tapai dari ubi kayu berdaging kuning lebih enak karena dagingnya lebih halus tanpa ada serat – serat kasar dibangding yang berdaging putih (Anonim, 2002).

Tapai adalah hasil fermentasi dan pada saat fermentasi kapang merombak pati menjadi gula sehingga memberi rasa manis. Selanjutnya khamir merombak sebagian gula menjado alkohol kemudian menjadi asam. Pada proses pembuatan tapai, karbohidrat mengalami proses penambahan ragi oleh mikroba atau jasad renik tertentu, sehingga sifat – sifat bahan berubah menjadi enak dan sekaligus mudah dicerna (Radiati dan Agusto, 2000).

Peranan penambahan ragi cukup besar dalam proses pembuatan tapai oleh mikroba. Proses pembuatan tapai, dimulai dengan proses fermentasi pati menjadi gula (glukosa) oleh kapang dan tahap selanjutnya fermentasi gula menjadi alkohol dan asam organik lainnya serta CO2 oleh khamir.

Dalam proses fermentasi tapai ubi kayu, ragi tapai yang digunakan adalah ragi tapai Saccharomyces cereviceae yang dapat memecah ikatan cabang dekstrin sehingga terdapat glukosa yang difermentasi.

Pengawetan untuk bahan pangan dan proses fermentasi tergantung pada produksi mikroorganisme tertentu yang ada dalam produk tersebut. Perubahan – perubahan kimia dan fisika yang mengubah rupa dari bahan pangan aslinya. Terbentuknya alkohol dan asam – asam organik yang merupakan komponen utama dan aroma tapai sebagai hasil fermentasi, akan menyebabkan turunnya kadar pati dan pectin, sehingga mengakibatkan tekstur tapai ubi kayu menjadi lebih lunak.

2.4 Sistem Penggorengan Vakum

Penggorengan merupakan proses pematangan dengan pemanasan dan minyak sebagai penghantarnya. Tujuan dari penggorengan adalah membentuk warna, aroma, cita rasa dan daya cerna produk, di samping itu meningkatkan keawetan produk.

Penggorengan vakum skala industri kecil dan menengah (kapasitas 3,7 kg/proses) mulai dikembangkan pada tahun 1996. Penggorengan vakum memerlukan waktu penggorengan 46,10 menit (tergantung pada kondisi bahan baku) dan waktu untuk mencapai tekanan vakum sekitar 25 menit, sehingga untuk satu kali proses diperlukan sedikitnya 1 jam 10 menit (Argo dkk, 2005).

Prinsip utama cara kerja alat ini adalah melakukan penggorengan pada kondisi vakum, 70 cmHg di bbawah tekanan atmosfir normal. Kondisi vakum ini dapat menyebabkan penurunan titik didih minyak dari 110º C – 200º C menjadi 80º C – 100º C sehingga dapat mencegah terjadinya perubahan rasa, aroma, dan warna bahan seperti mangga dan buahan lainnya (Argo dkk, 2005).

Bahan yang digoreng diletakkan di dalam keranjang berangka segi empat yang bagian bawahnya terbuat dari bahan tahan panas dan karat, dengan diameter sekitar 2 mm. keranjang dan bahannya ditempatkan secara manual di dalam penggorengan.

Faktor – faktor yang mempengaruhi mutu akhir produk yang digoreng adalah kualitas bahan yang digoreng, kualitas minyak goreng, jenis alat penggorengan dan sistem kemasan produk akhir. Selama penyimpanan, produk yang digoreng dapat pula mengalami kerusakan yaitu terjadinya ketengikan dan perubahan tekstur pada produk. Ketengikan dapat terjadi karena minyak/ lemak mengalami oksidasi. Hal ini dipengaruhi oleh mutu minyak, kondisi proses penggorengan dan sistem pengemasan yang digunakan.

2.5 Mutu Keripik Tapai Ubi Kayu

Mutu keripik tapai ubi kayu masih tergantung pada kualitas bahan yang digoreng, kualitas minyak goreng, jenis alat penggorengan dan sistem pengemasan produk akhir. Di samping itu, lama fermentasi dan suhu penggorengan juga turut mempengaruhi.


Tabel 2. Standar Mutu Keripik

Kriteria Uji Keterangan
1. Keadaan, terdiri dari:
Bau Normal
Rasa Khas
Warna Normal
Tekstur Renyah

2. Keutuhan min 90%
3. Air maks 5%
4. Abu maks 3%
5. Lemak maks 25%
6. Bahan tambahan makanan, terdiri dari:
Pewarna tidak boleh ada
Pengawet tidak boleh ada
Pemanis buatan saarin tidak boleh ada
Siklamat tidak boleh ada

7. Cemaran logam, terdiri dari:
Timbal maks 5, 0 mg/kg
Tembaga maks 4, 0 mg/kg
Seng maks 4,0 mg/kg
Timah maks 0, 03 mg/kg
Angka lempeng total <3 AMP/g

8. Raksa maks 1,0 mg/kg
9. Cemaran asam, terdiri dari:
Cemaran mikroba maks 102 koloni/g
Coliform 0 koloni
Clostridium perfigen 0 koloni
Staphylococcus areus 0 koloni
Sumber : Anonim (2005)






BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini akan di lakukan di Laboraturium Teknologi hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau Kampus Bina Widya Kecamatan Tampan Pekanbaru. Waktu penelitian akan direncanakan pada bulan April 2008.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ubi kayu / singkong varietas lokal, ragi tapai merk NKL, air dan minyak goreng.

Alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi pisau, baskom, dandang, talenan, alat penggoreng vakum, panic, kompor, saringan, spinner, plastic propilen, sealer, timbangan analitik dan alat tulis.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian dilakukan secara eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor dan setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Faktor dalam penelitian ini adalah :
Faktor I = Lama fermentasi tapai ubi kayu

F1 = 12 jam
F2 = 24 jam
F3 = 36 jam

Faktor II = Suhu penggorengan

S1 = Suhu 95º C dan tekanan 70 cmHg
S2 = Suhu 90º C dan tekanan 70 cmHg
S3 = Suhu 85º C dan tekanan 70 cmHg

Dari kedua faktor tersebut diperoleh 9 kombinasi perlakuan seperti yang terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kombinasi seluruh perlakuan


Perlakuan Suhu Penggorengan
S1 S2 S3

Lama Fermentasi
F1 F1S1 F1S2 F1S3
F2 F2S1 F2S2 F2S3
F3 F3S1 F3S2 F3S3


Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan analisis sidik ragam. Hasil analisis dilanjutkan dengan uji beda nyata DNMRT pada taraf 5%.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Persiapan Ubi Kayu

Ubi kayu yang akan digunakan sebanyak 5 kg dibersihkan dari kotoran, lalu dihilangkan kulit dan kambiumnya. Kemudian ubi kayu dicuci bersih dan ditiriskan. Ubi kayu siap digunakan untuk pembuatan tapai, sebanyak 5 kg untuk setiap perlakuan.

3.4.2 Pembuatan Tapai

Ubi kayu lalu dikukus (setengah matang), kemudian didinginkan. Setelah itu, dilakukan pengirisan dengan tebal 1 -2 mm. irisan ubi kayu yang telah dingin ditaburi ragi sampai merata (0,5%). Kemudian disimpan dalam wadah yang bersih dan kering serta ditutup dengan daun pisang. Pemeraman atau inkubasi dilakukan pada suhu kamar dengan tiga perlakuan yaitu 12 jam, 24 jam dan 36 jam.

3.4.3 Penggorengan

Irisan tapai dimasukkan ke dalam keranjang penggorengan, kemudian sumber pemanas (kompor) dan sumber vakumnya dinyalakan dengan tekanan 70 cmHg, dengan panas sampai suhu 95º C untuk perlakuan S1, suhu 90º C untuk perlakuan S2 dan suhu 85º C untuk perlakuan S3. Keranjang berisi bahan dimasukkan ke dalam minyak penggorengan dengan pemutar tuas ke posisi bawah. Bahan dianggap kering jika buih di dalam minyak sudah tidak ada (tinggal buih halus). Setelah kering tuas diputar ke posisi atas dan dibiarkan sekitar 1 menit, selanjutnya pemanas dan vakumnya dimatikan, kemudian bahannya diangkat untuk kemudian ditiriskan.

3.4.4 Penirisan

Bahan yang sudah kering diangkat dari keranjang penggorengan dan dimasukkan ke dalam keranjang peniris (spinner). Selanjutnya spinner dinyalakan selama 1 menit secara bertahap (6 tahap). Setiap tahapan dilakukan pemisahan bahan – bahan (irisan) yang saling melekat atau menggulung.

3.4.5 Pendinginan

Keripik diangkat dari keranjang peniris, kemudian letakkan pada wadah agak lebar dan tidak menumpuk dan didiamkan selama 20 menit.

3.4.6 Pengemasan

Keripik tapai dimasukkan ke dalam wadah plastik polipropilen dan direkatkan dengan sealer.

3.5 Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap parameter sebagai berikut :

3. 5.1 Rendeman

Rendeman dihitung dengan cara menimbang keripik tapai yang dihasilkan dari setiap bahan segar yang digunakan dan kemudian dihitung dalam persentase (%).

Rendeman (%) = Berat keripik tapai (g) x 100%
Berat ubi kayu

3.5.2 Uji Organoleptik

Penelitian organoleptik dihitung dengan menggnakan metode skorsing yang mengacu pada Soekarto (1995). Penilaian organolpeptik ini dilakukan oleh 25 orang panelis yang diminta tanggapannya tentang warna, aroma, rasa dan tingkat kerenyahan keripik tapai yang disajikan. Sample diletakkan dalam wadah bersih dan diberi tanda huruf sesuai dengan banyaknya perlakuan. Panelis diminta untuk menilai masing – masing sample pada masing – masing lembaran kuesioner yang telah disajikan.





































DAFTAR PUSTAKA

sumber utama dari ibu shanti fitriani dosen thp fakultas pertanian universutas riau merupakan skripsi beliau
Anonim. 2002. Tapai Singkong. http://www.warintek.or.id. Dikunjungi tanggal 20 Maret 2008.

Argo, D.B., dkk. 2005. Mesin Penggorengan Hampa Sistem Swing dan Penerapannya Pada Industri Keripik Buah. http://www.Dikti.org/p3m/abstrak/ristek/pengolahan%20pangan/dikti/buah-478k.htm. Dikunjungi tanggal 16 Maret 2008.

Jutono. 2002. Diktat Mikrobiologi dan Makanan, Departemen Laboraturium Mikrobiologi, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Radiati dan W.M. Agusto. Penyalahgunaan Ubi Kayu. Subang: BPTTG Puslitbang Fisika Terapan, LIPI, hal 18-27 dalam www.iptek.net.id. Dikunjungi tanggal 16 Maret 2008.

Radiyati dan Agusto, W. M. Pendayagunaan Ubi Kayu. Subag: BPTTG Puslitbang Fisika Terapan, LIPI, 2000, hal 18-27 dalam www.iptek.net.id. Dikunjungi tanggal 16 Maret 2008.

Syuzarlis. 2001. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Rasa, Tekstur dan Aroma Tapai Ubi Kayu (Manihot Utilissima Pohl). Kertas karya Fakultas Pertanian program D3, Universutas Riau, Pekanbaru. (tidak dipublikasikan).

Winarno dkk. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia : Jakarta.
Silahkan share artikel ini : :
 
Web ini dikembangkan oleh PUSAT MULTIMEDIA
Template Created by Creating Website Modify by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger